Tampilkan postingan dengan label Lavender. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lavender. Tampilkan semua postingan

Rabu, 25 Desember 2013

FF Lavender Chapter 7. I am Namikaze



Disclamer      : Semua udah pada tau, nggak usah disebutin lagi ta. Naruto isn’t mine, but this story does.

Genre             : Mpreg, Hurt, just whatever

Rate                : M for boys Story ( an maybe I will adding some lemon on it).

Warning         : Don’t like Don’read. Yaoi for sure.

.

.

.

Cast

Namikaze Naruto (30 thn)

Namikaze Yuuki (7 thn)

Uchiha Sasuke (33 thn)

Sabaku no Gaara (30 thn)

Haruno Sakura (33 thn)

Uchiha Sai (34 thn)

Uchiha Kazuki (7 thn)

.

.

.

.
 
.

.

Chapter 7. I am Namikaze

.

.

.

Naruto terbangun lebih dulu dari Gaara. Untuk  beberapa saat ia meringis kesakitan saat berusaha bangun. Bagian bawahnya terasa perih saat bergesekan dengan kain sprei. Maklumlah, sudah lama ia tidak melakukan hal seperti ini. Ia menyandarkan tubuh lelahnya di bed post. Tubuhnya kini telanjang dan hanya tertutup selimut tebal. Dada dan lehernya penuh bekas kemerahan dan cairan putih yang sudah mengering.  Ia memandang Gaara sekilas. Wajah pria merah yang ada disampingnya itu tampak damai dalam tidurnya. Ia tersenyum simpul. Naruto lalu mengalihkan pandangannya  ke jendela kaca besar di samping kiri tempat tidurnya.

Tatapan matanya berubah sendu. Ia menatap kosong langit pagi hari yang masih berwarna kuning kehitaman yang terlihat jelas dari jendela itu.

.

.

.

“Semua akan baik-baik saja.” Gumamnya pelan hampir tidak terdengar.

.

.
 
.

Sasuke terbangun dari tidurnya. Beberapa kali ia mengerjapkan matanya. Berusaha mengusir kantuk yang masih menderanya. Ia mendudukkan dirinya dan bersandar pada bed post. Ia menyadari bahwa ia masih mengenakan baju yang kemarin dipakainya.

‘Mungkin aku terlalu lelah hingga langsung tertidur.’

Sasuke turun dari tempat tidurnya dan bergegas ke kamar mandi. Ia membasuh tubuhnya di bawah shower. Membiarkan air dingin membasuh tubuh sempurnanya.

Oh, tidak akan ada seorangpun yang akan meragukan kesempurnaan ragawi seorang Uchiha bukan. Meski tubuhnya tidak telalu besar. Tapi ia memiliki otot perut yang indah. Kulit putih tanpa cela, serta keangkuhan seorang Uchiha. Ia mengambil bathrobe berwarna putih yang terhantung di dinding kamar mandi dan mematut dirinya di depan cermin.

Ia menatap tajam bayangan dirinya di cermin. Sepintas terbayang pertemuannya kemarin dengan Naruto.

PRAKKK!!!

Sasuke meninju kaca besar itu hingga pecah berkeping-keping. Ia tidak peduli meski kini tangannya terluka dan berdarah. Hanya satu hal yang kini ada dipikirannya.

Naruto.

Narutonya sudah dimiliki orang lain.

Narutonya sudah tidak mencintainya.

Narutonya. . .

Tidak! Ia tidak mau memikirkannya lagi.

Naruto hanya miliknya, ya miliknya seorang.

Narutonya hanya mmencintainya.

Tanpa sadar mencengkram tepi wastafel itu.

“Aku akan mendapatkanmu kembali Naruto.”

.

.

Sementara itu di dapur lantai 1, Sakura sedang menyiapkan sarapan untuk suami dan anaknya walau ia tau Sasuke tidak akan mau memakannya. Ia hanya bisa memasak masakan sederhana. Hanya roti bakar, daging panggang dan telur mata sapi. Benar-benar menu sarapan ala barat. Mereka tidak memiliki pembantu seperti di rumah keluarga Uchiha ataupun Haruno karena Sasuke tidak suka ada orang asing di rumahnya jadi Sakuralah yang mengerjakan semua pekerjaan rumah.

Nona besar itu berusaha menjadi istri yang sempurna untuk suami yang sangat dicintainya. Katakanlah cinta itu buta. Cinta itu penuh pengorbanan. Benarkan?. Dan ia selalu berharap pengorbanannya akan mendapat balasan yang setimpal.

Meski saat ini Sasuke masih bersikap dingin padanya,tapi ia sangat yakin suatu saat nanti Sasuke akan membuka hatinya dan saat itu mereka akan berakhir dengan kebahagiaan.

Kringg kringgg kringg –anggap nada panggilan telpon rumah, saya nggak punya telpon rumah jadi nggak tau bunyi deringnya-

Sakura buru-buru mematikan kompornya dan menuju meja yang ada telpon diatasnya.

“Moshi-moshi.”

“Sakura. Ini Kaa-san.”

“Ah hai’ Kaa-san.”

“Sasuke mana? Aku ingin bicara dengannya.”

“Sasuke belum bangun. Apa ada hal penting yang mau Kaa-san sampaikan?. Biar nanti aku yang bicara padanya.”

“Dasar anak itu. Baiklah, nanti malam kalian harus makan malam di rumah. Kemarin sepupu Sasuke datang dari Itali. Kau juga belum mengenalnya bukan?. Bagaimana? Kalian bisa?.”

“Iya kaa-san.”

“Baiklah kalau begitu. Kaa-san tunggu di rumah nanti malam.”

“. . .”

Setelah telpon terputus, Sakura meletakkan gagang telpon itu ditempatnya. Sakura terus memandang telpon itu hingga perhatiannya teralih pada sang suami yang baru keluar dari kamarnya. Lelaki itu begitu tampan dan menawan dimatanya. Lelaki yang sudah menjadi suaminya selama 8 tahun ini.

“Sasuke.”

“Apa?.” Katanya dingin. Sakura hanya tersenyum kecut. Ia tidak tau mengapa tapi akhir-akhir ini ia merasa suaminya semakin dingin padanya sama seperti 8 tahun lalu.

“Kaa-san meminta kita makan malam di rumah.”

“Baiklah.” Sasuke melewati Sakura begitu saja. Meninggalkan wanita yang menatap punggungnya dengan pandangan sendu.

“Kaa-chan.”

Panggilan itu membangunkan Sakura dari lamunannya. “Ya, Kazuki.”

“Umm.” Anak itu terlihat ragu-ragu.

“Ah sudah hampir jam 8. Ayo kita berangkat. Nanti Kazuki-chan terlambat.”

.

.

.

Mikoto menutup telfon rumahnya dan meletakkannya kembali ditempatnya. Ia melihat Sai sedang berjalan menuju pintu utama rumah itu. Penasaran, iapun memanggil pria yang sangat mirip dengan anak bungsunya itu.

“Sai.”

Pemuda dengan senyuman bisnis itupun menoleh. Dilihatnya sang bibi sedang berjalan ke arahnya. Bahkan diusianya yang tidak lagi muda, kecantikannya masih tampak mempesona. Wajar jika kepala keluarga Uchiha begitu mencintai istrinya itu.

