.
.
.
.
Disclamer : Naruto isn't mine. It's belong to the mangaka.
Genre : Anything you feel.
Rate : Still T
Warning : GS, OOC, Typo, etc. Don't like don't read. Simple isn't it?
.
.
.
.
.
Hey
karena kau tidak memilihku jadi aku juga tidak akan memilihmu. Aku juga
berhak bahagia dengan memilih orang lain. Orang lain yang akan
memilihku apapun yang terjadi. Memilihku untuk berada didalam masa
depannya.
.
.
.
.
.
"Sasuke!."
Teriak gadis berambut pirang itu dengan kencangnya. Membuat semua orang
yang ada ditempat itu menoleh padanya. Gadis pirang itu berlari ketempat
kekasihnya. Namun siapa sangka kecerobohannya membuat kakinya terselip
dan terjungkal kedepan. "Uwahhh!."
Sasuke dengan sigap menangkap tubuh kekasihnya itu. Ia tau betul sikap hiper aktif dan kecerobohan gadisnya.
"Aish, dasar Dobe, sudah kubilang hati-hati."
"Ehehehehe."
Gadis itu hanya menampilkan senyum tanpa dosanya pada Ssasuke yang kini
sudah menghela nafas. "Ne, ayo kita pergi kencan, hari ini ada film
baru yang keluar." Ajak Naruto.
"Maaf aku tidak bisa." Kata Sasuke. Naruto menggembungkan pipinya tanda ia sedang kesal sekarang.
"Padahal
aku ingin mengajakmu kencan karena sudah lama kita tidak kencan
berdua." Katanya dengan
kesal. Ia mengerucutkan bibirnya.
"Gomen
ne, hari ini aku ada acara keluarga. Jadi aku tidak bisa pergi
denganmu."Ucap Sasuke sambil tersenyum. Ia mengelus sutai pirang
kekasihnya itu dengan lembut. "Lain kali saja bagaimana? Atau kubelikan
DVDnya biar kita bisa nonton berdua, kau mau?."
"Tidak." Tolak Naruto. "Lain kali saja kita pergi bersama ne."
Sasuke mengangguk. "Baiklah kalau begitu." Ia kemudian mencium kening Naruto. "Bagaiman kalau kuantar pulang?."
"Tidak usah, aku bisa pulang dengan Hinata-chan dan Sakura-chan. Lagipula aku ingin ke toko buku sebentar."
"Baiklah kalau begitu. Sesampainya dirumah aku akan menelponmu." Sasuke pun berjalan meninggalkan Naruto.
"Jaa
ne." Naruto melambaikan tangannya pada sang kekasih hingga pemuda itu
menjauh. Senyuman yang sejak tadi tersungging di bibirnya kini meredup.
Ia menatap sendu punggung pantat ayam itu.
'Sampai kapan kau akan membohongiku Teme? Sampai kapan kau akan mempermainkanku?.'
Don't you know that I love you
But why it's so hurt inside?
Why does you do this to me?
Sasuke
mengendarai mobil sport hitamnya ke daerah Harajuku. Tempat anak muda
sekarang menghabiskan waktu luangnya walau hanya sekedar duduk-duduk dan
melihat orang berlalu lalang disana.
Lho? Bukannya dia ada acara keluarga ya? Kok malah ke Harajuku?
Ia
menghentikan mobilnya di depan sebuah kafe tempat biasanya ia
menghabiskan waktu. Ia turun dari mobilnya dan masuk kedalam kafe itu.
Ia menengok ke kanan dan ke kiri. Mencari sesuatu yang penting baginya.
"Ah
itu dia!." Katanya saat melihat seorang wanita cantik berambut dan
berkacamata merah sedang menikmati minumannya. Ia langsung tersenyum dan
menghampiri wanita cantik itu.
"Sudah lama baby?."
Gadis itu mendongak. "Tidak."
Sasuke
mengecup bibir gadis itu lalu duduk di depannya. Karin namanya, gadis
yang diperkenalkan orangtuanya 3 bulan lalu. Gadis yang membuatnya lupa
terhadap keberadaan kekasihnya, Naruto. Gadis itu adalah putri dari
keluarga rekanan bisnis ayahnya.
"Ayo. Orang tua kita sudah
menunggu." Sasuke mengjak wanita itu pergi. Wanita itupun menurut saat
Sasuke menggandeng tangannya dengan mesra. Wajahnya terlihat bersemu
kemerahan.
Mereka berjalan menuju mobil Sasuke yang terparkir
didepan café itu. Sasuke membukakan pintu untuk wanita berambut merah
itu. Setelah itu mereka berdua pergi tanpa menyadari ada seorang gadis
pirang yang menatap miris kearah keduanya. Ia kemudian berbalik kemudian
menjauh dari tempat itu.
You won't choosing me, are you?.
