Tampilkan postingan dengan label Memories. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Memories. Tampilkan semua postingan

Minggu, 10 Agustus 2014

FF. Memories Chapter 6. Final Destination (End)




.

.

.

.

.

Title    : Memories

Disclaimer      : Naruto isn’t mine. The original chara is own by Masashi Kishimoto but this story is purely mine.

Genre             : Terserahlah.

Rate                : T

Warning         : Don’t like don’t read

Pair                 : Sasufemnaru, slight Shikafemnaru (ditulis biar kaga ada yang komplen :P).

.

.

.

By : Gothiclolita89

.

.

.

Tidak menerima flame, sumbangan dalam bentuk apapun.

Boleh komplen tentang EYD.

.

.

.

Cast

Uchiha Sasuke

Uzumaki Naruto (fem)

Nara Shikamaru.

Uzumaki Karin.

Nara Shikaku.

Cast lain menyesuaikan.

.

.

.

Summary: Saat masa lalu datang kembali membawa sejuta kenangan indah dan juga kenangan buruk. Apakah kamu akan berbalik ataukah lari?

.

.

.

Saat masa lalu datang menarikku kembali.

Aku tidak tau.

Haruskah aku berbalik?

Haruskah aku berlari?.

Atau . . .

.

.

.

Diam di tempat.

.

.

.

Chapter 6. Final Destination

.

.

.

Sepasang suami istri itu sedang duduk di bangku taman rumah sakit. Mereka menikmati pemandangan sore hari di musim gugur. Wanita itu menyandarkan kepalanya di bahu pria berkepala nanas yang berstatus suaminya sambil terus mengusap perutnya. Sedari tadi bayinya bergerak aktif, membuatnya sedikit tidak nyaman.

“Kau tahu, aku tidak pernah membayangkan akan memiliki keluarga. Kupikir aku akan selalu sendirian sampai mati. Terima kasih.”

Wanita itu tersenyum. Tangan kurus itu mengelus perutnya yang kini membuncit.

“Dan perlu kau tau, aku ingin kau bahagia apapun yang terjadi karena kau wanita yang baik  dan kau adalah . . .”

.

.

.

 . . . wanita yang kucintai. Terima kasih, Naruto. Terima kasih karena telah hadir di dalam hidupku.”

.

.

.



-5 tahun kemudian-

“Papa!.” Gadis kecil berambut pirang itu berlari memeluk kaki pria yang di sebutnya papa itu. Pria berambut merah itu tersenyum dan mengangkat tubuh anak perempuan itu. Memutar-mutarnya kemudian menggendongnya dengan sayang.

“Hmm, anak papa cantik sekali hmm. Kenapa lari-lari sayang? Bagaimana kalau jatuh hmm?.” Katanya sambil menciumi pipi chubby itu dengan sayang.

“ Hihihi papa geyi.” Anak itu tertawa.

“Selamat datang, Sasori.” Seorang wanita berambut pirang keluar menyambutnya. Ia sedikit kesusahan berjalan karena perutnya membuncit. Tampak jelas ia tengah hamil. Wanita itu memakai terusan biru muda selutut.

“Naruto, hati-hati.” Ucap Sasori. Naruto tersenyum.

“Kaa-chan.” Anak perempuan itu memekik kegirangan ketika melihat ibunya.

“Kupikir kau tidak akan pulang cepat.”

“Bagaimana bisa aku tidak pulang jika kalian semua mengancamku akan mogok bicara padaku selama sebulan.” Dengus Sasori.

Naruto tersenyum dan menghampiri pria itu dan putrinya kemudian menggandeng lengan Sasori. “Ayo, semua sudah menunggumu, Sasori.”

Pria itu balas tersenyum dan berjalan berdampingan dengan Naruto menuju kedalam rumah mungil itu sambil menggendong Yuki.

‘Terima kasih telah hadir di kehidupanku Naruto.’ Katanya dalam hati.

.

.

.

-Flashback-

Pesawat yang mereka tumpangi baru saja mendarat dengan selamat. Mereka sampai dengan selamat di kota New york.

“Setelah ini kau akan kemana?.”

“Aku punya apartemen di sini kau tidak perlu khawatir.” Kata Naruto yang sedang menggendong Shikaku yang tengah tertidur pulas.

“Malam ini bermalamlah di rumahku. Sudah malam. Aku takut terjadi sesuatu denganmu dan Shikaku. Aku juga yakin, apartemenmu belum di bersihkan bukan?.”

“Apa tidak merepotkan?.”

“Tidak, ini adalah tanggung jawabku karena mengajakmu ke New york bukan?.”

“Baiklah.”

.

.

.

Sasuke putus asa.

Ia gagal.

Ia gagal mendapatkan cintanya kembali.

Haruskah ia menyerah?.

Sasuke masih duduk termenung dikursi bandara itu. Ia tampak kacau.

“Loh, bukankah kau Uchiha Sasuke?.”

Suara itu membuyarkan lamunannya. Ia mengangkat kepalanya untuk melihat siapa orang yang telah berani mengganggunya. Seorang pria berambut merah berdiri angkuh di sisi kirinya. Memandangnya dengan tatapan heran.

“Kau . . . siapa?.” Tanyanya karena tidak mengenali siapa yang ada di depannya.

“Eh? Kau tidak mengenaliku? Aku teman sekelasmu waktu kuliah dulu. Gaara. Sabaku Gaara. Kau ingat?.”