“Kau mau kemana nak?.”

“Saya mau keluar bi, sekalian saya mau menengok teman saya yang tinggal di dekat sini.” Katanya dengan wajah datar.

“Teman?.” Mikoto bertanya-tanya. Bukankah Sai baru datang kemarin? Dan bukankan dia juga lama tinggal di luar negri? Jadi bagaimana bisa dia memiliki teman secepat ini?.

“Iya, teman kuliah saya, mereka pulang kesini beberapa hari sebelum saya dan sebelum pulang mereka memberi alamat rumahnya.” Ucapanya menjelaskan karena melihat wajah kebingungan sang bibi.

“Oh begitu. Kalau begitu baiklah. Biar sopir yang mengantarmu. Aku tidak ingin kamu tersesat di sini.”

“Arigatou baa-san.”
 
Hari ini Sai berencana mengunjungi Gaara dan Naruto. Ya, sebelum mereka kembali ke kota ini, mereka sempat memberikan alamat kondo milik Gaara.

“Paman, apa paman tau alamat ini?.” Tanyanya pada sopir kepercayaan keluarga Uchiha tersebut.

“Iya, tuan Sai. Kalau tidak salah alamat ini berada di kawasan elit.”

Benar saja, ternyata tempat tinggal Gaara adalah kondo super mewah. Yah iya maklum, bagaimanapun Gaara adalah seorang Sabaku. Seorang tuang muda dari keluarga kaya raya dan tersohor di Jepang. 

Sayangnya saat ia tiba di tempat itu, para penghuninya sedang tidak ada ditempat. Apa boleh buat, padahal ia tidak menghubungi mereka terlebih dulu untuk memberi kejutan.

.

.

.

“Nah Yuki, mulai hari ini kamu belajar disini. Jangan nakal. Nanti sore papa jemput. Pokoknya jangan pulang sebelum papa atau Gaara-jisan jemput OK.”

“Um.” Anak itu mengangguk dengan semangat.

“Selamat pagi.”

Naruto, Gaara dan Yuki menoleh. Di sana berdiri seorang wanita yang sedang menggandeng anak laki-laki sepantaran Yuki. Naruto merasa mengenal wanita itu. entah dimana, tapi ia  pernah melihatnya. Rambut merah muda itu cukup aneh dan gampang diingat.

“Perkenalkan, namaku Uchiha Sakura dan ini anakku, Kazuki. Ini hari pertamanya masuk sekolah.”

“Etto. . .um.”

“Kazuki, ayo perkenalkan dirimu.”

“Uchiha Kazuki, salam kenal.”

“Namikaze Yuki desu.” Jawab Yuki dengan senang. “ Dan ini papaku, namanya Namikaze Naruto.” Ucap Yuki polos sambil menarik tangan Naruto.

Sakura tampak terkejut.

Kedua anak itu langsung akrab satu sama lain. Inikah yang disebut ikatan darah?. Naruto tersenyum sedih melihat Yuki dan anak Sakura. Seharusnya Yuki juga menyandang nama Uchiha.

“Senang berkenalan dengan anda Sakura-san. Tapi maaf, kami terburu-buru.” Kata Gaara sambil menarik tangan Naruto. Ia tidak mau Naruto kembali teringat masa lalu. Ia tau siapa wanita itu. Wanita yang membuat Naruto menderita. Wanita yang merupakan istri dari Uchiha bungsu.

Sakura memandang punggung kedua pria itu dengan pandangan yang tidak bisa diartikan.

‘Naruto?’

Itu adalah nama yang selalu di sebut Sasuke dalm igauannya.

Naruto.

Nama yang selalu membayangi rumah tangganya

‘Tidak tidak tidak, pasti bukan dia, bagaimanapun dia adalah pria. Tidak mungkin Sasuke mencintainya. Lagipula bukan hanya dia yang memiliki nama itu. iya pasti bukan dia.’ Kata Sakura dalam hati.

.

.

.

-Gaara POV-

Sejak bertemu wanita merah muda tadi, Naruto hanya duduk diam disampingku. Aku melirik dari ekor mataku, wajahnya tampak sedikit tegang.

“Naruto, apa sebaiknya kita memindahkan Yuki ke sekolah lain?.” Tanyaku sambil focus menyetir.

“Tidak apa.” Ucapnya sambil tersenyum. Senyum yang terlihat benar-benar dipaksakan.

Senyuman yang sangat tidak ingin kulihat lagi selamanya. Yah senyuman itu mengingatkanku pada Naruto beberapa tahun, saat ia terpuruk karena Uchiha brengsek itu. Saat mengetahui mengetahui dirinya hamil. Semua masa2 buruk itu, sungguh aku tidak ingin terulang lagi.

“Jangan tersenyum jika kau tak ingin melakukannya Naruto.”

-End POV-

.

.

-Naruto POV-

Hari ini adalah hari pertama Yuki masuk sekolah juga hari pertamaku menjadi dosen tamu untuk mengajar seni lukis di universitas tempatku menuntut ilmu dulu. Aku dan Gaara menjemput Yuki di rumah Temari nee dan langsung menuju sekolah baru anakku. Tapi sungguh aku tidak menyangka akan bertemu dengan dia.
Wanita itu.

Ya wanita itu.

Wanita yang membuat hubunganku dan Sasuke berakhir.

Wanita yang merebt apa yang seharusnya jadi milikku dan Yuki.

Sepertinya Gaara tau siapa wanita yang menyapaku ini. Bagaimana tidak, rambut merah muda itu bukan sesuatu yang umum dan kudengar itu adalah warna asli rambutnya.

“Senang berkenalan dengan anda Sakura-san. Tapi maaf, kami terburu-buru.” Kata Gaara sambil menarik tanganku. Ia menarikku meninngalkan wanita itu. benar-benar pengertian bukan? Hanya dia yang mengerti aku.

Gaara menarikku ke mobilnya dan sekarang disinilah kami. Mengendarai mobil merah kebanggaannya menuju tempat kerjaku yang baru. Yah, setelah aku menemui Tsunade sensei, pihak kampus langsung menawari pekerjaan sebagai dosen tamu di jurusan seni lukis modern.

“Naruto, apa sebaiknya kita memindahkan Yuki ke sekolah lain?.” Tanyanya sambil focus menyetir.

“Tidak apa.” Jawabku sambil tersenyum.

“Jangan tersenyum jika kau tak ingin melakukannya Naruto.”

Aku terhenyak kaget. Sekali lagi, sekali lagi Gaara menunjukkan bahwa ia sangat mengerti diriku.

“Ya.” Aku kembali tersenyum. Kali ini bukan senyum palsu apalagi senyum bisnis yang biasa kuperlihatkan pada kolektor.

-End POV-

.

.

.


Malam harinya Sasuke tiba di kediaman utama Uchiha bersama keluarga kecilnya. Seperti biasa, para pelayan berbaris menyambut kedatangan tuan mudanya. Sasuke berjalan dengan angkuh sementara Sakura dan Kazuki mengikuti dibelakangnya. Mikoto dan Itachi juga tampak menyambutnya.

“Sasuke, Sakura, akhirnya kalian datang juga.” Kata Mikoto yang saat ini mengenakan kimono sutra berwarna hitam dengan motif bunga tsubaki merah yang cantik.