And I know that.
But I won't give up, I don't wanna give up.
"Naruto tinggalkan Sasuke, dia sudah mengkhianatimu."
Naruto hanya tersenyum.
"Na-naruto-chan, ha-hari ini aku melihat Sa-sasuke kun . . ."
"Naruto yang sabar ya."
Naruto kembali tersenyum. Ia tau, ia tau kebenarannya.
Tapi hatinya selalu memaksanya berbohong.
Hatinya selalu berbohong kalo Sasuke masih miliknya, hanya miliknya.
Ia
memandang kegelapan langit malam dari jendela kamarnya. Airmatanya
menetes tanpa ia sadari. Ia berusaha menguatkan dirinya. Benar, dia
adalah wanita yang kuat. Dia akan bisa melalui ini. Dia sudah pernah
merasakan yang lebih buruk dari ini.
Tapi ia sungguh tidak kuat
lagi. Dia sudah lelah. Dalam hati ia selalu bertanya kapan Uchiha bungsu
itu akan mengakhiri semuanya. Semua kesakitan yang kini dirasakannya.
Ia memeluk selimutnya. Mencari sedikit kehangatan di tengah malam yang dingin ini.
I'm breaking
How could you do this to me.
It's hurt, it's hurt so much that I can't bear it
"Dobe."
Naruto menoleh, kini Sasuke sudah berdiri disebelah mejanya.
"Hmm?."
"Ayo kencan." Ajaknya.
"Sekarang?."
"Hn."
". . ." Naruto berpikir. "Gomen, hari ini aku tak bisa, aku harus kerja part time."
Bohong
Naruto
berbohong. Ia hanya ingin memastikan tanggapan pantat ayam itu. Mungkin
ini saat yang tepat untuk menentukan pilihan. Saat yang tepat untuk
mulai menjauhi pantat ayam ini.
"Hn."
Sasuke berlalu pergi.
Naruto tersenyum pahit, sejenak ia berharap Sasuke akan kembali dan
memaksa untuk berkencan seperti dulu. Tapi tidak, itu tidak terjadi
lagi. Naruto menyadarinya.
Ini menguatkan keputusannya.
Ya, mau tidak mau ia harus mengakui.
Uchiha Sasuke bukan lagi miliknya.
Would you happy without me?
Would you happy if I'm disappear?
Tell me.
"Jadi kapan kalian akan bertunangan?." Tanya Mikoto, ibu Sasuke.
"Terserah bibi saja." Jawab Karin malu-malu.
"Bagaimana Fugaku?."
"Hn."
"Sasuke?."
"Hn."
"Aish, anak dan ayah ini benar-benar membuatku kesal. Sudahlah jangan pikirkan dua laki-laki
ini. Aku akan akan mengatur semuanya."
Kedua
belah pihak sepakat untuk melaksanakan pesta pertunangan setelah Sasuke
dan Karin lulus SMA nanti dan menikahkan mereka setelah keduanya lulus
kuliah. Kedua keluarga itu berbincang-bincang akrab membicarakan masa
depan anak-anak mereka. Sasuke meninggalkan ruang tengah itu. Karin
melihat sekilas calon tunangannya itu tanpa berniat mengejarnya.
Sasuke
berjalan menuju taman rumahnya yang luas. Taman bergaya jepang lengkap
dengan kolam ikan koi dan jalan berbatunya yang indah. Ia berhenti di
tepi kolam itu. Sejenak dia terdiam, kemudian ia mendongakkan kepalanya
menatap langit yang dipenuhi bintang. Malam ini adalah malam bulan
purnama sehingga langit tidak terlalu pekat.
'Dobe.'
'Karin.'
'Dobe.'
'Karin.'
'Dobe.'
'Karin.'
Gadis
pirang itu kini menguasai pikirannya.
Apa yang harus dia lakukan? Disatu sisi dia
mencintai Karin tapi disisi lain dia tidak bisa melepaskan Naruto. Gadis
itu sudah mengisi hari-harinya selama 2 tahun. Tidak mudah untuk
menghilangkannya. Dia bersalah pada Naruto karena telah menduakan gadis
itu tapi dia tidak bisa menolak Karin yang begitu mempesona. Gadis itu
memiliki semua yang dia inginkan. Dia memiliki semua yang tidak dimiliki
Naruto.
Hatinya tidak bisa memilih. Dia mencintai kedua gadis itu. Tapi jika terus begini dia akan menyakiti keduanya.
Egoiskah?
Salahkan pada dewa cinta yang mempertemukannya dengan Karin saat dia bersama dengan Naruto.
This is confusing
There is no way to turning back.
There is no way again
Sasuke
melangkahkan kakinya ke ruang kelas Naruto. Disana dia melihat Naruto
sedang bercanda gurau dengan Sakura dan Hinata. Ia langsung menghampiri
meja Naruto.