“Ah, ya.” Sasuke teringat pada pemuda berambut mencolok itu.

“Sedang apa kau di sini?.”

“Kau sendiri? Akan berpergian?.”

“Ah, aku baru saja mengantarkan tiket kakakku dan seorang wanita bernama Naruto yang ketinggalan.”

Mata Sasuke membulat

Naruto? Naruto katanya?!

“Naruto? Namikaze Naruto?.”

“Eh? Kau kenal dengan wanita itu?.”

.

.

.

Sasuke memaju mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia ingin segera sampai ke apartemennya. Ia segera menuju ke kamar dan mengepak pakaiannya.

“Suke? Kau mau kemana? Apa yang terjadi?.” Tanya Mikoto cemas saat melihat anaknya panik. Sasuke memasukkan pakaianya ke koper seperti terburu-buru.

“Aku ingin mengejar Naruto Kaa-san. Aku tidak punya waktu.”

“Apa? Tunggu dulu. Apa yang terjadi? Mengejar Naruto? Naruto kemana?.” Mikoto makin mengerutkan dahinya.

“Naruto pergi ke Amerika. Aku harus mengejarnya. Aku tidak mau kehilangan dia lagi.” Sasuke mengangkat kopernya. Ia berjalan keluar kamar. Di luar kamar ia berpapasan dengan ayah dan orang tua Naruto. Minato dan Kushina menatap heran pada Sasuke.

“Sasuke, kau mau kemana?.” Tanya Fugaku.

“Aku mau mengejar Naruto Tou-san.”

“Tunggu dulu. Apa maksudnya?.”

“Naruto pergi, dia pergi untuk menghidari kita Tou-san. Aku harus mengejarnya.”

“Tenang dulu suke. Jangan terburu-buru.” Kata ayahnya menenangkan. Ia menahan Sasuke. Melihat kondisi anaknya saat ini, Fugaku yakin Sasuke tidak bisa berpikir jernih.

“Tapi dia pergi Tou-san. Dia pergi. Naruto pergi dengan seorang Sabaku. Sabaku, iya Sabaku.” Kata Sasuke dengan panik. Wajah coolnya sudah hilang digantikan wajah putus asa dan kacau.

“Biar Tou-san yang mengurus semuanya.”

“Tapi . . .”

“Kau tidak akan mampu berbuat apa-apa sekarang. Dinginkan kepalamu dan temui Tou-san nanti.” Kata Fugaku dengan penuh ketegasan. Sasuke hanya menunduk. Ia tidak bisa menolak jika ayahnya sudah bersikap tegas.

.

.

.

Pagi harinya Sasori mengantarkan Naruto ke apartemen lamanya. Pria itu juga membantu Naruto membersihkan apartemen yang sudah lama tidak di huni itu. Si kecil Shika juga membantu ibunya membersihkan kamarnya, merecoki lebih tepatnya. Hari itu aparetemen yang biasanya sepi kini dihiasi riuh tawa dari Naruto dan Sasori yang melihat tingkah lucu bocah Nara itu.

“Sudah sore, aku harus pulang.” Kata Sasori.

“Terima kasih atas bantuanmu hari ini.” Kata Naruto tersenyum tulus.

“Ini sudah kewajibanku, Naruto.” Kata Sasori sambil tersenyum. “Besok aku akan datang lagi.”

Sasori berjalan meninggalkan apartemen Naruto. Sejenak ia berbalik dan memandang apartemen Naruto.

‘Jika memang aku orang yang bisa membahagiakannya maka ijinkanlah aku bersamanya. Aku berjanji padamu akan menjaga dan membahagiakan istri dan anakmu, Shikamaru.”

Beberapa waktu kemudian Naruto disibukkan untuk mengurus restoran makanan jepang miliknya di New york. Sekarang ia bersyukur karena saat meninggalkan New york ia tidak menjual restorannya. Restoran makanan jepang milik Naruto cukup terkenal dan selalu ramai. Saking ramainya, Naruto sama sekali tidak sempat memikirkan masalah yang di tinggalkannya di Konoha. Entah ini suatu keberuntungan atau tidak.

.

.

.

Sasuke melangkahkan kakinya keluar dari airport. Seorang pria membungkuk padanya dan membukakan pintu mobil yang telah terpakir di depan bandara itu sejak 15 menit yang lalu. Fugaku benar-benar sudah mempersiapkan semuanya termasuk akomodasi dan tempat tinggalnya sementara di New york.

“Kau harus berhasil membawa Naruto dan Shikaku. Jika tidak, aku tidak akan mengakuimu sebagai anak.” Ancam Fugaku.

Kata-kata ayahnya kemarin masih di ingat dengan jelas oleh Sasuke. Ia menatap sebuah amplop coklat tebal yang ada di tangannya lalu mengalihkan pandangannya kembali ke luar mobil.

‘Aku pasti akan mendapatkanmu kembali.’

Sasuke beristirahat di sebuah kondo yang sudah di persiapkan oleh Fugaku. Benar kata ayahnya, dia memang seharusnya mempersiapkan kepergiannya dengan matang. Dia akan melihat Naruto besok. Sasuke sudah tau keberadaan wanita pirang itu di New york dari hasil penyelidikan anak buah Fugaku. Sejak hari itu, Sasuke terus melihat Naruto dari kejauhan sampai suatu ketika emosinya meledak.

.

.

.

