.
.
.
.
.
Disclamer : Semua udah pada tau, nggak usah
disebutin lagi ta. Naruto isn’t mine, but this story does.
Genre : Hurt, angst, just whatever
Rate
: T
Warning : GS. Don’t like Don’read.
Tidak
menerima flame, sumbangan dalam bentuk apapun.
Boleh
komplen tentang EYD.
.
.
.
Cast
Namikaze
Naruto
Sabaku
no Gaara
Uchiha
Sasuke
.
.
.
First of Treekuel
.
.
.
Summary:
3 tahun bukan yang sebentar untuk melupakanmu. Melupakan cinta dan sakitku. Kini
biarlah aku hidup tenang bersama orang orang –orang yang mencintaiku dan
kucintai.
.
.
.
.
.
3 tahun bukan waktu sebentar untuk melupakan
perasaan cinta atau apapun itu. Banyak hal yang terjadi dan banyak hal pula
yang berubah termasuk aku. Aku yang sekarang berbeda dengan yang dulu. Aku bukan
lagi gadis polos yang menangis karena patah hati. Aku bukan lagi gadis yang
menangis karena luka pengkhianatan. Tahun ini usiaku menginjak 28 tahun. Usia yang
dapat dibilang terlalu tua untuk bersikap manja seperti itu. Hari-hariku
berjalan dengan damai dan bahagia sampai aku bertemu lagi denganmu.
Dia, Sabaku Gaara, mantan suamiku. Seseorang yang pernah kucintai dengan sepenuh hatiku juga
seseorang yang pernah menghancurkan cintaku berkeping-keping. Seseorang yang
sangat sulit kulupakan hingga sekarang karena luka di hatiku yang masih
membekas. Setelah aku bisa sedikit melupakan sosoknya kini dengan seperti tanpa
dosa dia muncul di hadapanku kembali.
Dan sekarang disinilah aku, memandangi lautan
manusia dari balik jendela kaca tipis ini di temani suasana tegang ini
bersamamu. Sesekali aku menyesap coklat hangat yang kupesan untuk mengusir hawa
dingin. Meski sudah memasuki musim semi tapi tetap saja suhu udara masih terasa
dingin hingga bunga sakura yang biasanya sudah mekar masih enggan menampakan
kuncupnya. Lihatlah orang-orang berjalan di trotoar itu, mereka masih memakai
baju hangat meski sudah memasuki musim semi.
“Bagaimana kabarmu?.”
Lucu sekali, kau menanyakan sesuatu yang sudah jelas
di depan matamu. Apa kau bodoh? Apa kau tidak punya mata?
“Aku baik. Kau sendiri?.” Tanya ku sekedar untuk
kesopanan basa basi.
“Aku juga baik.” Ucapmu. Kau memandangku dengan
pandangan yang tak bisa kuartikan. Seolah kau . . .
Berharap?
Tidak, aku tidak akan terjatuh lagi untuk kedua
kalinya. Aku tidak akan berharap apapun padamu jika aku pada akhirnya yang
terluka. Aku sudah belajar dari pengalaman untuk tidak mempercayaimu.
“Baguslah.” Aku menyesap coklat hangat itu. Dapat
kurasakan pandangannya yang menuju ke arahku. Tidak berubah, begitu menusuk. Saat
aku mendongakkan kepalaku. Dia mengalihkan perhatiannya ke cangkir kopi yang
ada di depannya untuk menghindari tatapannya bertemu dengan milikku.
“Lalu . . .”
Aku memotong ucapanku. Kini ia kembali menatap lurus mata shapireku. Aku memberanikan
diri untuk bertanya padanya “Bagaimana dengan kalian? Sudah punya berapa anak?.”
Dia tampak terdiam lalu sedikit tertunduk. Apa aku
salah bicara? Rasanya tidak.
“Aku dan Sakura sudah berpisah, tidak lama setelah
kita bercerai.” Ia menghela nafas. Dapat kulihat ekspresinya yang terlihat
sendu. Gaara memandangku kembali lalu melanjutkan ceritanya. “Awalnya semua
berjalan sempurna, kami saling mencintai dan menyayangi. Aku melamarnya dan
berniat menikahinya saat ia mengatakan ia sedang mengandung. Tapi seiring
dengan berjalannya waktu, kami sering bertengkar. Semakin lama pertengkaran
kami makin intens. Kukira itu karena aku tidak punya waktu untuk selalu
bersamanya. Lalu aku berencana memperbaiki hubungan kami. Bagaimanapun ada anak
di antara kami. Aku pulang lebih awal dari kantor dan berniat mengajaknya makan
malam romantis. Tapi apa yang kulihat benar-benar di luar dugaanku. Aku melihatnya
bercumbu dengan sahabatku diatas ranjang kami. Aku juga mendengar bahwa anak
yang di kandungnya bukan anakku. Ternyata mereka berencana untuk merampas harta
keluargaku melalui anak itu. Aku kemudian mengusirnya dari rumah dan hatiku.” Cerita
Gaara padaku.
Aku tidak tau apa harus merasa senang atau kasian
padanya. Di satu sisi aku merasa kasian padanya karena aku tau dikhianati orang
yang sangat kita sayangi sangat menyakitkan. Tapi disisi lain aku senang karena
dia menerima balasan atas apa yang di perbuatnya. Dia merasakan apa yang
kurasakan saat aku memergokinya berselingkuh dengan Sakura, gadis yang sudah
kuanggap sebagai sahabat, dirumah kami, diatas ranjang kami.
Inikah yang disebut hukum karma?