"Naruto, ikut aku. Aku ingin bicara."
'Inikah saatnya?.' Pikir Naruto.
"Baiklah."
Naruto mengikuti kedua sahabatnya yang kini menatapnya sedih.
Mereka berjala menuju atap sekolah. Kini mereka sudah berdiri berhadap-hadapan.
"Naruto, maafkan aku."
"Hmm."
Hanya reaksi dingin itu yang keluar dari gadis pirang yang dijuluki
gadis matahari oleh teman-temannya karena sifat cerianya yang terkadang
melewati batas.
"A-aku bersalah padamu. Aku tahu aku jahat tapi
aku tidak bisa menahannya." Ucap pemuda raven itu.
"Aku . . . aku ingin
kita putus."
Perkataan Sasuke bagaikan sebuah belati yang menusuk
tajam ke jantungnya. Untuk sesaat seolah ia lupa untuk bernafas. Meski
ia sudah tau tapi tetap saja rasanya sangat sakit mendengarnya secara
langsung.
"Baiklah." Ucap Naruto dingin.
Naruto ingin
menangis, tapi tidak. Ia tidak akan menghancurkan harga dirinya di depan
Sasuke. Ia tidak memiliki apapun selain harga diri yang kini melekat
didirinya. Ia tidak mau menjadi wanita yang mengemis cinta. Ia akan
menjadi wanita kuat dan terhormat yang menjunjung tinggi harga diri dan
martabatnya sebagai seorang wanita.
'Pada akhirnya kau tidak memilihku. Ya?.' Katanya dalam hati.
"Naruto." Sasuke memeluk Naruto dengan erat. "Maaf. Maaf. Maafkan aku. Biarkan aku memelukmu untuk terakhir kalinya."
Naruto hanya terdiam. Pandangannya terlihat kosong. Dengan sekuat tenaga ia menahan air matanya yang siap menetes kapan saja.
Tidak
lama setelah itu ia melepaskan pelukan mantan kekasihnya. Ia
meninggalkan Sasuke yang masih terpaku di tempat itu. Ia meraih kenop
pintu atap itu. Ia kemudian berbalik menatap Sasuke sesaat.
"Oh
ya, selamat ya. Gadis berambut merah itu cantik. Cocok denganmu." Naruto
tersenyum pahit. Ia dapat melihat Sasuke yang kini tampak membulatkan
matanya.
'Kaget ya?. Aku sudah tau semuanya.'
Ia kemudian
menutup itu dan berjalan menuruni tangga menuju ruang kelasnya. Disana
dia sudah ditunggu oleh kedua sahabatnya. Naruto menagis sejadi-jadinya
di pelukan sahabatnya. Hinata mencoba menenangkan sahabatnya itu
sedangkan Sakura mengepalkan tangannya mencoba mengeluarkan emosinya.
Sementara itu Sasuke masih terpaku. Tubuhnya terperosok jatuh. Terduduk diatas lantai yang dingin itu.
Sakitkah?
Sakit sekali. Dadanya terasa sakit sekali. Naruto benar-benar menohoknya.
Bagaimana
bisa gadis itu bertahan setelah ia tau Sasuke telah mengkhianatinya?.
Berapa banyak kesakitan yang tanpa sadar telah ia berikan pada gadis
itu?.
There no way to turning back now.
It's over.
It's already over now.
Sejak
saat itu Naruto selalu menghindari Sasuke dan kalaupun bertemu gadis
itu akan berpura-pura tidak melihatnya. Setiap mata mereka bertemu,
Naruto langsung memalingkan wajahnya. Sasuke sangat sedih dengan sikap
dingin Naruto padanya. Bagaimanapun mereka pernah bersama selama 2 tahun
bukan?.
Para sahabatnyapun selalu menemaninya kemanapun ia pergi.
Menjadi bodyguard setia gadis itu. Mereka cemas terhadap Naruto. Meski
gadis itu masih tertawa dan tersenyum ceria seperti biasa tapi mereka
tau Naruto sedih. Entah sejak kapan Naruto mulai memasang senyum palsu
di wajahnya.
Sasuke yang merasakan perubahan Narutopun merasa bersalah. Dialah yang menyebabkan gadis itu berubah.
Dadanya terasa sesak tiap kali ia melihat gadis itu.
Amarah menguasainya saat gadis itu tertawa lepas persama orang lain.
Tangannya mengepal saat melihat pundak gadisnya dirangkul pemuda llain.
Gadisnya?
Tunggu dulu
Usuratonkachi sudah bukan miliknya.
Gadis itu sudah bukan Dobenya.
Tidak ada lagi Teme dan Dobe
Yang ada hanya Uchiha-san dan Namikaze-san.
Tapi kenapa dadanya sesak tiap kali ia memikirkan gadis itu?