Naruto tidak tahu kenapa restorannya begitu ramai hari ini. Ia bahkan sampai harus turun tangan melayani pengunjung. Ia mendesah kelehan. Jam makan siang telah usai dan para karyawannya mulai membersihkan restoran itu. Sasori datang menghampirinya.

“Naruto,”

“Kau datang.”

“Lelah?.” Tanya Sasori dengan penuh perhatian. Naruto tersenyum kemudian mengangguk.

“Ada apa kau kemari?.”

“Ah, aku ingin makan siang.” Ucap Sasori mencari alasan. Naruto kembali tersenyum.

“Baiklah, aku akan membuatkan sesuatu untukmu.”

Naruto berlari ke dapur restorannya. 15 menit kemudian ia datang membawa sepiring sandwich yang terlihat menggiurkan. Saat ia hendak meletakkan piring itu ke meja. Piring di tangan Naruto terjatuh ke lantai.

“Naruto . . .”

Mata wanita itu membulat. Sasori yang melihatnya pun mengalihkan pandangannya ke arah pandangan Naruto. Seorang pria berambut raven tengah berdiri dengan gagahnya di sana. Memandang Naruto dengan pandangan haru. Naruto sendiri terlihat shock.

.

.

.

 “Kau adalah . . .” Sasori tau siapa pria itu, Ia tau siapa dan apa hubungan pria itu dengan Naruto hanya saja ia ingin memastikannya sendiri. Memastikan sendiri kebenaran itu muncul dari mulut sang pria.

“Sasuke, Sasuke Uchiha.”

“Aku tau. Bukan itu yang kutanyakan.” Ucap Sasori.

“. . .”

Sasori menghela nafas. Ia menghampiri Sasuke yang menunduk. Ia menepuk bahu pria itu. “Aku tidak tau apa masalahmu dengan Naruto tapi aku mencoba bicara padanya.” Ucap Sasori.

“Kenapa?.”

“Eh?.”

“Kenapa kau mau membantuku?. Bukankah kau menyukai Naruto?. Kau mencintainya kan? Jadi kenapa?.”

Sasori tersenyum penuh arti. “Ya, aku menyukainya. Dia wanita baik dan kuat. Tapi kurasa rasa sukaku masih jauh dari kata cinta. Aku sudah berjanji pada mendiang Shikamaru untuk menjaga anak istrinya dan membuat mereka bahagia.”

“. . .”

“Dan jika memang Naruto memilihmu kuharap kau bisa membahagiakan mereka lebih dari yang bisa kulakukan.”

“Terima kasih.” Katanya tulus.

Sasori hanya tersenyum dan kembali menepuk bahu Sasuke. Ia lalu berjalan meninggalkan keturunan Uchiha itu untuk menemui Naruto.

‘Semoga ini keputusan yang benar.’

.

.

.

Sasori dan Naruto tengah duduk di ruang tamu apartemen milik Naruto. Suasana  sunyi diantara kedua orang itu. Keduanya sama-sama membisu. Tak ada yang mau membuka suara. Sasori menghela nafas.

“Laki-laki tadi mantan kekasihmu?.” Tanya Sasori membuka suara. Naruto hanya mengangguk pelan. Matanya masih memandang ke depan tanpa mau melirik Sasori.

“Katakanlah apa yang kau rasakan Naruto. Aku akan mendengarkanmu.”

“ . . . .”

“ Na . . .”

“Aku takut Sas, aku takut  dia berbohong dan melukai diriku lagi. Aku tidak bisa mempercayainya. Setiap aku melihatnya, amarahku naik. Aku- aku tidak tau apa yang harus kulakukan.” Katanya putus asa.

“Maafkanlah dia.”

Naruto kini menatap Sasori.

“Sebesar apapun kesalahannya, semua orang berhak mendapat kesempatan kedua.”

Sasori beranjak dari duduknya dan meninggalkan Naruto sendiri. Naruto kembali memikirkan kata-kata Sasori. Apakah ia harus memaafkan Sasuke? Apakah ia harus memberikan pria itu kesempatan kedua? Apakah . . .

Tidak.

Haruskah? Haruskah ia . . .

.

.

.

Ia tidak tahu

.

.

.

-Flashback End-

.

.

.

Sasori dan Naruto sampai di halaman belakang rumah sederhana itu. Disana sedang diadakan pesta barberque. Keluarga mereka berkumpul semua dan berangkat jauh-jauh dari Konoha menuju ke Los Angeles. Para orang tua sedang sibuk memanggang daging. Ada juga yang sedang ngobrol dan bercengkrama dengan kerabat. Anak-anak bermain dengan riangnya.

“Anata, kau terlambat.” Seorang wanita berambut biru cerah datang menghampiri Sasori dan Naruto yang baru tiba.

“Yuki, ayo turun sayang. Biarkan papa Sasori dan mama Konan bersama.”

“Hai’ Kaa-chan.” Gadis kecil berumur 3 tahun itupun turun dari gendongan Sasori dan berteriak menghampiri ayahnya. “Tou-chan!!!.”

Pria berambut raven itu tersentak kaget saat merasa ada yang menubruk kakinya.

“Tou-channnnn tou-chaaannn.”

“Ada apa princess? Hmm? Mana Kaa-chan?.”

“Itu.” Tunjuk gadis kecil itu pada Naruto yang tengah berjalan ke arahnya. Sasuke tersenyum bahagia. Perjuangannya selama setahun lebih akhirnya membuahkan hasil. Gadis yang di cintainya itu akhirnya kembali ke pelukannya.

