.
.
.
.
.
.
Disclaimer : Naruto isn’t mine.
Genre : Terserahlah.
Rate : T-M
Warning : Broken pair, Frontal, cheating and
hatred, GS, OOC (ok, saya menyerahkan sepenuhnya pada reader, saya tidak
mematok bagaimana sifat charanya).
Don’t
like don’t read
Pair : Sasufemnaru, xxxfemnaru
slight Shikafemnaru (ditulis biar kaga ada yang komplen :P).
.
.
.
.
.
Cast
Uchiha
Sasuke
Uzumaki
Naruto
Nara
Shikamaru.
Uzumaki
Karin.
Nara
Shikaku.
Mr.
X
Cast
lain menyesuaikan.
.
.
.
Summary:
Saat masa lalu datang kembali membawa sejuta kenangan indah dan juga kenangan
buruk. Apakah kamu akan berbalik ataukah lari?
.
.
.
Chapter 3. Lie
.
.
.
Seharusnya
ini adalah hari pernikahannya.
Gaun
itu adalah gaun khusus yang telah dipesannya.
Dan
laki-laki itu . . .
.
.
.
Tes
Tes
Tes
Air
mata mengalir deras di pipinya. Hatinya sakit saat melihat pernikahan itu.
Pernikahan yang seharusnya miliknya. Wanita itu membelai lembut perutnya. Ia
menangis sesengukan dalam taxi itu.
“Nona,
anda tidak apa-apa?.” Tanya sopir paruh baya. Ia khawatir dengan keadaan
penumpangnya yang tidak terlihat baik ini.
“Ya.”
Wanita itu menghapus air matanya dengan kasar. “Kita pergi dari sini.”
.
.
.
‘Your
word is all lie and bullshit.’
.
BRAKKKK!!!
.
.
.
“Apa yang kau lakukan disini?.” Tanyanya dengan
sinis. Pagi ini saat akan berangkat ke café miliknya, ia menemukan pria raven
itu di depan pintu apartemennya. Dengan membawa sebuket mawar berwarna kuning
kesukaannya
“Naruto. Aku
. . .”
“Sudah kubilang pergi dari hadapanku! Aku muak
melihatmu!.”
“Naruto tolong dengarkan aku. Forgive me. Please
forgive me. I . . .”
“Cukup!.” Bentaknya. “Enough, I don’t wanna hear
anything. Everything you say is a lie and bullshit.”
“No, please. I can explain. Please.” Pinta Sasuke
memelas.
Naruto tidak peduli, ia membanting pintu di depan
wajah tampan sang Uchiha. Tubuh Sasuke serasa membeku di tempat. Tergambar
jelas bahwa ia terluka dan kecewa. Ia menghela nafas. Mungkin inilah
hukumannya. Seandainya saja dulu ia tidak menerima permintaan bibi Kushina,
mungkin sekarang dia sudah bahagia dengan Naruto. Tapi nasi sudah menjadi
bubur. Sebanyak apapun penyesalannya tidak akan mengubah apapun. Yang bisa ia
lakukan sekarang hanyalah berusaha memperbaiki kesalahannya. Sasuke meletakkan
rangkaian mawar itu didepan pintu apartemen Naruto kemudian berjalan dengan
lunglai meninggalkan apartemen Naruto.
.
.
.
Sementara itu, Tubuh Naruto merosot. Ia terduduk
besandar di pintu. Isakan kecil mulai terdengar. Ia menutup mulutnya untuk
meredam isakannya.
‘Bagaimana aku bisa memaafkanmu jika gara-gara kau,
aku kehilangan dia.’ Katanya dalam hati.
-Flashback-
“Bagaimana dok? Saya sakit apa?.” Belakangan ini
Naruto merasa tidak enak badan. Tubuhnya selalu terasa lemas dan kadang merasa
mual saat mencium sesuatu yang menurutnya aneh.
“Selamat, nyonya. Anda sedang mengandung. Usianya
sekitar 3 minggu.”
Naruto tersenyum bahagia. Bagaimana tidak? Ini
adalah kabar gembira bukan? Sebentar lagi ia akan menyandang gelar nyonya
Uchiha dan sekarang ia tengah mengandung buah cintanya dengan Sasuke. Ini
adalah kado terindah untuknya. Ia tidak sabar untuk memberitahukannya pada
Sasuke.
“No-nona Naruto?.”
“Aku ingin bertemu Sasuke.” Katanya sambil tersenyum
lebar.