Apakah ini artinya gadis itu masih menggenggam hatinya?
Lalu Karin? Lalu apa yang ia rasakan terhadap gadis merah itu?
"Hey,
kudengar Uchiha dan Naru-chan sudah putus lo." Kata seorang siswa yang
selalu memakai jump suit berwarna hijau dengan gaya rambut mirip jamur.
"Benarkah?
Berarti aku punya kesempatan." Kata pemuda lain yang memiliki tato
segitiga terbalik di kedua pipinya yang kini sedang membasuh tangannya
diwastafel. "Kau taukan aku sudah naksir Naruto sejak masuk sekolah ini
Lee."
"Kalau begitu Semangat! Anak muda harus selalu bersemangat
Kiba." Kata pemuda yang dipanggil Lee itu sambil mengangkat tangannya ke
udara.
"Yosh! Sudah kuputuskan. Aku akan nembak Naru-chan hari ini juga." Katanya semangat.
Setelah
selesai mereka pun keluar dari toilet tanpa sadar ada seorang pemuda
raven yang berada di dalam salah satu bilik itu sedang mengepalkan
tangannya karena marah.
Whose fault? Me, you or her?
It's your fault
It's too late now
"Naruto-chan, kau baik-baik saja?."
"Um.
Hekii." Kata Naruto sambil mengangguk. "Cuma aku agak lapar ehehehehe.
Bagaimana kalau pulang sekolah kita ke Ichiraku ramen?." Kata Naruto
ceria sembari mengangkat jari telunjuknya.
"Benar Naruto, hum! Anak muda harus selalu semangat!." Kata Lee. Lagi-lagi ia menunjukkan posisi siap tempurnya.
"Mendokusai."
"Ish,
dasar pemalas." Kata Kiba. Beberapa hari lalu, pemuda berambut coklat
ini (bener coklat nggak ya?) dengan berani –er- lebih tepatnya tak tahu
malu menyatakan perasaannnya pada Naruto didepan sahabat-sahabatnya.
Pemuda itu memang sudah ditolak oleh Naruto tapi mereka akhirnya bisa
berteman dekat seperti sekarang.
"Diamlah anak anjing. Suara jelekmu membuat kepalaku pusing"
"Apa kau bilang?."
"Anak anjing."
"Kepala nanas." Kata Kiba menjawab ejekan Shikamaru.
"Anjing buluk."
"Nanas busuk."
"Kau!."
"Apa!."
Mereka
semua tertawa terbahak-bahak melihat pertengkaran bodoh antara dua
orang pemuda itu. Semua orang terlihat sangat senag saat itu. Tapi hanya
satu orang yang memandang gadis pirang itu dengan sedih.
'Seharusnya aku yang ada disampingmu. Seharusnya hanya aku yang bisa membuatmu tertawa lepas seperti itu.'
Hari
berganti hari, bulan berganti bulan. Tidak terasa saat kelulusanpun
tiba. Sasuke sudah duduk di kursi para peserta wisuda dengan tenang.
Matanya melirik kesana kemari melirik kesana kemari. Mencari sesosok
gadis berambut pirang namun tidak juga di temukannya.
'Apa Naruto kesiangan ya?.Ck dasar Dobe.'
Sasuke
mengira Naruto terlambat. Namun sampai acara dimulaipun, gadis itu
tidak Nampak batang hidungnya. Kemudian diumumkanlah siswa-siswa
berprestasi sekolah itu.
Nara Shikamaru dan Uchiha Sasuke
menempati posisi 1. Oh well, siapa sih yang bisa mengalahkan orang
dengan IQ lebih dari 200? Sekalipun orang itu pemalas seperti
Shikamaru?. Sasuke Uchiha? Tentu tidak akan ada yang meragukan
kejeniusan otaknya bukan?.
Peringkat kedua di tempati oleh Hyuuga Neji, itu mah sudah biasa
Tapi
membuat para peserta kaget adalah nama Namikaze Naruto yang disebut
sebagai peringkat ketiga mengalahkan Tenten yang biasanya memperoleh
tempat itu.
Hingga sampai acara itu selesaipun Naruto tidak terus
melirik ke tempat duduk bahkan saat piagamnya diserahkan oleh kepala
sekolah.
Sepulang dari acara itu, Sasuke berniat menghampiri apartemen gadis itu.
Tok Tok Tok
Seberapa banyakpun ia mengetuk pintu, tetap tidak ada yang menjawab.
"Kau
mencari Naru-chan?." Tanya seorang pria dari apartemen sebelah. Namanya
Umino Iruka, seorang pria berusia 25 tahun, ia memiliki sebuah bekas
luka melintang melewati pangkal hidungnya. "Kau terlambat, dua hari yang
lalu Naru-chan sudah pindah."
Deg!
"Dia tidak memberitahumu?." Tanyanya lagi.