Setelah mendapat informasi dari Gaara, Sasuke dengan dukungan ayahnya menyusul Naruto ke New york. Ia tidak mau kehilangan Naruto lagi. Tidak mudah memang, selama setahun ia terus berusaha mendekati Naruto hingga akhirnya wanita itu luluh juga dan menerima lamarannya. Menjalankan pernikahan mereka yang dulu tertunda.

Naruto, walau awalnya sedikit ragu tapi akhirnya ia menetapkan diri untuk memaafkan semua yang telah terjadi dan menerima lamaran Sasuke sekali lagi. Ia dapat melihat betapa seriusnya pria itu. Sebulan setelah menikah, Naruto dinyatakan hamil. Hubungannya dengan Minato dan Kushina pun makin membaik seiring dengan usia kandungan Naruto. Sembilan bulan kemudian lahirlah Uchiha Yuki. Seorang putri yang mewarisi kecantikan mata shapire ibunya serta kulit porselein sang ayah. Kelahiran Yuki juga mempertemukan Sasori dengan wanita yang di takdirkan untuknya. Konan, dokter wanita yang menangani kelahiran Yuki telah mencuri hati seorang Sabaku Sasori pada pandangan pertama. Begitu pula sebaliknya. Belum genap setahun mereka berkenalan, mereka mantap menuju jenjang pernikahan. Sasori menganggap Yuki sangat berjasa telah mempertemukannya dengan Konan karena itu ia memutuskan untuk jadi ayah angkat gadis kecil itu apalagi ia dan Konan belum di karuniai momongan. Pasangan suami istri Sabaku itu sudah menganggap Yuki sebagai putrinya sendiri.

“Nii-chan, makan apa? Kenapa Yuki tidak di kacih?.” Gadis kecil itu mengerucutkan bibirnya saat melihat dua tusukan barberque besar di kedua tangan kakaknya. Anak lelaki itu tampak  bersemangat memakan barberque yang menggiurkan itu.

“Yuki mau?.” Tanya Shika. Yuki mengangguk dengan antusias. “Ayo kita minta sama nenek.” Kata anak laki-laki berumur sekitar sebelas tahun itu menggandeng sang adik ke tempat neneknya yang terlihat sibuk menata makanan di meja. Sejak kecil Yuki memang selalu manja pada kakaknya. Gadis kecil itu selalu mengekori sang kakak kemanapun ia pergi. Sasuke hanya tersenyum saat melihat betapa harmonisnya keluarga mereka saat ini.

Uchiha Shikaku.

Adalah nama anak pertama Sasuke dan Naruto. Sasuke memenuhi janjinya untuk menganggap Shikaku sebagai anaknya dan tidak membedakan anak itu dengan anak kandungnya bersama Naruto. Sasuke memberikan nama keluarganya pada Shika kecil tapi ia akan membebaskan anak itu jika ia ingin menggunakan marga ayah kandungnya jika sudah dewasa nanti. Setiap tahun, Sasuke selalu mengajak keluarga kecilnya mengunjungi makam Shikamaru. Ia ingin agar Shikaku tetap mengenal ayah kandungnya walau kini ialah ayah dari bocah sebelas tahun itu.

Sasuke menggiring istrinya untuk duduk di salah satu kursi taman. Ia tidak ingin istri cantiknya itu kelelahan apalagi dia tengah membawa calon anak ketiganya yang di perkirakan berjenis kelamin laki-laki. Sasuke duduk di sebelah istrinya. Naruto menyandarkan bahu kepalanya ke bahu kokoh sang suami. Mereka tersenyum melihat keluarga lengkap hari ini.

.

.

.

“Berjanjilah padaku kau akan hidup bahagia apapun yang terjadi Naruto.”

.

.

.

“Terima kasih telah memberiku kesempatan ke dua Naruto.”

.

.

.

-The End-

.

.

.

.

.

.


Sabtu, 05 Juli 2014

Memories Chapter 5




.

.

.

.

.

Title:

Memories

Disclaimer      : Naruto isn’t mine. The original chara is own by Masashi Kishimoto but this story is purely mine.

Genre             : Terserahlah.

Rate                : T

Warning         : Don’t like don’t read

Pair                 : Sasufemnaru, slight Shikafemnaru (ditulis biar kaga ada yang komplen :P).

.

.

.

By : Gothiclolita89

.

.

.

Tidak menerima flame, sumbangan dalam bentuk apapun.

Boleh komplen tentang EYD.

.

.

.

Cast

Uchiha Sasuke

Uzumaki Naruto (fem)

Nara Shikamaru.

Uzumaki Karin.

Nara Shikaku.

Cast lain menyesuaikan.

.

.

.

Summary: Saat masa lalu datang kembali membawa sejuta kenangan indah dan juga kenangan buruk. Apakah kamu akan berbalik ataukah lari?

.

.

.

Chapter 5. Decision

.

.

.

Oek oek oek

Wanita itu menimang bayinya yang baru berumur 8 bulan. Kecemasan tampak jelas di wajahnya. Shika kecil terus saja menangis. Badan balita itu sedikit hangat dibanding biasanya. Karena itulah balita itu rewel dan terus menangis.

“Cup cup cup. Mommy disini.” Naruto berjalan mondar mandir di dalam apartemennya untuk menenangkan anaknya yang sedang demam.