“Tu-tuan muda ada di halaman belakang.” Pelayan itu
segera meninggalkan Naruto.
Naruto hanya memandang heran pelayan itu. kenapa dia
tampak ketakutan. Naruto melangkah dengan cepat menuju halaman belakang
kediaman Uchiha. Senyum tak hilang dari wajah manisnya.
Tapi . . .
“Na-naruto. . .”
Air mata mulai menetes dipipi mulusnya. Bagaimana
tidak, ia melihat dengan mata kepalanya sendiri calon suaminya berciuman dengan
orang lain. Tidak, bukan orang lain. Gadis itu kakaknya, Karin. Naruto
membalikkan tubuhnya dan berlari meninggalkan kediaman Uchiha. Tidak memperdulikan
saat namanya dipanggil.
Naruto masuk ke kamarnya. Ia menghempaskan tubuhnya
dan menangis sesengukan. Ia menangis sampai ketiduran. Ia terbangun pada
keesokan harinya.
Jam sudah menunjuk ke angka 9. Naruto mengerjapkan
mata shapirenya. Naruto merasa haus dan sedikit lapar. Hal yang wajar mengingat
belum dimasuki apapun sejak kemarin sore. Sebenarnya bisa saja ia membiarkannya
dan kembali mengurung diri di dalam kamarnya. Tapi ia tidak bisa, mengingat ada
satu nyawa lagi yang bergantung padanya. Naruto mengusap perutnya yang masih rata
dan tersenyum. Ia turun ke dapur di lantai satu.
Naruto membuka lemari es lalu menuangkan air itu
kedalam gelas. Ia meneguknya.
“Naru-chan.”
“What do you want?.” Katanya ketus.
Gadis berkacamata itu hanya menunduk. Gadis yang
selalu merebut semua miliknya.
“Gomen.”
Naruto memandang gadis merah itu dengan sinis.
“Don’t ever say sorry when you are not really felt
sorry.”
Gadis itu makin menunduk. Matanya mulai
berkaca-kaca. Naruto meninggalkan Karin sendiri di dapur itu sendirian. Ia
kembali ke kamarnya dan berbaring dikasur empuk miliknya.
Hari pernikahan tiba. Semua orang di rumah keluarga
Namikaze terlihat sibuk sejak pagi. Gadis itu tampak cantik dengan gaun
pengantin berwarna putih gading yang melekat pas di tubuh rampingnya. Rona
merah menghiasi pipinya. Ia tampak bahagia. Semua orang tampak bahagia dengan
pernikahan ini kecuali satu orang.
Tok tok tok
“Naru, ayo keluar nak.” Minato kembali mengetuk
pintu kamar putri bungsunya. Ia khawatir dengan Naruto.
“Minato.”
“Kushina, Naruto belum keluar juga.”
“Ayo, kita pergi. Kita tidak boleh terlambat.”
Minato hendak menolak tapi Kushina memberi isyarat
agar Minato ikut dengannya. Akhirnya dengan terpaksa Minatopun pergi bersama
Kushina.
Di dalam kamar, Naruto menangis dalam diam.
Bagaimana bisa mereka melakukan ini padanya? Selalu Karin, Karin, dan Karin.
Kenapa selalu dia? Sejak kecil dia tidak pernah merasakan kasih sayang orang
tuanya. Dan sekarang, bahkan calon suaminya direbut.
Ia tidak kuat lagi. Semua ini harus berakhir disini.
Kalau memang ia tidak bisa bahagia dengan Sasuke. Biarlah ia bahagia dengan
calon anaknya. Hanya berdua.
Naruto menghapus airmatanya. Ia mengambil tas besar
dilemarinya kemudian memasukkan pakaian miliknya. Setelah menutup resleting tas
besar itu. Ia kemudian berjalan menuju pintu kamarnya untuk segera pergi
sebelum orang-orang kembali. Saat tangan kirinya memutar kenop pintu, ia
melihat benda berkilauan di jari manisnya. Naruto tertengun sebentar.
‘Would
you be my wife?.’
Naruto teringat kata-kata Sasuke saat melamarnya.
Seketika itu pula pandangan matanya berubah menjadi kosong.
“Your word is all lie and bullshit.”
Ia melepas cincin platina bertahtakan sapphire itu
kemudian melemparkannya ke tempat sampah.
Ia langsung keluar meninggalkan rumah itu dengan
taksi. Ia meminta sopir taksi itu unntuk pergi ke tempat pernikahan Sasuke dan
Karin. Naruto mengamatinya dari kejauhan. Rupanya pernikahan itu sudah selesai.