". . ." Sasuke dengan cepat menggeleng.
"Katanya ia pindah untuk meneruskan kuliahnya di kota lain."
Setelah mendengar penjelasan Iruka, Sasuke langsung pergi dari gedung apartemen itu.
Sejak
saat itu Sasuke tidak bisa menemukan Naruto. Seolah gadis itu hilang
ditelan bumi. Saat Sasuke menanyakan kepada para sahabat gadis itupun
mereka enggan memberitahunya. Tidak ada yang mau memberitahukan
keberadaan gadis itu padanya.
Menyesal?.
Bukankah ini yang kau inginkan?.
Bukannya kau sudah memilih Karin?
Tapi kenapa perasaanmu terasa sesak dan sakit?
Apakah itu artinya Naruto masih menggenggam erat hatimu?
Regret
Always coming late
Why don't you realize it before?
-5 tahun kemudian-
"Ck,
hentikan wajahmu yang cemberut itu atau aku akan menyerangmu disini
juga." Kata pria berambut merah itu kepada wanita yang kini berada
dipelukannya. Siapa yang tidak marah coba, jika saat malam hari kau
masih menikmati bulan madumu di pulau Bali nan eksotis tapi tiba-tiba
saat kau bangun pagi harinya kau sudah berada di sebuah apartemen mewah
yang tidak kau ketahui.
Kaget?. Iya.
Takut?. Sudah jelaskan.
"Panda
mesum." Wanita itu mencubit pinggang pria itu. Gaara meringis
kesakitan. "Awas ya kalau kau berani macam-macam. Akan kuadukan sama
Temari-nee dan Kankuro-nii. Tidak tau apa badanku masih sakit gara-gara
se-." Gadis cepat-cepat menutup mulutnya saat menyadari ia salah bicara.
'Gawat, bisa-bisa panda mesum ini menyerangku disini.'
"Ow,
sebegitu hebatkah aku?." Pria panda itu semakin menyeringai lebar saat
melihat wajah merah padam sang istri. Benar, mereka menikah 3 bulan
lalu. Tapi karena kesibukan keduanya, mereka baru melakukan bulan madu
seminggu yang lalu. Wanita itu memakluminya. Biar bagaimanapun suaminya
adalah pewaris utama perusahaan keluarganya. Temari-nee mengikuti
suaminya, sedang Kankuro-nii sama sekali tidak tertarik dengan dunia
bisnis. Ia lebih tertarik dengan dunia seni peran dan menyerahkan
posisinya sebagai penerus perusahaan kepada Gaara yang memang berambisi
untuk meneruskan posisi ayahnya.
Pria panda itu terus mengumbar senyumnya, sesuatu yang sangat jarang dilakukannya, membuat wanita itu kesal dan melangkah pergi.
"Naruto!." Pria merah itu memeluk pinggang rampingnya dengan erat dari belakang. "Kau mau kemana?."
"Aish,
lepas." Katanya sambil melepaskan pelukan sang suami. "Aku harus
menyiapkan sarapan kan?. Hari ini kau harus ke kantor. Kan?. Aku ingin
cepat-cepat pulang ke rumah kita."
Panda merah itu tersenyum.
"Gomen ne, aku akan berusaha. Secepatnya kita akan pergi dari kota ini
dan kembali ke Suna."Ia mengelus surai pirang istrinya dengan lembut.
"Gaara." Naruto berbalik memeluk suaminya. "Arigatou."
Betapa
ia sangat bahagia saat ini. Tidak pernah terbayangkan bahwa ia bisa
mencintai orang lain lagi setelah ia terluka sangat dalam. Ia selalu
berdoa dalam hati agar kebahagiaan ini tidak pernah hilang.
Are you happy now?
Yes you are happy now
You deserve to it.
"Mau kemana kau!."
"Terserah aku."
"Kau!."
"Apa!."
Mereka
selalu saja bertengkar sejak mereka menikah 2 tahun lalu. Entah kemana
rasa cinta dan sayang saat mereka berpacaran dulu. Entah keman kemesraan
yang dulu melingkupi mereka. Tidak ada lagi kata-kata sayang dan cinta
yang dulu selalu mereka ikrarkan. Hanya ada makian dan pertengkaran
setiap mereka bertemu.
"Huweeeeeeeeee, Kaa-chan, Tou-chan." Tangis seorang bayi berambut merah yang baru berumur 1 tahun itu.
"Urus anakmu itu!. Jangan setiap hari keluyuran tidak jelas!"
"Kalau
aku yang mengurusnya sendiri, buat apa aku membayar Babysitter hah!."
Wanita berambut merah itu tidak mau mengalah. Tanpa menggubris sang
suami, perempuan itu langsung menyambar tas dan kunci mobilnya. Ia
langsung pergi meninggalkan suaminya.