‘Ya Tuhan, semoga tidak terjadi apa-apa. Kumohon, jangan ambil Shika kecil seperti Kau mengambil Shikamaru dariku.”

Dalam hati Naruto terus berdoa agar doanya di dengar. Ia sudah kehilangan suaminya. Jika sampai terjadi sesuatu dengan anaknya, ia pasti tidak akan bisa hidup lagi.

.

.

.

“Jangan ambil anakku dari sisiku.”

.

.

.

“Maafkan Kaa-san. Maafkan Kaa-san.” Racaunya.

“Jika tak ada lagi yang di bicarakan, sebaiknya kalian pergi dari sini.” Usirnya. Ia membukakan pintu apartemennya. “Aku harus menemani anakku.”

.

.

.

“Karin meninggal.” Lirih Kushina meski ia tahu Naruto tidak akan mendengarnya. Wanita itu memandang sedih pintu apartemen Naruto yang sudah tertutup.

“Sudahlah, biarkan Naru tenang dulu. Kita akan menemuinya nanti.”

“Tapi . . .”

“Tidak ada gunanya memaksa.” Kata Minato menenangkan Kushina.

“Benar kata Tou-san. Semua akan baik-baik saja.”

.

.

.

Wanita itu mengelus lembut kepala anaknya yang kini tengah tertidur lelap. Ia masih bersandar di tempat tidurnya. Masih terjaga walau jam sudah menunjuk waktu tengah malam. Mata biru itu memandang kosong pemandangan malam yang terlihat dari jendela apartemennya. Kalau boleh jujur ia merasa sedikit tertekan. Semua datang dengan tiba-tiba.

Ia belum siap

Sama sekali belum siap.

.

.

.

Seperti biasa, setelah mengantar Shikaku ke TK, Naruto bergegas pergi ke kedainya. Jam makan siangpun tiba. Kedai kecil itu menjadi sangat ramai oleh pelanggan. Sangat ramai sampai-sampai Naruto harus turun tangan membantu pegawainya untuk melayani para pelanggan yang sebagian besar merupakan karyawan perusahaan disekitar area itu. Entah ini suatu keberuntungan atau kesialan, Naruto sampai melupakan masalah keluarganya.

Setelah jam makan siang usai, kedai itu mulai sepi. Para pelayan dengan cekatan membersihkan meja dan lantai. Sesekali mereka bercanda dengan rekan kerjanya.

“Hah, kenapa hari ini ramai sekali.” Keluh gadis bersurai pink itu.

“Ck berhenti mengeluh, dan cepat bersihkan tempat ini, jidat lebar.”

“Haku-chan, malam ini nonton yuk. Aku sudah beli dua tiket nih.” Zabusha terus saja menempeli Haku yang sedang sibuk menyapu lantai.

“Ck, kau mengganggu.” Katanya kesal.

Naruto hanya tertawa kecil saat melihat interaksi para karyawannya. Ia merasa . . .

Entahlah.

Ada perasaan bahwa mungkin ini terakhir kalinya ia melihat mereka.

Teman barunya di Konoha.

.

.

.

Naruto sedang berjalan kaki menuju ke apartemennya. Shikaku tampak tertidur tenang di gendongan ibunya. Agaknya anak itu kelelahan bermain dengan teman-teman barunya. Naruto menyenandungkan lullaby untuk anaknya.

Tiba-tiba langkahnya berhenti saat ia kembali melihat mereka.

Pasangan Uchiha, Sasuke, dan juga-

.

.

.

Orang tuanya.

.

.

.

Ah, maksudnya mantan orang tuanya.

.

.

.

Mata wanita itu berkaca-kaca saat melihat putri yang selama ini di carinya, putri yang selalu di sia-siakannya.

“Na-Naru.”

.

.

.

“Ibu, to-tolong sampaikan maafku pada Naruto. Ma-maaf telah merebut kekasihnya. Ma-maaf.” Kata wanita itu sambil terisak. Nafasnya tersengal.

“Kau harus mengatakannya sendiri Karin.”

Karin menggeleng. “Aku merasa ti-tidak akan semp-at.”

“Tidak! Jangan mengatakan itu. Ibu, ibu . . .” Kushina tidak bisa melanjutkan kata-katanya.

“A-aku ka-kakak jaha-t . . . a-ku jahat . . . aku bu-bukan ka-kak yang baik. To-tolong am-puni aku Naru-chan.ku. Ku-mo-hon maafkan. Ma-af a-aku ego-is.”

Tiiiiiiiiiiiit.

“Karin?. Tidak, Karin bangun sayang. Karin. Karin.” Teriak Kushina histeris. Para dokter dan suster segera memasuki ruangan itu.

.

.

.

“Maaf, nona Karin sudah pergi.” Ucap seorang dokter pada mereka.

“Tidak!!.” Kushina kembali menangis histeris dan kemudian pingsan. Untung saja Minato bisa menangkap tubuh lemah istrinya dengan sigap.

.

.

.

Namikaze Karin meninggal di usianya yang baru menginjak 25 tahun akibat penyakit yang telah lama di deritanya.

.

.

.

Tumor otak

.

.

.

Sementara itu di rumah Sabaku. Dua kakak beradik itu sedang duduk sambil menikmati secangkir kopi hangat bersama.

“Aku- sudah mengatakan semua padanya.”

Gaara mengalihkan pandangannya pada sang kakak. “Lalu?.”