Wanita paruh baya itu langsung menggiring keluarga kecil putra bungsunya itu ke ruang makan. Disana sudah menunggu Fugaku, Itachi dengan istrinya, Deidara ( disini Dei-chan cewe loh ya : ) ) juga seorang lagi, tamu yang dianggap istimewa malam ini. 

“Ah ya Sakura, kenalkan ini Sai, Uchiha Sai, sepupu jauh Sasuke.”

“Namaku Uchiha Sakura, Salam ke . . .” Secara reflek Sakura membungkuk untuk memberi salam ala jepang tapi saat ia mengangkat tubuhnya.

DEG!

“. . .nal.”

.

.

.

-TBC-

.

.

.


Jumat, 18 Oktober 2013

FF: Lavender 6, Illusion

.
.
.
.
Disclaimer : Naruto not mine.
Rate : M.
Genre : Basicly I don't wanna put this.
Contain sex scene, mature life, Mpreg, etc.

Character :
Namikaze (Uzumaki) Naruto (29 tahun)
Uchiha Sasuke (29 tahun)
Namikaze Yuuki (7 tahun)
Sabaku (no) Gaara (29 tahun)
Haruno Sakura (29 tahun)
Uchiha Kazuki (7 tahun)
Uchiha Sai (29 tahun)
Uchiha Itachi (35 tahun)
Uchiha Deidara (fem)(30tahun)
karakter lain mengikuti.
Etc.
.
.
.
.
.
.
Chapter 6. Illusion.
.
.
.
.
.
.
Sasuke melemparkan mantelnya ke kursi kecil di sebelah pintu. Ia membaringkan tubuhnya ke ranjang king sizenya. Matanya menatap kosong langit-langit kamarnya. Ia membayangkan wajah Naruto disana.Apapun yang terjadi. Aku akan mendapatkanmu kembali Naruto.
Kali ini aku tidak akan melepaskanmu lagi.
.
.
.
.
.

Naruto tau bahwa ini salah.

Dan ia sangat tau itu.

Tidak seharusnya ia memanfaatkan sahabatnya.

Tapi untuk saat ini tidak ada pilihan lain.

Keadaan memaksanya seperti ini.

Hanya Gaara yang saat ini bisa jadi sandarannya.

Ia membutuhkan semua kekuatan yang bisa ia dapat jika ingin melindungi Yuuki.

Dan Gaara memiliki semua yang ia butuhkan.

Hanya Gaara yang saat ini memiliki semua yang ia butuhkan.
.
.

Kekuasaan.

Tidak akan ada yang meragukan kekuasaan seorang Sabaku.

Kekayaan.

Semua orang tau bahwa Sabaku adalah keluarga yang sangat kaya raya.

Dan yang paling penting

Gaara menyayangi Yuukinya.

Sangat menyayanginya.

Gaara mencintainya.

Dia menyadari kalau Gaara mencintainya.

Lalu?

Naruto memang tidak pintar tapi dia juga tidak bodoh untuk tak menyadari perasaan Gaara padanya.

Naruto hanya tidak ingin hubungannya dengan orang yang telah dianggapnya saudara itu hancur.

Karena itu ia memilih diam dan pura-pura tidak menyadari apapun.

Toh Gaara tidak pernah terang-terangan mengakui perasaan itu padanya.

Berarti bukan salahnya juga kan kalo dia bersikap seolah tidak menyadari perasaan Gaara padanya?

Jika saja pria merah itu berani menyatakan perasaannya terang-terangan mungkin Namikaze pirang itu sudah menjadi miliknya.

Sayang sang Sabaku muda tidak memiliki keberanian sebesar itu.

Hingga akhirnya sang Namikaze pirang malah terjerat oleh Uchiha bungsu.

Takdir benar-benar mempermainkan mereka.
.
.
.

Kali ini Naruto ingin bertindak sesuka hatinya.

Egois?

Munafik?

Menjijikkan?

Terserah.

Naruto hanya memikirkan nasib anaknya saat ini.

Ia tidak peduli dengan apa kata orang.

Semua ibu di dunia pasti akan berubah mengerikan jika itu menyangkut anaknya.

Dan itulah yang terjadi pada Naruto.

Ia memang bukan wanita.

Tapi jangan lupakan pula bahwa dialah yang melahirkan Yuuki.

Jadi secara teknis ia adalah IBU bagi si Namikaze kecil itu.

Yang terpenting sekarang adalah Baby kecilnya.

Baby tersayang yang menjadi penyemangat hidupnya saat ini.

Andai saja dia bisa jatuh cinta pada Gaara. Mungkin hidupnya tak sesulit dan serumit ini.

.
.
.

Gaara kembali memangut bibir mungil itu. Merasakan rasa manis bearoma citrus dari tubuh Naruto. Ia mengangkat wajahnya untuk melihat keadaan Naruto.

Naruto, terbaring dibawahnya dengan wajah penuh keringat. Tampak jelas pipinya memerah. Matanya sayu memandang Gaara. Ia mencoba mengatur nafasnya yang masih terengah-engah setelah sesi ciuman ketiganya tadi. Tanda kemerahan terlihat memenuhi leher dan dadanya yang terekspos karena kancing kemejanya terbuka. Benar- benar pemandangan erotis yang bisa membuat semua seme di dunia berdiri tegak.

Gaara kembali menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Naruto. Kemudian dengan jahil ia menggigit lembut cuping telinga pria pirang itu.

"Akh~~~." Desah Naruto. Salah satu tempat tersensitifnya kini di manjakan oleh Gaara.
Gaara kembali menaikkan tubuhnya. Ia mulai melucuti pakaiannya dan melemparkannya kelantai. Ia kemudian dengan cepat menarik celana yang membungkus kaki Naruto. Kini mereka sama-sama polos kecuali sebuah kemeja yang masih tersampir manis di lengan pria kuning itu.

"Naru . . ."

"Just ngh . . . do it. . . Ichibi . . ." Kata Naruto sambil menangkup wajah Gaara. Kini ia yang mulai menciumi Gaara. Naruto menghisap leher pucat Gaara dan meninggalkan jejaknya disana. Ia menurunkan ciumannya ke dada putih itu. Kembali, Naruto membuat beberapa tanda di tempat itu. Membuat Gaara mendesah.

"Ngh . . ."

Tentu Gaara tidak akan tinggal diam. Ia tidak akan diam dan membiarkan Naruto menguasai permainan. Direnggutnnya lagi bibir ranum itu. Bibir yang kali ini terlihat memerah dan bengkak karena ciuman-ciuman panasnya tadi. Ia kemudian mengalihkan perhatiannya kedua buah tonjolan di dada Naruto. Gaara meneguk ludahnya sendiri. Sudah lama ia ingin melakukannya. Tapi ia juga tidak mungkin memaksa Naruto. Ia terlalu mencintainya untuk bisa menyakitinya. Tapi saat ini lain ceritanya. Bukankah Naruto sendiri yang memintanya. Itu berarti ia boleh melakukan apapun padanya bukan.

Ya apapun.