"Ck." Sasuke menggebrak meja
didepannya. "Akan kubuat kau menyesal Uchiha Karin . . . tidak -
Uzumaki Karin." Katanya dengan pandangan membunuh.
Karin melajukan
kendaraannya ke sebuah kafe kecil di pinggir ia berhenti di sebuah kafe
kecil di pinggir jalan. Gadis itu melangkah dengan anggun kedalam café
kecil itu. Ia memang berniat menemui seseorang. Matanya mencari-cari
kesudut kafe itu hingga akhirnya ia menemukan sosok pria itu.
Kekasihnya.
"Suigetsu." melangkah mendekati meja itu sambil tersenyum lebar. "Maaf, aku lama ya?. Ada sedikit masalah.'
"Tidak apa-apa."
Mereka pun berbincang-bincang dengan senangnya dan sesekali pria itu mengecup wanita yang dicintainya.
Di
rumah Uchiha bungsu, seorang pria berbadan besar dan berambut orange
menyerahkan sebuah amplop besar kepada Uchiha bungsu itu.
"Ini yang ada minta Sasuke-sama."
"Terimakasih Juugo, kau memang selalu bisa kuandalkan." Katanya sambil menyeringai.
Pria itu membungkuk hormat kemudian melangkah pergi.
Sasuke membuka amplop itu dan menarik isinya keluar. Setelah melihatnya iapun menyeringai.
'Tamat riwayatmu Uzumaki Karin. Berani sekali kau mengkhianati Uchiha.'
Sasuke langsung menyambar kunci mobil pribadinya dan pergi.
It's your life now
Could you be happier than this?
Oh yeah, you could.
Naruto
sedang berjalan-jalan di daerah pertokoan Konoha. Akhirnya ia berhasil
keluar dari apartemennya setelah 2 hari terkurung disana karena Gaara
tidak mengijinkannya jalan-jalan keluar namun jangan panggil dia Naruto
jika dia tidak bisa mendapatkan keinginannya. Sesekali ia berhenti di
depan sebuah toko dan tersenyum saat melihat isi toko yang lucu itu
"Kurenai-san,
Shizune-san, lihat deh boneka itu lucu sekali kan." Katanya sambil
menunjuk salah satu boneke rubah besar berwarna orange.
"Ah iya lucu sekali. Tapi lebih lucu boneka babi disebelahnya." Kata Shizune dengan mata berbinar-binar.
"Apakah nyonya menginginkannya?." Tanya Kurenai.
Naruto
mengangguk. "Tapi aku ingin Gaara yang membelikannya untukku." Jawabnya
dengan tersenyum lebar. Naruto menunduk memandangi perutnya kemudian
mengusapnya degan lembut.
-Flashback-
Pagi tadi, Naruto berhasil membujuk Gaara yang sangat protektif padanya untuk mengijinkannya jalan-jalan.
"Ayolah panda, sudah 5 tahun aku tidak melihat kota ini." Katanya sambil bergelayut manja dilengan suaminya.
"Tidak!." Tolaknya tegas.
"Ayolah, Gaa-chan." Katanya dengan suara yang manis dan menggoda.
"Tidak."
"Panda. . ." Rengeknya
"Tidak."
Kesabaran
Naruto habis sudah saat suaminya menolak dengan tegas permintaannya. Ia
tau Gaara sebenarnya hanya khawatir padanya karena tidak mau kejadian
penculikan 2 tahun lalu terulang lagi tapi ini sudah keterlaluan. Ia
sudah sangat bosan terkurung di apartemen mewah ini.
"Baik kalau begitu. Tidak ada jatah selama sebulan untukmu." Ia melepaskan lengan Gaara.
"Apa?! Tidak bisa begitu dong."
"Kenapa tidak?!." Jawab Naruto tidak mau kalah.
"Kitsune baby."
". . . " Naruto hanya melengos. Memalingkan wajahnya yang kesal. Masa bodoh, ia tau Gaara tidak akan rela jatahnya dipotong.
" Ck baiklah tapi kau harus membawa Kurenai dan Shizune."
Naruto hanya menggangguk dengan lalu mengecup bibir suaminya dengan sekilas. "Arigato, You're the best Panda."
Naruto
langsung berlari kekamar untuk bersiap-siap. Dengan setia Kurenai dan
Shizune mengikutinya. Mereka berdua adalah bodyguard wanita yang
dipekerjakan Gaara untuk menjaga keselamatan sang istri. Keluarga Sabaku
adalah keluarga yang terpandang di Suna. Kekayaan mereka pun melimpah
jadi tidak heran jika banyak orang yang mengincar anggota keluarga itu
untuk mencari keuntungan.
Naruto berjalan dengan riang dengan
Kurenai dan Shizune berjalan disampingnya. Tapi tiba-tiba dia merasa
pusing dan oleng untunglah ada Kurenai yang dengan sigap menangkap
tubuhnya. Karena khawatir, kedua orang itupun membawanya ke klinik
terdekat.