“Dia menerimanya. Dia tidak marah padaku. Padahal aku- aku . . .”

“Itu hanya kecelakaan Nii-san. Kau tidak perlu menyalahkan dirimu.” Kata Gaara. Ia cukup tau seberapa besar rasa bersalah yang dimiliki sang kakak pada orang yang bernama Nara Shikamaru, orang yang diketahuinya sebagai dokter yang menangani penyakit Sasori dulu.

“Aku tau tapi tetap saja aku . . .” Sasori tidak bisa melanjutkan ucapannya. “ Yang bisa kulakukan adalah menjaga istri dan anaknya. Aku ingin menjaga mereka . . . aku sudah melamarnya.”
Penyataan Sasori itu sontak membuat Gaara membulatkan matanya.

-Flashback-

“Terimakasih kau mau jujur padaku.” Kata Naruto sembari meleppaskan pelukannya. Ia meletakkan tangannya di dada kiri Sasori. “Tolong kau jaga jantung milik Shikamaru dengan baik.”

“A-aku . . .”

“. . .”

“Aku akan kembali ke Amerika.” Ucap Sasori. “Mungkin ini terdengar mendadak. Tapi maukah kau ikut denganku?. Ma-maukah kau menikah denganku?. Atau paling tidak ikutlah denganku kembali ke Amerika agar aku bisa menjaga kalian.”

“A-apa?.”

“Tolong pikirkan baik-baik. Matteru kara . . .”

-End Flashback-

“Nii-san kau . . .”

“Aku menyukainya Gaara. Sangat menyukainya.” Ucap Sasori sambil memandang keluar jendela. “ . . . Lebih dari yang kau tahu.” Ia memegang dada kirinya yang berdetak kencang sedari tadi.

.

.

.

“ Naru.”

Naruto mengeratkan pelukannya pada tubuh Shikaku. Ia berniat tidak mengindahkan mereka tapi lengannya di cekal oleh Sasuke.

“We need to talk. All of us.”

“No need.”

“Naruto.”

Naruto menghempaskan tangan Sasuke dengan kasar.

“Just go away. My life was happy even without you.” Ia memandang Sasuke dengan pandangan yang sulit diartikan. Naruto meninggalkan mereka yang masih tercengang dengan sikapnya.

“A-apakah itu cucuku? Cucu kita Minato? Anakmu dengan Naruto Sasuke?.” Tanya Kushina meminta kejelasan pada pria berambut raven itu.

“Anak itu bernama Nara Shikaku, anak Naruto . . . dengan mendiang suaminya.” Ucap Sasuke.

“Apa?.”

Sasuke lalu menceritakan apa yang di ketahuinya. Jujur, dia juga baru mengetahuinya beberapa saat lalu. Setelah bertemu dengan Naruto, dia langsung meminta anak buahnya untuk mencari tahu tentang Naruto.

“Setelah aku bertemu dengan Naruto beberapa saat lalu. Aku meminta seseorang untuk menyelidiki tentang kehidupannya beberapa tahun ini.” Ucapnya menerangkan.

“Naruto . . . dia mengalami kecelakaan di hari dia menghilang.” Ke empat orang tua itu terkejut saat mendengar perkataan Sasuke. “ Dan . . . dan dia keguguran . . .”

“Apa? Tapi . . .”

“. . . Beberapa bulan kemudian ia menikah dengan seorang dokter bernama Nara Shikamaru yang juga menangani luka-luka pasca kecelakaan dan memiliki anak yang Kaa-san dan Tousan lihat. Dokter itu membawa Naruto untuk tinggal di New york. Tapi saat ulang tahun pernikahan mereka, saat anak itu masih 6 bulan, Dokter Nara meninggal karena kecelakaan.”

 Kushina tampak shock dengan penjelasan Sasuke. Tubuh wanita itu oleng. Untunglah sang suami dengan gesit menangkapnya. Naruto keguguran? Cucu pertamanya? Pantas saja Naruto membencinya. Kalau saja dia tidak memaksa Sasuke untuk memenuhi permintaan terakhir Karin pasti putri bungsunya itu tidak akan kecelakaan apalagi keguguran. Kalau saja dia tidak memaksa Sasuke menikahi Karin, pasti saat ini dia sudah menimang cucunya bersama Mikoto.

Penyesalan selalu datang terlambat.

Itulah yang dirasakan Kushina saat ini. Pikirannya kini dipenuhi dengan kata ‘Seandainya saja . . .’

“Naruto . . . Maafkan Kaa-san.” Kushina menangis pilu di pelukan suaminya. Menangis karena memikirkan bahwa Naruto tidak akan pernah memaafkannya. Membuat semua orang yang melihatnya merasa kasian.

.

.

.

Beberapa hari setelah kejadian itupun berlalu. Sasuke mencoba untuk menemui Naruto di cafe miliknya dan selalu ditanggapi dingin oleh wanita itu.

“ Naruto.”

“Apa yang kau inginkan Uchiha-san?.” Tanyanya dingin.

“Tidak bisakah kita mengulanginya dari awal?. Kushina Baa-san sangat sedih dengan sikapmu kemarin.”

“Lalu? Apa yang ingin kau ingin aku lakukan? Memeluknya? Menyayanginya? Setelah apa yang dia lakukan padaku?.” Tanyanya dengan suara sedikit bergetar. “Setelah pengkhianatan yang kalian lakukan padaku? Apa lagi yang kau inginkan dariku? Apa?.”