Dihisapnya tonjolan kanan itu dengan keras. Sedangkan tangan kirinya memainkan tonjolan yang satu lagi. Nauto mendesah. Sekali lagi, Gaara memainkan tempat sensitifnya. Ia tersenyum puas saat melihat kedua tonjolan itu menegang dan keras. Ia kemudian mengarahkan ciumannya ke dada dan perut Naruto. Sebuah luka melintang terlihat jelas disana. Berwarna sedikit gelap dari kulit di sekitarnya. Ia tau apa luka itu. Gaara pun mengecupinya.

Ciumannya turun ke daerah pribadi Naruto. Ia memandang takjub pada daerah itu. Ok, ini memang bukan pertama kali ia dan Naruto melakukan ini. Tapi ingat nggak kalo sebelumnya mereka berdua dalam keadaan mabuk? Mana mungkin orang mabuk bisa ingat dengan detail.

Tanpa menciumi daerah itu. Aroma kelaki-lakian tubuh Naruto dapat diciumnya dengan kuat. Ia memandang organ panjang yang kini sudah tegak itu. Di kepalanya terdapat sedikit cairan yang keluar. Gaara memasukkan benda milik Naruto kedalam mulutnya. Tangannya juga ikut mengeksplorasi daerah privat Naruto.

Jemari panjangnya mulai menusuk hole berwarna pink itu. Secara perlahan dan satu persatu. Dengan sabar di renggangkan tempat itu. Hingga ketiga jarinya dapat masuk kesana.
Pria pirang itu mengejang. Merasakan kenikmatan di selangkangannya. Naruto mencapai klimaks pertamanya.

"A-akh ah. . . oh . . . Gaa-chan . . ."

Naruto kelelahan setelah mendapat klimaks pertamanya. Matanya terlihat sayu dan sekujur tubuhnya dibasahi keringat. Sudah sangat lama ia tidak merasakan sensasi ini.

Gaara kembali merangkak diatas tubuh Naruto. Ia ingin menyiapkan Naruto dengan teliti. Ia tidak ingin Naruto kesakitan saat ia memasukinya. Ia memosisikan miliknya di depan hole itu. Di hentakkannya maju hingga ujungnya mulai menerobos masuk.

"Akh!." Pekik Naruto saat merasa ada yang memaksa masuk kedalam tidak terlalu sedikit rasa kaget namun itu mampu membuat holenya mengetat tiba-tiba.

Gaara menjadi kesulitan memasukkan sisa miliknya.

"Relaks, Naru." menggigit bibir bawahnya. Menahan desahan yang sip keluar kapan saja.

Setelah dirasa cukup relaks, Gaara dengan cepat memasukkan sisa miliknya kedalam hole itu. Membuat sang pemilik tidak tahan untuk mendesah. Gaara memompa miliknya keluar masuk dengan ketat itu membuat gairahnya menggila. Ia tidak untuk mengeluarkan benihnya di dalam tubuh Naruto. Meski ia tau itu bisa membahayakan sahabatnya. Dengan sisa kesadaran pun menarik miliknya keluar. Naruto yang menyadari gerakan Gaara langsung menjepit benda itu didalam tubuhnya.

"Owh. Naru." Gaara melenguh keenakan akibat pijatan di miliknya. Tiba-tiba saja hole itu mencengkram erat miliknya hingga menimbulkan sensasi yang luar biasa.

"Just come inside." Ucap Naruto. Ia mengecup sekilas bibir Gaara.

Gaara kembali menenggelamkan miliknya di tubuh Naruto. Ia kembali memompanya dengan lebih cepat. saat dirasa akan keluar ia pun memasukkannya sedalam yang ia bisa. Tak lupa juga ia memberi servis pada milik Naruto yang juga sudah tegak. Ia membelainya dan meremasnya lembut. Ia ingin keluar bersama Naruto.

"NARUTO!."

"GAA_CHANNNNN . . . AHHHHH."

.
.
.
.

Pria bersurai hitam itu melangkahkan kakinya dengan mantap menuju pintu keluar bandara Konoha. Ia menyeret sebuah koper besar berwarna hitam dan sebuah tas jinjing kecil yang tersampir di bahunya. Ia kemudian menyetop sebuah taksi untuk mengantarnya ke rumah keluarganya.

Sudah berapa lama ia tidak menginjakkan kakinya di kota ini?

5 tahun?

10 tahun?

Entahlah, ia sendiri juga sudah lupa.

Ah iya! Terakhir dia kesini adalah saat saudara sepupu jauhnya menikah. Sepupu dari paman dari bibi dari menantu dari kemenakan dari ayah dari kakak ipar dari cucu dari cicit dari kakek dari ibu dari ayah dari ibunya. Ahhhhh! Kalau dijelaskan akan sangat amat super duper panjang sekali. Pokoknya yang jelas dia adalah saudara dari pihak ibunya.

Sebenarnya ia sudah sangat betah tinggal di Eropa. Ia sudah memiliki segalanya. Karier yang bagus, harta melimpah, nama terkenal –untuk kalangan tertentu-, dan teman. Teman yang membuatnya tertarik, teman yang bisa membuatnya tersenyum tulus dan teman yang mengerti dirinya. Namun semua itu berubah saat ia mendengar kabar kalau temannya itu kembali ke Konoha. Tanpa pikir panjang diapun segera mengepak barangnya untuk pergi ke Konoha dan menemui temannya yang berharga. Terdengar konyol huh? Tapi tidak bagi Uchiha Sai, baginya orang itu adalah teman pertamanya dan satu-satunya orang yang mengerti dirinya. Orang pertama yang mengajarinya bagaimana cara memperlakukan orang lain dengan benar.

Sejak kecil, ia memang lemah dalam mengekspresikan emosinya. Walau dalam keadaan apapun, wajahnya tetap kaku tanpa ekspresi. Mungkin ini karena darah Uchiha di dalam tubuhnya. Seperti yang diketahui banyak orang. Keluarga Uchiha sangat lihai dalam menyembunyikan emosinya. Sayang wajah datar itu sering membuat orang lain salah paham sehingga Saipun tidak memiliki banyak teman. Ia tersenyum saat mengingat bagaimana pertama kali dia dan pria itu bertemu. Dengan sangat lantang, pria itu bahkan berani menjitak kepalanya di depan banyak orang.

Merasa di permalukan?

Tidak.

Justru yang ada adalah perasaan yang lega dan senang. Akhirnya dia bisa menemukan orang yang benar-benar memperlakukannya dengan wajar tanpa memperdulikan nama belakangnya.
 
-Flashback-

Sudah 8 tahun lebih ia tinggal di Itali, meninggalkan keluarganya di Jepang. Alasannya sederhana, ia ingin belajar dari seorang maestro bernama Michael Goodham. Sayangnya ia ditolak. Menurut Mr. Goodham, Sai lebih berbakat membuat karikatur ilustrasi daripada lukisan. Karena itu Mr. Goodham memperkenalkan salah satu temannya untuk menjadi guru Sai.

Kecewa?

Tentu saja.

Menjadi pelukis adalah cita-citanya sejak kecil. Dengan berat hati Sai mempelajari Ilustrasi. Dan ternyata Mr. Goodham lebih baik dalam hal Ilustrasi, terbukti banyaknya majalah, perusahaan dan rumah mode yang menggunakan jasanya untuk promosi. Yang Sai memang tidak mengkhususkan dirinya untuk membuat ilustrasi komersial tapi yang namanya rejeki tidak boleh ditolak bukan?.