Aura kebahagiaan benar-benar terasa di tempat itu.
Ia tersenyum kecut. Dengan lembut ia mengusap
perutnya.
‘Sekarang hanya tinggal kau dan aku. Ibu berjanji
akan membesarkanmu dengan baik. Mari kita hidup bahagia berdua saja. Hanya
berdua.’ Katanya dalam hati.
“Anda baik-baik saja nona.” Tanya sopir paruh baya
itu saat melihat penumpangnya terlihat pucat dan menangis.
“Jalan pak.”
.
.
.
BRAKKK!!!!
.
.
.
Naruto berusaha mempertahankan kesadarannya. Ia
merasakan sakit di kepala dan perutnya.
“Nona anda anda tidak apa-apa?. Hey nona . . .
nona.”
Ia sempat
melihat darah yang di selangkangannya sebelum akhirnya kegelapan menguasainya.
.
.
.
Naruto mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia berada
disebuah ruangan putih. Apa dia sudah mati?.
“Syukurlah anda sudah sadar nona, saya akan
memanggil dokter.” Kata perawat itu.
.
.
.
Tes
Tes
Tes
Air mata kembali menetes di pipinya. Padahal ia
sudah berjanji tidak akan menangis lagi. Padahal ia sudah berharap bisa bahagia
dengan anaknya kelak tapi ternyata takdir berkata lain. Ia menatap kosong
jendela kamar rawatnya. Ia sangat syok saat mengetahui ia kehilangan calon
anaknya.
Ia putus asa
Ia tidak punya keinginan untuk hidup lagi
Ia sudah tidak mampu untuk hidup lagi.
“Maafkan aku. Ini salahku. Seandainya saja aku lebih
berhati-hati saat menyetir . . .”
Naruto mengalihkan pandangannya kepada seorang
lelaki yang kini tengah bersujud di sebelah ranjangnya. Sesaat kemudian ia
kembali memandang jendela kamarnya dengan pandangan kosong.
.
.
.
Satu bulan berlalu sejak saat itu.
“Dia mengalami depresi berat akibat kehilangan
anaknya. Sampai sekarang dia masih tidak mau bicara.” Ucap dokter itu. Yamato,
nama dokter yang juga teman sejawatnya. “Kau harus bertanggung jawab pada gadis
itu Shikamaru.”
“Aku tau.”
Dokter itupun melangkah pergi meninggalkan Shikamaru
yang berdiri di depan kamar rawat Naruto. Ia kemudian memasuki kamar itu
seperti yang ia lakukan sebulan ini.
“Apa kau mau memaafkanku?.”
“ . . .”
“Aku akan melakukan apapun yang kau minta. Bahkan
jika kau ingin aku matipun. . .” Shikamaru berhenti bicara. “. . . Aku sudah
tak punya siapa-siapa di dunia ini. Orang tuaku sudah meninggal saat aku masih
remaja. Aku yakin tidak akan ada yang menangis jika aku mati.”
“. . .”
“. . .”
“Apa pun?.” Naruto memandang Shikamaru. Kini
pandangan mereka bertemu.
“Ya.” Jawabnya tanpa
ragu.
“ . . . Kalau begitu . . . bisakah kau memberikanku
. . .”
-Flashback
end-
“Hiks hiks Shika. He’s back. I need you. I need you
please.” Naruto menenggelamkan kepalanya diantara dua pahanya. Ia teringat pada
Shikamaru, mendiang suami yang telah memberinya anak yang lucu.
2 bulan setelah Naruto keluar dari rumah sakit
Shikamaru langsung menikahinya. Pernikahan itu di gelar secara sederhana dan
hanya dihadiri oleh kenalan dekat Shikamaru. Naruto? Gadis itu bahkan tidak
mengatakan dimana keluarganya. Agaknya dia benar-benar memutuskan kontak dengan
mereka. Naruto menginginkan seorang bayi dan karena Shikamaru tidak ingin
menghamili gadis itu diluar ikatan pernikahan makanya ia menikahinya. Setelah
pernikahan, Shikamaru langsung membawa Naruto ke Amerika. Mereka memulai hidup
baru mereka disana. Tidak lama kemudian, Naruto dinyatakan hamil. Kebahagian
mereka bertambah. Hidup bersama dan terbiasa satu sama lain, akhirnya benih
cinta itu tumbuh. Saat kandungan Naruto berumur 7 bulan bulan, ia terjatuh
hingga harus melahirkan secara premature. Seorang bayi laki-laki dengan wajah
mirip sang ayah dan mata sang ibu lahir dengan selamat. Bayi itu di beri nama
Nara Shikaku. Kebahagiaan mereka lengkap sudah.