Sasuke sedikit menundukkan kepalanya. “Aku terpaksa Naruto. Karin sakit dan Kushina Baa-san . . .”
 
“Terpaksa huh? Terpaksa menciumnya? Terpaksa menikahinya? Apalagi alasan yang kau ingin katakan?.”

“Karin sekarat dan aku . . .” Sasuke terhenti. ”Aku di minta untuk memenuhi keinginan terakhirnya. Sungguh aku hanya mencintaimu. Sampai sekarang hanya kau yang kucintai.”

“Hahaha.” Naruto tertawa meremehkan. “ Cinta? Kau bilang mencintaiku tapi kau menikahi kakakku. Kau bilang mencintaiku tapi kau meninggalkanku, menyakitiku sampai aku tidak tau lagi bagaimana aku harus  percaya kata-kata cintamu itu. It’s all bull shit.”

“Aku tau aku salah. Tapi bisakah aku meminta kesempatan kedua untuk memperbaiki segalanya?.” Sasuke tidak peduli jika harus merendahkan harga dirinya asal dia bisa bersama dengan wanita yang dicintainya.

Naruto memandang Sasuke. Dia tahu Sasuke bersungguh-sungguh tapi dia tidak ingin terluka lagi. Ia meyakinkan dirinya bahwa ia sudah bahagia hanya hidup berdua dengan anaknya.

.

.

.



.

.

.

“Kita sudah selesai beberapa tahun lalu.”

.

.

.

Kini Kushina dan Minato beserta pasangan Uchiha sedang berada di depan TK Shikaku. Mereka memperhatikan bocah lucu yang mengenakan seragam TK itu dengan antusias. Bocah itu berdiri di dekat gerbang Tk menunggu jemputan sang ibu seperti biasa.

“Minato, itu cucu kita, cucu kita.” Kata Kushina terharu.

“Ya.” Mata kedua Namikaze itu terpikat dengan tingkah polah cucu mereka yang menggemaskan.

“Cucu kalian sangat tampan dan menggemaskan.” Tambah Mikoto yang juga terlihat terpesona dengan bocah itu.

“Benar, sikapnya sangat mirip dengan Naruto.” Ucap Fugaku.

“Bo-bolehkah kita mendekatinya Minato? Aku-aku ingin memeluknya.”

Minato mengangguk. Mereka sepakat mendekati Shikaku yang sedang berdiri di pintu gerbang TK-nya. Sepertinya dia sedang menunggu sang ibu untuk menjemputnya.

“Selamat siang Shika-kun.”

Shikaku mengerutkan dahinya. Ia melihat 2 orang pria dan 2 orang wanita paruh baya menghampirinya dan sekarang berdiri di depannya.

“Kau tidak mau menjawab salam nenek?.”

Shikaku makin mengerutkan dahinya.

“Nenek ciapa?. Kaa-chan bilang tidac boleh bicala cama olang acing.” Katanya dengan suara khas anak-anak.

“Anak pintar. Tapi nenek bukan orang asing loh. Nenek ini neneknya Shika.”

“Tapi Kaa-chan tidac bilang Chika punya nenec. Nenek pacti bohong. Chika kan cuma punya Kaa-can.” Jangan lupakan bahwa Shika menuruni kejeniusan ayahnya, Shikamaru yang di kenal sebagai dokter bedah jenius.

“Naruto pasti lupa bilang pada Shika. Soalnya kakek dan nenek tinggal di tempat yang jauh.” Kata Minato. “Coba liat, kakek sama ibumu mirip tidak?.”

Shika memperhatikan wajah Minato sejenak kemudian menggangguk. “Kakek milip Kaa-chan.” Bagaimanapun Shikaku adalah seorang anak kecil yang mudah di bujuk sejenius apapun anak itu
 
“Itu karena kakek adalah ayahnya ibu Shika. Jadi kakek adalah kakekmu. Mengerti?.”

Shika menggangguk. “Jadi Chika juga punya kakek dan nenek. Jadi Chika tinggal menunggu daddy pulang.”

Minato dan Kushina terkejut saat mendengar kata daddy dari cucu mereka. Bukankah ayah dari cucu mereka sudah meninggal?.

“Daddy?.”

“Um, kata Kaa-chan, daddy  cedang bekelja di culga cupaya tidac ada olang cakit di cana.”

Sepertinya anak itu belum mengerti maksud kata-kata ibunya.

“Shika!.” Panggilan itu mengalihkan perhatian mereka. Naruto sedang berlari menyongsong anaknya.

“Kaa-chan.” Shika berlari kearah ibunya.

Naruto memeluk tubuh Shikaku dengan erat apalagi setelah melihat keberadaan Kushina, Minato, Mikoto dan Fugaku.

.

.

.

Naruto lagi-lagi menemukan dirinya tidak bisa menutup mata. Ia mengelus surai hitam putranya. Beberapa kali ia menghela nafas. Kemudian ia teringat sesuatu. Ia lalu mengambil ponsel miliknya yang berada di atas meja nakas dan memencet beberapa nomor.

“Halo . . . bisakah kita bertemu?. . . Ya, di tempatku.”

.

.

.

Naruto tengah memandang secangkir kopi yang ada di depannya. Ia sedang menunggu seseorang.

“Maaf aku sedikit terlambat.”

Naruto mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Sasori kini berada di ambang pintu.

“Tidak apa, tolong tutup pintunya.” Sasori menutup pintu ruangan itu kemudian berjalan mendekati meja Naruto.