Lalu bertemulah ia dengan pemuda itu. Pemuda pirang yang kini menjadi murid dari maestro yang sangat diidolakannya.

Cemburu?

Iya. Karena pemuda itu diakui sedangkan dia tidak. Tapi yah sudahlah.

Benci?

Tentu saja tidak. Toh ia sudah menemukan bakatnya yang sesungguhnya. Ia mungkin hanya merasa sedikit cemburu itu saja. Cemburu dengan bakat melukis yang dimiliki pemuda itu. Yah wajarlah.

Tapi begitu melihatnya tidak mungkin ia bisa membencinya bukan. Kepribadiannya ramah dan hangat. Dia juga orang yang sangat ceria dan dapat membuat suasana di sekitarnya jadi nyaman. Berkat itulah pemuda itu, Namikaze Naruto, banyak memiliki teman. Bahkan kepribadian hangat itu mampu sedikit demi sedikit meluluhkan gunung es yang ada di hatinya.

Naruto, orang yang sangat menyenangkan dan Sai sangat menyukai Naruto. Mereka bertiga, Naruto, Gaara dan Sai, berteman baik di Itali. Lalu saat naruto memutuskan pindah ke Inggris, sama seperti Gaara, Saipun mengikutinya. Sai memang tidak pandai membaca pikiran orang tapi dengan jelas ia dapat melihat dengan jelas bahwa Gaara sangat menyukai Naruto.

'Mungkin karena mereka berteman sejak kecil.' Pikirnya.

Lalu saat tau Naruto kembali ke Konoha bersama Gaara, Sai yang saat itu baru kembali dari Amerika setelah melakukan touring, langsung menyusul Naruto. Sai sangat ingin menyusul naruto dan Gaara yang sudah ia anggap keluarga sendiri ke Konoha. Tapi apalah daya, tiket ke Konoha sudah ludes dan yang paling cepat adalah tiket untuk tiga hari kemudian lagipula ia juga harus mengurus pekerjaan dan visanya bukan.

-End Flashback-


Sai memasukkan barang-barangnya ke bagasi taksi itu dibantu oleh sang sopir. Ia kemudian masuk kedalam taksi itu.

"Antarkan aku ke Uchiha Mansion."
.
.
.
.
.

Sakura terduduk ditepi ranjangnya. Tangan kirinya memegang sebuah pigura foto, foto pernikahannya dan Sasuke tangan kanannya membelai permukaan kacanya. Membelai wajah suaminya yang tercetak disana. Tidak terasa air matanya jatuh ke permukaan kaca itu.

'Sudah 8 tahun Suke. Apa kau belum bisa melupakannya? Apa kau belum bisa menerimaku? Apa kekuranganku? Kenapa kau begitu dingin padaku? Berapa lama lagi aku akan kuat menahan semua penderitaan ini? sampai kapan aku harus menunggu hatimu untukku? Sampai kapan?.' Tangis Sakura dalam hati.

Ia memang tau kalau Sasuke tidak pernah mencintainya. Ia tau bahwa Sasuke mencintai orang lain. Tapi ia sangat mencintai laki-laki itu hingga ia mampu melakukan cara licik untuk mendapatnya. Dengan menggunakan keluarganya. Ayahnya dan kepala keluarga Uchiha adalah sahabat sejak mereka masih SMA dulu. Tentunya ayah Sasuke tidak akan menolak saat ayahnya ingin menjodohkan Sakura dengan Sasuke. Bahkan saat itu Fugaku sangat senang karna ia memang menginginkan Sakura untuk menjadi menantu keduanya.

.
.
.

Tidak sampai 30 menit Sai sampai di rumah utama keluarga Uchiha. Rencananya ia akan tinggal sementara di rumah ini sampai ia menemukan apartemen yang cocok untuknya. Sesampainya di kediaman Uchiha, ia disambut oleh pasangan Uchiha senior dan pasangan anak sulung mereka, Itachi dan Deidara. Setelah menikah, Itachi dan Deidara tetap tinggal di mansion itu. Yah diakan penerus keluarga jadi wajar kalau dia tetap tinggal di rumah keluarga utama.

Mikoto langsung memeluk Sai. Sejak dulu ia memang paling dekat dengan Sai. Mikoto bahkan sudah menganggap Sai sebagai anak keduanya. Mikoto juga merasa Sai sangat mirip dengan anak bungsunya, Sasuke. Setelah acara pelepasan kangen. Mikoto membawa Said an keluarganya menuju ruang keluarga untuk berbincang. Ia juga menyuruh pelayan untuk membawa koper Sai ke kamar yang sengaja dipersiapkannya.

"Jadi berapa lama kau aka nada di sini, Sai?." Tanya Fugaku.

"Entahlah paman, jika aku betah maka mungkin aku akan berada di sini cukup lama. Jadi mohon bantuannya. Sampai aku dapat menemukan apartemen yang cocok. Tolong ijinkan aku menginap disini."

"Aish, kenapa harus mencari apartemen? Tinggallah disini. Disini masih banyak kamar kosong." Kata Mikoto.

"Ibu benar. Tinggallah disini." Tambah Itachi.

"Terima kasih tapi aku sudah dewasa. Dan aku sudah terbiasa mandiri." Ucap Sai masih dengan wajah datarnya. " Ah ya mana Sasuke? Aku belum melihatnya."

"Sasuke tinggal bersama istri dan anaknya." Ucap Mikoto singkat.

"Begitukah?." Sai memang tidak terlalu akrab dengan Sasuke. Entahlah, sejak dulu mereka memang tidak pernah bisa cocok satu sama lain.

"Kalau begitu isirahatlah. Ini sudah malam. Kau pasti lelah menempuh perjalan panjang." Kata Mikoto penuh perhatian. "pelayan akan mengantarmu ke kamar."

"Baiklah kalau begitu." Sai beranjak dari tempat duduknya. Ia lalu membungkuk sebentar. "Kalau begitu aku permisi dulu, paman, bibi, kak Itachi, kakak ipar."

Sai mengikuti seorang pelayan paruh baya menuju kamarnya. Begitupun pasangan Uchiha bungsu dan anak-anaknya. Sai langsung tertidur diranjangnya karena kelelahan. Kini ia akan beristirahat agar besok bisa mencari Naruto. Ia sudah mendapat alamat gaara di jepang. Dan ia berencana untuk mendatangi mereka.

.
.
.
-TBC-
.
.
.
.
.
Hiii chapter ini isinya lemonan Gaaranaru doank. Gyaaaa jangan marah donk… _. Saya sedang sibuk ngejar skripsi yang nggak kelar-kelar karena saya malas. HAHAHAHA. Jadi mungkin nggak bisa sering update.
.
.
.

Kamis, 03 Oktober 2013

Fanfic: Lavender 5

.
.
.
.
.
Chapter 5. Meeting.
.
.
.
" Naruto".
.
.
.
-Naruto POV-

Aku berjalan menyusuri trotoar. Kulayangkan pandanganku ke sekitarku. Hmm, tidak banyak yang berubah. Toko buah itu masih disana. Toko buku itu juga belum pindah. Perasaanku menjadi sangat nyaman bahkan senyuman kecil tidak lepas dari bibirku. Kota inilah tempat aku hidup dulu dan aku ingin hidup bahagia bersama Yuuki di sini juga. Di seberang jalan aku melihat beberapa orang anak muda yang sedang asyik bercengkrama. Ah! Seragam itu adalah seragam SMA-ku dulu. Seragam gakuran berwarna hitam legam. Aku tersenyum karena teringat masa-masa SMA. Sudah lebih dari 12 tahun aku meninggalkan bangku SMA. Kira-kira bagaimana ya kabar teman-temanku? Dan
.
.
.
Sasuke?.
.
.
.
Senyuman dibibirku menghilang saat aku mengingat nama itu.