Disana mereka mendengarkan penjelasan yang diberikan dokter dengan wajah yang terlihat senang.
-Flashback End-
Naruto
kembali memperhatikan toko perlengkapan bayi dan boneka itu dengan
senang. Ia sudah membayangkan bagaimana wajah Gaara nanti kalau ia
mengatakan berita ini.
"Naruto."
Naruto menoleh saat
mendengar namanya dipanggil. Senyum yang sedari tadi menghiasi wajahnya
menghilang ketika ia melihat siapa yang memanggilnya. Sesosok pria raven
sedang berdiri di sampingnya dengan gagah. Pria yang sangat tidak ingin
ditemuinya lagi.
"Sasuke."
This is a crossroad.
This is the time you have to face it.
Can you choose?
Mereka
duduk disebuah bangku taman dengan Sasuke di sisi satunya dan Naruto
disisi lainnya. Membuat jarak yang lumayan luas diantara mereka dan
Shizune mengambil jarak dengan kedua orang itu agar mereka bisa bicara
bebas.
"Lama tak bertemu ya. Bagaima kabarmu?." Tanya Sasuke berusaha membuka percakapan.
"Seperti yang kau lihat aku baik-baik saja."
"Kau kemana saja? Aku mencarimu kemana-mana. Kau tau. Aku hampir gila karenamu."
"Aku ke Suna." Ucapnya menoleh kearah Sasuke. "Bukannkah kau tau cita-citaku?."
" . . ."
Cita-cita Naruto adalah menjadi desainer. Naruto pernah menceritakan itu pada Sasuke.
"Sebelum kelulusan, aku menerima surat beasiswa penuh di Universitas Suna."
"Apa kau berhasil."
Naruto tersenyum. "Menurutmu?."
" . . ."
"Ah, kudengar kau sudah menikah. Selamat ya. Maaf aku tidak hadir di pernikahanmu."
Sasuke
mengepalkan tangannya. Pernikahan, ya karena pernikahan ini di
menderita. Dia sudah bertekad akan menyelesaikan masalah ini secepatnya.
"Sasuke?." Naruto menyadari perubahan mimik wajah Sasuke.
". . ."
" . . ."
"Kembalilah."
Naruto menoleh kearah Sasuke. Dia tampak terkejut.
"Kembalilah padaku. Kumohon, Maafkan aku Naruto. Aku tidak bisa hidup tanpamu."
" . . ."
"Naruto. . ."
"Gomen ne."
"Naruto."
"Kau tau, jika kau mengatakan itu 5 tahun lalu. Mungkin aku akan kembali padamu. Tapi sekarang aku tidak bisa."
"Tidak,
jangan katakan itu Dobe. Aku tau kau masih mencintaiku." Kata Sasuke.
Ia mencengkram pundak Naruto. "Kembalilah padaku dan kita akan hidup
bahagia berdua. Aku jamin aku akan membahagiakanmu."
"Gomen. Aku
tidak bisa." Naruto melepaskan tangan Sasuke dari pundaknya. Ia kemudian
mengangkat tangan kirinya. "Kau tau apa ini?."
Sasuke tampak
terkejut saat melihat sebuah cincin platina melingkar di jari manis
Naruto. "Kau tau? Saat aku meninggalkan kota ini aku berpikir tidak akan
bisa mencintai orang lain seperti aku mencintaimu. Aku bahkan sempat
meragukan apa itu cinta"
Sasuke menahan nafasnya. Ia menanti kata selanjutnya dari Naruto.
"Tapi
aku salah." Ucap Naruto dengan penuh ketegasan. Ia lalu tersenyum.
Tersenyum penuh kebahagiaan. "Aku bertemu orang lain yang membuatku
jatuh cinta. Orang itu sudah menyembuhkan luka hatiku. Orang yang
kucintai dengan cinta yang jauh lebih besar dari cinta yang kupunya
untukmu. Maafkan aku. Dulu kau tidak memilihku didalam masa depanmu,
maka sekarang aku tidak akan memilihmu untuk berada didalam masa
depanku. Aku berhak bahagia dengan memilih orang lain dan aku sudah
memiliki orang itu."
Wajah Sasuke tampak penuh dengan penyesalan.
Kalau saja dulu dia memilih gadis yang ada disampingnya ini. Mungkin
hidupnya akan jauh lebih bahagia dari sekarang.
"Omedeto kau telah menemukan belahan jiwamu yang sesungguhnya."
Naruto tersenyum.
Don't be fooled by the fake love.
Because once you got wrong turn
You can never comeback
Gaara buru-buru pulang ke apartemennya begitu mendengar dari Kurenai kalau istrinya pingsan.