“Ada apa?.”

“Apa-apakah tawaranmu masih? Berlaku?.”

“Apa?.”

“Kembali ke New york dan menetap disana.”

“Kau ingin pergi?.” Tanya Sasori. Naruto mengangguk pelan. Sasori tersenyum kecil. “Baiklah, aku akan mengurus segalanya. Lusa kujamin kita bisa berangkat bersama.”

“Tapi aku . . .” Naruto terkecat.

Sasori mengerti. Ia menggenggam tangan Naruto. “Aku mengerti. Tapi kuharap kau bisa mencobanya pelan-pelan. Setelah pulang nanti kau bersiap-siaplah.”

Setelah pulang dari cafenya, Naruto mulai mengepak barang miliknya dan Shikaku. Ia memastikan tidak ada barang yang tertinggal.

Dua hari kemudian Naruto berpamitan kepada semua kenalannya di kota itu. Karyawan cafenya juga guru pengajar Shikaku. Jangan lupa tetangga dan beberapa penjual langganannya.

“Terima kasih atas kerja samanya selama ini.” Katanya sambil membungkuk hormat. Setahun ini adalah hal yang tidak akan kulupakan seumur hidupku.”

“Naruto-san. . .” Mereka tampak sedih setelah tau bahwa Naruto akan kembali ke New york.

“A-apa Naruto-san ha-harus kembali ke New york.”

Naruto tersenyum. Ia mengalihkan pandangannya ke samping.

“Naruto-san.”

“Ah, mulai sekarang aku ingin Haku-san yang memimpin cafe ini.” Katanya . “Karena aku yakin Haku-san adalah orang yang kompeten. Aku juga akan sesekali datang berkunjung.” Katanya sambil tersenyum.

.

.

.

Sasuke mengendarai mobilnya sampai di cafe milik Naruto. Hari ini ia akan kembali bicara dengan Naruto karena ia berpikir wanita itu sudah lebih tenang daripada kemarin. Ia tidak peduli jika harus mengemis apalagi memohon asal wanita itu kembali bersamanya. Ia juga berjanji akan menerima Shikaku jika kelak mereka bersama karena bagaimanapun Shikaku adalah darah danging wanita yang sangat di cintainya jadi dia juga harus mencintai anak itu seperti ia mencintai Naruto. Ia memasuki cafe yang masih terlihat sepi itu. Wajar saja karena ini masih jam kerja.

“Bisa aku bertemu dengan Naruto?.”

“Ah Sasuke-san.” Yah , pegawai cafe itu sudah mengetahui identitasnya karena ia sering mendatangi cafe itu.

“Apa Naruto-san tidak memberitahumu?.” Tanya wanita berambut pirang itu.

“Memberitahu apa?.” Tanya Sasuke penasaran. Ia merasakan firasat buruk.

“Hari ini Naruto-san akan kembali ke New york. Sejam yang lalu ia berpamitan pada kami.”

Sasuke membulatkan matanya. “Apa?. Kemana?!.”

.

.

.

“Kaa-chan apa kita akan pulang ke New yolk?.” Tanya Shikaku dengan imutnya.

“Hu’um. Shika senang? Shika bisa bersama teman-teman di sana lagi.”

“Umm.” Shikaku menganggukkan kepalanya. “ Tapi Chika juga cedih. Chika cudah punya teman di cini.”

“Kapan-kapan kita kunjungi mereka.” Naruto menghibur anaknya yang sedih. Anak itu mengangguk.

“Apa kalian sudah siap?.” Tanya Sasori menghampiri mereka. Naruto tersenyum menyambut kedatangan pria merah itu. Sasori mengambil alih koper milik Naruto dan Shikaku. Ketiga orang itu memasuki gerbang keberangkatan.

Nauto menoleh ke belakang. Sesaat sebelum wanita cantik itu memasuki pintu keberangkatan.

“Ada apa?.” Tanya Sasori penasaran.

Naruto menggeleng. “Tidak, tidak apa-apa.” Jawabnya. Ia kemudian melanjutkan langkahnya.

.

.

.

Good by my love

.

.

.

Sasuke mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh. Ia tidak peduli sekalipun harus menerobos lampu merah. Begitu sampai di bandara, ia langsung masuk sambil berlari seperti orang kesetanan. Di pikirannya saat ini hanya satu, Naruto. Ia tidak mau kehilangan Narutonya lagi. Tidak lagi.

“Pesawat menuju New york . . . Pesawat itu jam berapa?.”

“Ah pesawat itu akan lepas landas sebentar lagi.”

Sasuke membulatkan matanya. Ia segera berlari menuju pintu keberangkatan. Tubuhnya dihalangi petugas yang berjaga karena Sasuke tidak memiliki passport dan tike.

“Lepaskan aku pak. Wanita yang kucintai ada di sana. Aku harus kesana.” Katanya kesetanan.

“Maaf tuan. Pesawat akan lepas landas. Anda tidak boleh mendekat.”

“Tidak! Lepaskan aku.” Sasuke terus meronta. Ia di pegangi oleh beberapa petugas hingga pesawat itu terbang meninggalkan bandara. Sasuke jatuh terduduk.

.

.

.

“Narutooooo!!!!!!!!!!!!!,”

.

.

.



-And that THE END-

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

-Sorry, just joking-

.

.

.

Just one more chap and that’s The End.

.

.

.

.

.