'Kenapa?.'

Padahal sudah 8 tahun tapi rasa sakit itu masih ada. Aku memegang dadaku yang tiba-tiba saja terasa nyeri. Rasa sakit itu masih ada. Rasa sakit karena dikhianati dan dicampakkan.

'Aku sudah tidak mencintainya ya aku sudah tidak mencintainya. Hidupku hanya untuk Yuuki.'
Janjiku dalam hati. Aku menggelengkan kepalaku dengan keras. Berusaha mengusir pikiran negatifku.
.
Kruyukkkkk
.
"Ah!."

Sepertinya aku harus mencari makan terlebih dahulu hahaha. Aku kembali menyusuri jalan dan berharap menemukan café atau semacamnya untuk sekedar mengganjal perutku. Sebenarnya aku ingin memakan ramen bikinan paman Teuchi tapi ya sudahlah besok-besok saja kalau aku punya waktu. Aku akan mengajak Yuuki dan Gara juga. Kira-kira Gaara mau tidak ya? Dia kan sangat-sangat tidak suka makanan tidak sehat seperti ramen. Ck padahal ramenkan makanan jepang paling enak. Kenapa juga Gaara tidak suka? Aku tinggal bersamanya selama 8 tahun dan itu cukup untuk membuatku mengerti semua kebiasaanya, apa yang ia suka, apa yang tidak. Kalau di pikir-pikir aku ini sudah seperti istrinya saja ya. Mungkin jika aku dulu mencintai Gaara. Aku tidak akan menderita seperti ini. Ah tidak juga. Mungkin jika aku jadi istrinya, aku akan menderita karena tidak tiijinkan makan ramen. Tidakkkkk! Aku tidak mau. Aku tidak bisa hidup tanpa ramen! ( Gothic: Heee? Bukannya selam 8 tahun kamu di luar negeri kamu nggak pernah makan ramen sekalipun ya?)

Aku memukul kedua pipiku. Apa sih yang aku pikirkan? Aneh-aneh saja.
Aku berhenti di sebuah terrace café. Café itu memiliki kursi di dalam ruangan dan di luar ruangan yang berada persis di pinggir jalan. Aku memilih duduk di bagian luar. Sesaat setelah aku duduk , seorang pelayan memhampiriku dan membawa menu makanan untuk ku pilih.

"Orange juice and beef sandwich please." Kataku dengan logat ala inggris. Yah mau bagaimana lagi. Kebiasaan sih. 2 tahun tinggal disana mampu membuatku menjadi 'English gentleman' tulen. Pelayan itu mencatatat pesananku dan langsung pergi.

Kembali perasaan sepi ini menyapaku. Siku tangan kananku ku letakkan diatas meja untuk menyangga kepalaku. Aku kembali mengamati pemandangan jalan dan kendaraan yang berlalu lalang dengan khusyuk. Déjà vu, itulah yang kurasakan. Perasaan rindu yang kurasakan pada kota ini. Aku akan segera mencari apartemen kecil untukku dan Yuuki tinggal. Tidak perlu mewah, cukup nyaman saja. Mungkin sedikit besar bolehlah. Untuk meletakkan lukisan-lukisanku di sana.

"Naruto."

-End POV-
.
.
Naruto menoleh saat ia mendengar namanya di panggil. Matanya membulat. Betapa terkejutnya saat ia menemukan siapa sosok yang memanggil namanya. Dia, Uchiha Sasuke, orang dalam list pertama Naruto yang tidak ingin ia lihat, tidak ingin ia temui dan orang pertama yang ingin ia hindari. Betapa sialnya Naruto hari ini.

"Naruto." Wajah Sasuke tampak bahagia. Setelah 8 tahun akhirnya ia bisa bertemu lagi dengan orang yang di cintainya. " Kau kembali".

"Senang berjumpa anda lagi Uchiha-san." Jawab Naruto dingin dan kaku. Sasuke agak kecewa dengan tanggapan Naruto. Tapi ia menyadari mungkin bagi Naruto sekarang dia bukan siapa-siapa. Mengingat apa yang ia lakukan pada pria yang ada di depannya.

"Boleh aku duduk?."

"Silahkan." Jawabnya setenang mungkin. Ia mengalihkan pandangannya ke pangkuannya. Tidak mau melihat laki-laki yang ada di depannya. Ia berusaha terlihat setenang mungkin padahal hatinya bergemuruh. Jantungnya berdebar keras. Keringat dingin mulai keluar dari tubuhnya. Ia meremas tangannya yang kini ada di pangkuannya. Suasa menjadi hening setelah Sasuke duduk berhadapan dengannya. Suasana sedikit mencair ketika seorang pelayan membawakan pesanan Naruto. Sasuke pun memesan secangkir kopi pada pelayan itu.

"Bagaimana kabarmu?." Tanya Sasuke mencoba membuka percakapan. Tapi agaknya Naruto enggan menjawab. Ia hanya terdiam dan mulai memakan makan siangnya sampai beberapa saat kemudian ia menjawab.

"Aku baik-baik saja tanpamu." Dengan nada datar dan dingin. Sasuke merasa sakit saat Naruto mengatakannya. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apakan? Karena inilah dulu yang dipilihnya. Naruto memakan makan siangnya dengan tenang tidak memperdulikan Sasuke yang ingin memulai percakapan dengannya.

Dreeeeett dreeeeeeett.

Tiba-tiba Naruto merasa Hp di kantong mantelnya bergetar. Ia pun segera mengambilnya. Di sana tertulis 'Gaara's Calling'. Ia langsung menekan tombol untuk menerima telpon.

"Moshi-moshi . . . Gaara . . .". Sasuke mendengar Naruto memanggil nama Gaara, ia nampak tidak senang. "Eh? Temari-nee ingin Yuuki menginap? Baiklah kalau begitu. Titip salamku pada Temari-nee dan Shika-nii. Ah ya bilang pada Yuuki untuk tidak nakal dan merepotkan. . . hai, Arigatou." Naruto pun menutup telponnya. Ia kemudian menyadari tatapan Sasuke yang intens terhadapnya." Ada apa? Jangan memandangku seperti itu". Katanya kesal.

"Yuuki. Siapa Yuuki?." Tanyanya ingin tau. Wajah Naruto langsung pucat. Ia langsung membuang mukanya.

"Anakku." Jawabnya singkat. Sasuke membulatkan matanya, ternyata Narutonya, dobenya sudah bahagia dengan orang lain. Sial perempuan mana yang berhasil mengambil hati dobenya dan melahirkan anak untuknya. Ia tidak akan memaafkan wanita itu karena telah merebut miliknya. Loh Sasuke bukannya kamu udah nikah juga ya? Dah punya anak lagi.
.
-Sasuke POV-

"Yuuki, siapa Yuuki?." Tanyaku. Naruto tampak tidak senang dengan pertanyaanku. Dengan enggan dia menjawab,

"Anakku."