Sayang kebahagiaan itu hanya sementara. Shikamaru
terlebih dahulu dipanggil Yang Kuasa. Tuhan ternyata terlalu menyayangi pria
pemalas itu.
.
.
.
“Dia membenciku Kaa-san.” Sasuke tampak frustasi.
Satu jam lalu orang tua Sasuke dan Naruto sampai di kota ini. Sasuke
menjemput orang tua dan mertuanya bandara. Dan karena apartemen Sasuke memiliki
banyak kamar, maka kedua keluarga itu sepakat untuk tinggal di apartemen
miliknya. Baik Fugaku, Minato maupun Kushina kini sedang beristirahat di kamar
masing-masing. Perjalanan selama 7 jam cukup menyita energi mereka yang sudah
tidak muda lagi. Hanya Mikoto yang menemani Sasuke bicara. Ia merasa Sasuke
perlu teman untuk bicara. Anggaplah insting seoarang ibu.
“Bersabarlah Sasuke. Kaa-san yakin suatu saat Naruto
akan memaafkanmu.”
Sasuke menggeleng.
“Atau mungkin tidak, tidak akan pernah. Aku
membuatnya kecewa Kaa-san. Aku membuatnya pergi bersama anak kami.”
Mikoto hanya bisa memandang anaknya dengan kasian.
Tidak ada yang bersalah. Hanya saja keadaanlah yang membuatnya begini.
-Flashback-
Gadis berambut merah tampak bahagia karena menikah
dengan orang yang di cintainya. Ironis memang, dia merebut calon suami adiknya
sendiri. Tapi apalah daya, cinta dan keegoisan menguasainya. Ia melirik
suaminya, Uchiha Sasuke, yang duduk di sampingnya. Pria itu tampak datar tanpa
ekspresi. Sangat berbanding terbalik dengan saat ia melihatnya dengan Naruto.
“Sasuke-kun.”
“Hn.”
“Malam ini . . .” Gadis itu menunduk. Wajahnya
tampak merah padam karena malu. Sasuke berusaha mengacuhkannya. Pikirannya
menerawang. Seharusnya yang duduk disampingnya adalah Naruto.
Setelah upacara pernikahan dan resepsi itu, keluarga
Namikaze dan Uchiha kembali ke kediaman Namikaze karena hari sudah terlalu
malam dan kediaman Uchiha berada agak jauh dari gedung resepsi.
.
.
.
“Sasuke-kun, mau kemana?.”
Sasuke terdiam.
“Aku mau menemui Naruto.”
Deg!
Karin menunduk. Matanya berkaca-kaca. Tangannya
meremas gaun tidur yang sudah dipakainya. Gaun tidur berenda yang sangat mini.
Bagaimanapun ini adalah malam pengantinnya bukan?.
“A-apa tidak bisa besok saja.”
Sasuke terdiam dan kemudian melanjutkan memutar
kenop pintu. Meninggalkan Karin yang kini terisak di lantai kamarnya.
.
.
.
Tok tok tok
“Naruto. Tolong buka pintunya. Aku ingin bicara. Aku
ingin menjelaskan semuanya.”
Hening
Hening
Akhirnya Sasuke memutuskan untuk masuk ke kamar itu.
sasuke memasukikamar Naruto yang masih gelap. Ia meraba didnding untuk
menemukan saklar lampu. Setelah lampu kamar itu bersinar terang. Iapun
menyusuri kamar itu.
“Naruto.” Sasuke mencarinya di kamar mandi tapi
hasilnya nihil. Sasuke mulai tampak panik. Ia kemudian menuju lemari besar itu
dan ternyata duagaannya benar. Lemari itu kosong.
“Tidak, ini tidak mungkin Naruto tidak mungkin
meninggalkanku.” Sasuke menjambaki rambutnya. Tidak peduli akan banyaknya
rambut indah itu rontok. “Naruto, Naruto, aku tau kau ada di sini. Keluar Naru!
Kumohon, jangan siksa aku seperti ini!.” Sasuke berteriak seperti orang gila.
Ia mengitari kamar itu berulang kali, berharap gadis pirang itu menunjukkan
diri. Sesuatu yang sangat mustahil.
Mata ravennya menangkap bayangan sebuah benda
berkilau di tempat sampah disamping meja nakas.