"Naruto."
Naruto
tersenyum lebar saat melihat sang suami. Ia segera menghampirinya dan
mengalungkan lengan kecilnya keleher sang suami. Ia segera mencium pipi
kiri Gaara.
"Kau tidak apa-apa? Kau pingsan? Ada yang sakit?. Tidak, kita harus ke dokter."
Naruto
hanya tersenyum lebar ketika melihat kelakuan aneh suaminya. Gaara
terlihat begitu panik dengan keadaannya. Ia tidak salah memilih Gaara.
Ia pasti akan bahagia bersama Gaara.
" Ano ne." Naruto melepaskan
pelukannya. "Kau tau hari ini aku senang sekali. Aku tadi melihat boneka
rubah besar dan aku sangat menginginkannya."
"Eh?." Gaara terlihat semakin tersenyum lebar.
"Menurutmu bagaimana dengan baby?."
"Hah? Hmm, baby ya? Aku akan sangat senang sekali jika aku bisa dapat baby secepatnya."
"Benarkah?."
Senyum Naruto makin merekah. Ia langsung mengambil tangan kanan Gaara
dan meletakkannya diatas perutnya. "Apa kau merasakannya?."
". .
." Gaara terdiam sebentar, otaknya masih tidak mengerti apa yang
dilakukan Naruto. Sedetik kemudian matanya melebar. Ia langsung
mengangkat wajahnya untuk melihat wajah Naruto. "Benarkah?."
Naruto mengangguk. "Sudah 4 minggu."
Gaara
langsung memeluk istri tercintanya itu dengan penuh kasih sayang.
Berulang kali ia mengucapkan kata cinta dan terimakasih pada istrinya.
No way that is wrong
No tears that useless
It's just your point of view
Beberapa bulan kemudian.
Sasuke
melayangkan gugatan cerai pada istrinya Karin. Awalnya keluarga Sasuke
menentang keinginannya. Namun setelah Sasuke memberitahukan alasannya,
mereka berbalik mendukungnya. Sasuke memiliki bukti tentang
perselingkuhan Karin dengan seorang pelukis jalanan bernama Suigetsu.
Entah harus senang atau marah saat ia juga mengetahui bahwa Akari, anak
yang diasuhnya selama ini, adalah anak hasil perselingkuhan Karin. Karin
dan Suigetsu bertemu saat mereka sama-sama kuliah. Wanita itu langsung
jatuh hati padanya meski saat itu dia masih berstatus sebagai tunangan
Uchiha Sasuke.
Saat keluarga Uzumaki mengetahui kelakuan Karin.
Wanita itu langsung diusir karena dianggap mencemarkan nama baik
keluarga dan membuat hubungan dua keluarga itu merenggang. Ia tidak lagi
berhak menyandang nama Uzumaki dibelakang namanya. Kabar terakhir
menyebutkan bahwa Suigetsu membawa lari Karin beserta anaknya keluar
negeri karena merasa keselamatan mereka terancam.
-Kota Suna-
Pagi
ini Naruto duduk di kursi taman. Ia sedang menggendong seorang baby
berambut orange yang dibalut selimut berwarna biru. Bayi yang baru lahir
seminggu lalu. Bayi itu diberi nama Sabaku no Kyuubi karena saat
mengandungnya, sang ibu selalu menginginkan boneka rubah berwarna
orange.
Bayi lucu itu menggeliat digendongan ibunya ketika
merasakan kehangatan sinar matahari pagi menerpa tubuh mungilnya. Naruto
sangat bahagia saat ini.
Bahagia karna ia memiliki suami yang sangat baik.
Bahagia karena rumah tangganya sempurna setelah kelahiran Kyuubi.
Tak henti-hentinya ia bersyukur dan berterima kasih.
"Naruto."
Naruto
menoleh pada Gaara yang berjalan mendekatinya. Pria merah itu duduk
disebelahnya. Ia langsung menyandarkan kepalanya dipundak gaara.
"Terimakasih karena telah membuatku bahagia."
Gaara hanya tersenyum. "Terimakasih karena telah memberiku keluarga yang utuh." Katanya sambil mengecup puncak kepala Naruto.
Your happiness is something that you can choose.
There is always a path you can walk to.
Life is only a matter of choose.
.
.
.
~The End~
.
.
.
Hidup benar2 pilihan, kita yg. Menentukan.
BalasHapusKEREN
saya hanya ingin mengatakan bahwa kehidupan yang sebenarnya tidak akan pernah seperti sinetron dimana pihak yang tersakiti akan selalu memaafkan dan menunggu pihak yang menyakiti
HapusRasain tuh sasuke..
BalasHapusLanvenderny lnjut dong..
ehehehe maaf membuat anda menunggu n thaks ya ^_^
Hapussuka yang here we end!!! lanjutin donk
BalasHapus