Jawabannya membuatku terkejut. Anak? Sejak kapan Naruto suka wanita? (perlu Author jelaskan, sebelum saling bertemu and jatuh cinta mereka sama-sama Straight. Tapi si Sasu teme ngira Naruto asli gay. Apa boleh buat soalnya diakan Uke, wkwkwkwk). Ah tidak maksudku sejak kapan ia menikah? Dadaku merasa sesak memikirkan bahwa Naruto bukan milikku lagi. Tidak! Apapun yang terjadi Dobe adalah milikku. Kalaupun sekarang ia sudah menikah, aku akan memutuskan ikatan itu. (egois banget sasuke).

"Yuuki itu . . . laki-laki atau perempuan? Berapa umurnya?." Tanyaku dengan gugup. Naruto meneguk jus jeruknya. Setelah habis ia meletakkan gelas itu ke meja dengan keras. Wajahnya tampak tidak senang dengan pertanyaanku. Ia lalu berdiri dari kursinya.

"Itu bukan urusanmu Uchiha!." Naruto beranjak dari tempat duduknya setelah sebelumnya meletakkan beberapa lembar uang untuk membayar makanannya. Ia berjalan menjauhiku. Aku tertunduk sedih, kuremas kain celanaku dengan kuat.

Apakah ini sudah terlambat memulai dari awal?

Apakah aku sudah tidak ada kesempatan lagi?.

Aku tak berniat mengejarnya. Kubiarkan dia berlalu dan menghilang dari pandanganku. Hatiku benar-benar hancur saat ini. Narutoku, dobeku, satu-satunya orang yang kucintai mungkin kini sudah membenciku. Tapi tidak, aku tidak akan menyerah. Seorang Uchiha tidak akan menyerah untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Kali ini ia tidak akan membiarkan Dobenya menghilang lagi.

"Aku akan merebutmu kembali Dobe."

-End POV-
.
.
.
Naruto melangkahkan kakinya dengan cepat. Meninggalkan Sasuke yang masih duduk. Pikirannya kini benar-benar kacau. Ia merasa hari ini adalaha hari tersial dalam hidupnya. Ia bertemu dengan orang yang paling tidak ingin ia temui lagi. Ok, dia memang sudah menduga kalau ia akan bertemu dengan orang- orang dari masa lalunya. Tapi ia tidak menduga akan secepat ini. Ia belum siap untuk hal ini. Sekarang yang ada di pikirannya adalah Yuuki. Sasuke tidak boleh tau kalau Yuuki adalah anaknya. Ya sama sekali tidak boleh tau.

Naruto kembali ke kondo milik Garaa. Ia memasuki kondo itu dengan ketakutan. Tubuhnya terasa gemetar. Ia bahkan tidak menghiraukan Gaara yang menyambutnya pulang. Ia langsung masuk ke kamarnya.
.
-Gaara POV-

"Okaeri." Kataku saat melihat Naruto masuk ke dalam rumah. Entah ia mendengarkan atau tidak. Dia mengacuhkanku dan langsung naik kekamarnya di lantai 2. 'Aneh' kataku dalam hati. Tidak biasanya ia seperti itu. Aku pun memutuskan untuk ke kamarnya dengan membawa 2 cangkir teh hangat yang telah ku tuang ke cangkir.

"Naruto, boleh masuk?." Tanyaku sambil mengetuk pintu kamarnya. Karena tidak ada jawaban, aku langsung masung ke kamarnya. Disana Naruto sedang duduk di tepi tempat tidurnya. Ia tampak menunduk dan memandang lantai. Aku dapat melihat tangannya gemetaran.

'Ada apa? Apa yang terjadi?.' Tanyaku dalam hati.
Akupun mendekatinya dan duduk di sampingnya." Naruto." Panggilku. Ia menoleh ke arahku. Aku dapat melihat semacam ketakutan di wajahnya. Aku memberikan salah satu cangkir yang ku bawa di tangannya.

"Thanks." Ucapnya pelan.

"Ada apa?." Tanyaku. Ia menyesap teh yang ada di tangannya seolah berusaha menenangkan pikirannya. Ia menyandarkan kepalanya di bahuku. Melihat ini aku yakin telah terjadi sesuatu. "Ada apa?." Tanyaku khawatir.

"Gaara. . . " Ucapnya pelan. "Peluk aku." Aku membulatkan mataku.

" Kau yakin?." Tanyaku sekali lagi. Aku dapat merasakan ia mengangguk di bahuku.

-End POV-
.
-Naruto POV-

Aku mendudukkan tubuhku di tepi kasurku, mencoba menenangkan pikiranku yang saat ini sedang kacau. Aku takut. Tanganku gemetar karena rasa takutku yang besar. Aku bertemu dengannya. Ya, hari ini aku bertemu dengannya. Bertemu dengan orang yang sangat ingin aku hindari.

Bagaimana jika dia bertemu Yuuki?

Bagaimana jika dia menyadari Yuuki anaknya?

Bagaimana jika dia mengambil Yuuki dariku?

Tidak tidak tidak. Itu tidak akan terjadi.

Kau bodoh Naruto! Seharusnya kau mengikuti ucapan Gaara dan kembali tinggal di Inggris. Kalau begini, siapa yang akan kau salahkan?!

Tok tok tok

"Naruto, kau didalam? Boleh aku masuk?." Kudengar suara Gaara dari luar. Ia masuk dengan membawa 2 cangkir dengan uap air yang masih dapat terlihat di tangannya. Memang ini kebiasaan Gaara, kalau aku tidak menjawab panggilannya, ia akan segera masuk ke kamarku. Ia meletakkan salah satu cangkir itu di tanganku kemudian duduk di sampingku. Ternyata isinya teh hangat. Aku tersenyum tipis. Gaara memang selalu tau apa yang kubutuhkan. Ia selalu ada di saat yang tepat.

"Ada apa?." Tanyanya khawatir. Aku hanya tersenyum sedih tidak menjawab. Lebih tepatnya tidak tau harus menjawab apa. Akulah yang bersikeras kembali kesini. Tidak peduli dengan nasehat Gaara. Akulah yang mengatakan aku kuat. Tidak ada lagi cinta untuk seorang Uchiha Sasuke. Tapi pada kenyataannya. Hatiku goyah saat bertemu dengannya. Aku takut. Aku takut jika dia mengetahui keberadaan Yuuki, dia akan merampasnya dariku. Aku menyandarkan kepalaku ke bahu Gaara. Sekedar untuk mencari rasa aman yang saat ini tidak kumiliki.

"Ada apa?." Tanyanya lagi. Aku hanya terdiam. Entah apa yang kupikirkan hingga kata-kata itu keluar dari bibirku.

"Gaara . . . peluk aku."

-End POV-
.
.
.
Pria merah itu mencium bibir pria kuning itu dengan penuh nafsu. Memangutnya dan menikmati ciumannya. Tidak ada perlawanan. Justru Naruto membalas ciuman itu. Memperdalam ciuman mereka sedalam yang ia mampu. Lidahnya mulai masuk kedalam rongga mulut Gaara dan menari didalamnya dengan liar. Gaara membalas aksi lidah Naruto. Menggigitnya pelan saat Naruto hendak mengeluarkannya dari mulutnya.