Cincin sapphire.
Ya, cincin yang dulu digunakannya untuk melamar
Naruto. Cincin itu kini berada di tempat sampah.
“Na-naru . . . Naruto!.” Teriaknya seperti orang
gila.
-Flashback
End-
“Dia membenciku. Dia tidak mau memaafkanku.”
“Bersabarlah. Semua pasti akan baik-baik saja.”
Mikoto mengusap punggung Sasuke.
Mereka tidak menyadari bahwa Kushina mendengar
pembicaraan ibu dan anak itu. Ia merasa sangat bersalah. Ini adalah
kesalahannya. Ini semua kesalahannya. Seandainya dulu ia bisa bersikap adil.
Seandainya dulu ia tidak memohon pada Sasuke bahkan mengancam akan bunuh diri
jika pemuda itu tidak mau menikahi Karin. Padahal dia tau Sasuke hanya
mencintai Naruto. Tapi kasih sayangnya pada putri sulungnya membutakan hatinya.
‘Maafkan aku, ini semua salahku.’ Katanya dalam
hati.
.
.
.
“Sedang memikirkan apa?.”
“Hmm, sedang memikirkan pertemuanku besok
dengannya.”
“Kau yakin?.”
“Hmm. Ya.” Kata pria merah itu. “Aku ingin meminta
maaf padanya dan . . . berterima kasih.” Katanya sambil memegang dada kirinya.
Sang adik, Gaara, hanya diam memperhatikan tatapan
sendu kakaknya. Mungkin inilah satu-satunya cara agar kakaknya bisa terbebas
dari rasa bersalah.
“Kau tau, aku bertemu dengannya saat di rumah sakit.
Dia adalah pria yang baik.” Ucap pria merah itu sembari menikmati pemandangan
malam Konoha. “Dia sering menceritakan anak dan istrinya. Betapa istrinya
sangat cantik dan putranya sangat tampan. Sungguh menyebalkan. Tapi . . . entah
kenapa aku mau-mau saja mendengar ocehan nanas itu.”
Pria itu mengingat Shikamaru, dokter yang dulu
pernah merawatnya juga dokter yang telah memberinya kehidupan.
“Aku akan menemuinya besok.”
.
.
.
Pria berambut merah itu memasuki sebuah coffe shop
yang beberapa hari ini telah dilihatnya.
“Selamat datang. Silahkan menunya.” Gadis bername tag
Sakura itu memberikan buku menu padanya.
Pria itu membaca menu yang disodorkan padanya.
“Coffe Latte.” Katanya sambil meletakkan menu di
atas meja. “Bisakah aku bertemu dengan Nara Naruto?.”
“Nara?.”
“Maksudku pemilik coffe shop ini.”
“Ah, maksud anda Namikaze-san? Dia ada di
ruangannya. Sebentar saya akan memberitahunya.”
“Terima kasih.”
Gadis itu segera melesat masuk. Tidak lama kemudian
dia keluar.
“Silahkan, Namikaze-san sudah menunggu anda.”
Pria itu beranjak dari tempat duduknya dan segera
mengikuti gadis berambut pink itu.
Tot tok tok
“Naruto-san. Ada yang ingin bertemu.”
“Masuk saja Sakura-san.”
Sakura memberi isyarat agar pria itu masuk ke dalam
ruangan Naruto.
“Anda?.” Naruto tidak pernah merasa mengenal pria
yang ada di depannya itu.
“Saya Sasori, sabaku Sasori.”
Naruto membulatkan matanya.
.
.
.
-TBC-
.
.
.
Udah ketahuan blum siapa pria misterius itu?
Udah kan? Hehehehe
Kalo FF ini emang sengaja kubikin pendek & To
the point (udah ditodong ma dark mellow
supaya ini
pendek2 aja.)
Well, See ya next time.
.
.
.
Haaaii... Karena infomu di FF aku Akhirnya lari ke blog-mu deh.... Endingnya bakal SasuNaru ga' sih?? Tapi kayaknya kalau ganti pairing boleh juga tuh... Jarang2 Kan Ada pairing SasoNaru... Hehehehe... Ditunggu next chapter...
BalasHapusJaa ne..
Kirei-Neko
Sasonaru? nggaklah. si Sasori gak cinta kok ma Naru. Tapi gak tau juga kalo Naru nrima lamarannya hahahaha
Hapuswah bagus
BalasHapusmoga moga ama sasuke yaw
karin gmana kabar'y ???
Hiyaaaa.....
BalasHapus