Aku mengalihkan pandanganku keluar café tempat kami
duduk. Di sana ada sebuah mobil hitam yang sangat kukenal terparkir dibawah
pohon Sakura di depan café. Aku tersenyum.
“Aku menyesal Naruto. Sungguh. Setelah berpisah dari
Sakura, aku sadar bahwa tidak ada wanita yang mencintaiku sebaik dan setulus
dirimu. Selama 3 tahun ini aku mencari-carimu kemana-mana. Aku bertanya pada
Kyubi, tapi dia tidak mau mengatakan keberadaanmu padaku.” Ucapnya memelas. Aku
kembali memandang Gaara. Sungguh wajah Gaara saat ini akan membuat semua orang
merasa kasian. Hey, kau itu pewaris Sabaku yang kaya raya, wajah memelas sangat
tidak cocok untukmu Gaara. “Sungguh, jika seandainya ada kesempatan kedua
untukku. Aku tidak akan menyia-nyiakannya. Aku akan menjadi orang yang lebih
baik. Aku akan berusaha membahagiakanmu.”
Aku kembali menyesap coklat hangatku. Ingatan masa
lalu saat aku memergoki perselingkahan Gaara dan Sakura. Saat aku berusaha
mempertahankan rumah tanggaku meski akhirnya gagal mulai terputar di kepalaku
bagai sebuah film. Sungguh, masa-masa itu adalah masa-masa terburuk dalam
hidupku. Untunglah saat itu ada kakak dan keluargaku yang selalu mendukungnya
juga pertemuanku dengan orang itu.
“Kau tau Gaara, 3 tahun bukan waktu yang sebentar
untuk melupakan sebuah cinta apalagi jika cinta itu cinta yang menyakitkan. Jika
saja kau datang padaku 3 tahun lalu mungkin aku akan kembali padamu. Tapi sekarang
. . .” Aku bangun dari dudukku dan meletakkan beberapa lembar uang yang
sekiranya dapat membayar minumanku dan Gaara. Kembali pada Gaara adalah hal
yang tidak mungkin untukku sekarang. Aku sudah bahagia dan memiliki masa
depan yang cerah pula.
“. . . It’s already too late.”
Aku melangkah keluar dari café itu dan menghampiri
sebuah mobil sedan berwarna hitam yang sedari tadi menarik perhatianku. Saat aku
mendekat, seorang pria berambut raven dengan gaya rambut unik keluar dari mobil
itu dengan gagah. Ia melepas kaca mata hitam mahalnya saat aku berada di
depannya. Aku tersenyum padanya.
“Sudah puas selingkuhnya, nyonya Uchiha?.” Tanyanya.
Aku masih tersenyum manis pada pria tinggi di depanku ini.
“Belum puas, tapi karena tuan Uchiha ini terlihat
sangat-sangat menakutkan jadi nyonya Uchiha sedikit takut.”
“Nyonya Uchiha mulai nakal hmm? Apa tidak takut jika
tuan Uchiha marah dan menghukum mu?.”
“Kalau begitu hukum saja nyonya Uchiha yang nakal
ini.”
Kami berdua diam sejenak. Saling menatap lurus lalu
tersenyum. Dia, Sasuke Uchiha, suami yang kunikahi 2 tahun lalu menarikku ke
dalam pelukannya. Ia memelukku dengan erat, seolah takut aku akan pergi dan
menghilang darinya. Aku balik memeluknya dengan erat.
“Tadaima.”
“Okaeri, Yome-san.”
“Apa aku pergi terlalu lama?.” Tanyaku padanya. Aku menyentuh
pipinya dengan kedua tanganku.
“Tidak apa, asal kau kembali padaku.” Katanya. Aku dapat
melihat ada sedikit ketakutan dimatanya. Mungkinkah dia takut aku akan kembali
pada Gaara? Baka Teme, bagiku sekarang, kembali pada mantan suamiku adalah hal
yang tidak mungkin karena aku sudah memiliki dirimu dan . . .
“Mana Menma dan Yuki?.” Tanyaku padanya.
Ia menoleh ke arah mobil yang ada di belakangnya. Dari
jendela gelap itu, samar-samar aku melihat, dua orang balita berumur sekitar satu
tahun sedang tertidur dengan damai di kursi khusus balita.
Ah! Mereka malaikat-malaikat kebahagiaanku. Menma
adalah anak lelaki pertamaku yang lahir lebih dulu dari Imoutou-nya,Yuki. Kini usia
mereka sudah hampir 1 tahun.
Ironis bukan?
Aku di ceraikan karena suami pertamaku begitu mengidamkan keturunan dan
menganggap aku tidak bisa memberikannya. Tapi lihatlah sekarang, begitu menikah
dengan suamiku yang sekarang aku langsung di beri dua malaikat yang lucu-lucu
ini.
“Ayo kita segera pulang, anak-anak kita bisa sakit
kalau berada di sini lebih lama.”
“Hai’ hai’ nyonya Uchiha.”
Sasuke membukakan pintu mobil untukku. Kami segera
meninggalkan tempat ini dan menuju rumah kami.
Sungguh kebahagiaanku sudah lengkap sekarang.
Bolehkah aku berharap jika kebahagiaanku akan
bertahan sampai nafas terakhir dalam hidupku?
Egoiskah aku jika meminta kebahagiaan ini tidak hilang
di makan waktu?
.
.
.
-End-
.
.
.
From Fanpop.com |
.
.
.
.
Kasian juga sama panda boy, tapi namanya juga hukum karma. Kkekeke
BalasHapus