Gaara menarik tubuh Naruto ke atas pangkuaannya. Ia mulai menurunkan ciumannya dan bergerak menuruni lehernya. Dihisapnya kuat-kuat leher putih itu. Naruto melenguh. Ia menghirup wangi citrus tubuh kecil itu. Wangi tubuh itu benar-benar membuat gairahnya naik. Gaara mengangkat tubuhnya untuk melihat Naruto. Wajah Naruto kini memerah dengan ekspresi yang sangat menggoda.

" Nggh . . . Ah." Desah rubah pirang itu.
Desahan erotis itu membuat adik kecilnya mengeras. Dengan lembut Gaara membaringkan tubuh Naruto yang masih ada dipangkuannya di atas ranjang king size yang biasa ditempati pria itu dengan anaknya Yuuki. Dengan gesit tangannya mulai melepas satu per satu kancing kemeja yang dipakai oleh Naruto hingga dada putih itu terekspos dengan jelas. Tangan Narutopun tidak tinggal diam. Ia mulai menggoda Gaara dengan menelusupkan tangannya kedalam kaos ketat yang dipakai pris merah itu. Ia membelai dada bidang berotot Gaara dan mulai memainkan dua tonjolan didadanya.

"Ah!." Desah Gaara saat Naruto dengan kejam memelintir dua tonjolan dadanya. Terasa sakit juga nikmat. Naruto hanya terkikik melihat ekspresi Gaara yang sangat erotis. Naruto kemudian mengalihkan pandangannya kea rah selangkangan Gaara yang menggembung. Iapun menyeringai. Dengan nakal ia menelusupkan tangan kanannya kedalam celana Gaara. Ia mencari-cari milik Gaara yang besar itu. Setelah dapat, ia langsung memainkannya dengan tangan.

Kalian tau? Ini bukan pertama kalinya mereka melakukan ini. Tapi ini kali kali pertama mereka melakukannya dengan kesadaran penuh. Pertama kali mereka saling bertukar kehangatan adalah sekitar satu setengah tahun lalu. Saat itu mereka menghadiri sebuah pesta yang diadakan di sebuah aula hotel bintang lima di jantung kota London. Pesta itu di adakan oleh salah satu bangsawan untuk menghormati karya-karya masterpiece sang pelukis, Mr. Goodham. Karena tidak kuat dengan alkohol, mereka pun mabuk. Lebih tepatnya karena kebodohan dari seorang Namikaze Naruto yang salah meminum campuran martini beralkohol tinggi yang dikiranya hanya cocktail buah, pemuda itupun mabuk berat. Gaara? Dia sih memang biasa minum wine dan kawan-kawannya. Namun entah kenapa dia juga bisa mabuk saat itu hingga akhirnya mereka melakukan hal itu. Pagi harinya Gaara terbangun dan menemukan dirinya dan Naruto tidur dengan tubuh telanjang di tempat tidur yang sama. Ia lebih terkejut saat menemukan tanda-tanda sisa percintaan di tubuhnya juga di tubuh sang sahabat. Gaara merasa sangat bersalah saat itu dan berjanji tidak akan menyentuh Naruto lagi. Naruto hanya tersenyum dan mengatakan bahwa Gaara sama sekali tidak bersalah karena mererka sama-sama mabuk berat saat itu.

"Nghh . . . kau tau jika kau melakan ini. . . . There is no way to turning back." Ucap Gaara di telinga Naruto.

"I know . . ." Jawab Naruto. Ia menangkup wajah Gaara. Kini mata biru jernih itu menatap mata rubi Gaara.
 "Just make me don't have way to turning back. Will you?."

Gaara kembali melumat bibir merah itu. Ia tau bahwa Naruto tidak mencintainya lebih dari sahabat. Tapi bolehkan saat ini ia jadi sedikit egois? Berpura-pura bahwa pemuda pirang ini adalah miliknya? Bolehkan ia berharap bahwa pemuda ini membuka sedikit pintu hatinya yang telah terkoyak?.

Naruto sudah tidak peduli lagi. Ia jahat. Ia memang sangat jahat karena memanfaatkan sahabatnya sendiri. Tapi ia tidak punya pilihan lain. Hanya Gaaralah yang bisa diandalkannya saat ini. Sudah sangat lama ia berpikir. Seandainya saja Gaaralah yang ia cintai, ia tidak akan sesakit ini. Gaara sudah banyak berkorban untuknya. Menjaganya dari semua kebusukan dan derita dunia. Bolehkah jika kali ini jika ia mencoba untuk membuka hatinya sekali lagi?. Melupakan semua masa lalunya dan memulai lembaran hidupnya yang baru?
.
.
.
Sasuke yang mendapat telpon dari Sakura yang mengabarkan bahwa Kazuki sedang sakit langsung melajukan kendaraanya menuju apartemennya.

"Dimana Kazuki?." Tanyanya cemas. Sasuke sangat menyayangi Kazuki dan anak itulah yang membuatnya bertahan dengan Sakura.

"Kazuki sudah tidur." Jawab Sakura." Tadi dokter sudah memberinya obat penurun panas."

Rasa cemas Sasuke pun langsung hilang. Ia menghempaskan tubuhnya di sofa empuk berwarna merah marun yang ada di ruang tamu. Ia menggosok wajahnya dengan kedua tangannya dengan kasar. Sakura dengan setia berdiri di samping sofa itu.

"Mau apa lagi kau?." Tanya Sasuke dengan sinis saat menyadari wanita itu masih ada di sampingnya.

"Kau mau kusiapkan air panas?." Tanyanya pelan. Tidak ingin membuat pria yang berstatus suaminya itu marah.

"Tidak! Pergilah." Katanya kasar. Sasuke beranjak dari sofa tempatnya duduk menuju kamarnya. Dengan keras dibantingnya pintu kamar pribadinya. Mereka pindah ke apartemen ini setelah Kazuki lahir. Sejak itu pula Sasuke memutuskan untuk pisah kamar dari Sakura. Tidak mau kesalahannya dulu terulang lagi. Yah kesalahannya dulu saat ia mabuk.

Sakura masih berdiri membatu. Hatinya terasa sakit terhadap perlakuan Sasuke padanya. Sasuke memang tidak pernah memukulnya, tapi sikap dingin dan kata-kata kasarnya membuat hati wanita itu luka parah.

'Berapa lama lagi aku harus bersabar Sasuke? Berapa lama lagi aku harus menunggu agar kau bisa mencintaiku?' Tanya Sakura dalam hati. Air matanya mengalir deras dari kedua mata emeraldnya yang indah. Kau tau Sakura? Jawabannya tidak akan pernah. Sasuke tidak akan pernah mencintaimu. Karena di dalam hatinya cintanya hanya untuk satu orang.
Sasuke melemparkan mantelnya ke kursi kecil di sebelah pintu. Ia membaringkan tubuhnya ke ranjang king sizenya. Matanya menatap kosong langit-langit kamarnya. Ia membayangkan wajah Naruto disana.
Apapun yang terjadi. Aku akan mendapatkanmu kembali Naruto.
Kali ini aku tidak akan melepaskanmu lagi.
.
.
.
.
.
-TBC (Lanjut boleh?)-