.
.
.
.
.
Title:
Memories
Disclaimer :
Naruto isn’t mine. The original chara is own by Masashi Kishimoto but this
story is purely mine.
Genre :
Terserahlah.
Rate :
T
Warning :
Don’t like don’t read
Pair :
Sasufemnaru, slight Shikafemnaru (ditulis biar kaga ada yang komplen :P).
.
.
.
By : Gothiclolita89
.
.
.
Tidak menerima flame, sumbangan dalam bentuk apapun.
Boleh komplen tentang EYD.
.
.
.
Cast
Uchiha Sasuke
Uzumaki Naruto (fem)
Nara Shikamaru.
Uzumaki Karin.
Nara Shikaku.
Cast lain menyesuaikan.
.
.
.
Summary:
Saat masa lalu datang kembali membawa sejuta kenangan indah dan juga kenangan
buruk. Apakah kamu akan berbalik ataukah lari?
.
.
.
Chapter
5. Decision
.
.
.
Oek
oek oek
Wanita
itu menimang bayinya yang baru berumur 8 bulan. Kecemasan tampak jelas di wajahnya.
Shika kecil terus saja menangis. Badan balita itu sedikit hangat dibanding
biasanya. Karena itulah balita itu rewel dan terus menangis.
“Cup
cup cup. Mommy disini.” Naruto berjalan mondar mandir di dalam apartemennya
untuk menenangkan anaknya yang sedang demam.
‘Ya
Tuhan, semoga tidak terjadi apa-apa. Kumohon, jangan ambil Shika kecil seperti Kau mengambil Shikamaru
dariku.”
Dalam
hati Naruto terus berdoa agar doanya di dengar. Ia sudah kehilangan suaminya.
Jika sampai terjadi sesuatu dengan anaknya, ia pasti tidak akan bisa hidup
lagi.
.
.
.
“Jangan
ambil anakku dari sisiku.”
.
.
.
“Maafkan Kaa-san. Maafkan Kaa-san.”
Racaunya.
“Jika tak ada lagi yang di
bicarakan, sebaiknya kalian pergi dari sini.” Usirnya. Ia membukakan pintu apartemennya. “Aku harus menemani anakku.”
.
.
.
“Karin meninggal.” Lirih Kushina meski ia tahu Naruto tidak akan
mendengarnya. Wanita itu memandang sedih pintu apartemen Naruto yang sudah
tertutup.
“Sudahlah, biarkan Naru tenang
dulu. Kita akan menemuinya nanti.”
“Tapi . . .”
“Tidak ada gunanya memaksa.”
Kata Minato menenangkan Kushina.
“Benar kata Tou-san. Semua akan
baik-baik saja.”
.
.
.
Wanita itu mengelus lembut kepala
anaknya yang kini tengah tertidur lelap. Ia masih bersandar di tempat tidurnya.
Masih terjaga walau jam sudah menunjuk waktu tengah malam. Mata biru itu
memandang kosong pemandangan malam yang terlihat dari jendela apartemennya.
Kalau boleh jujur ia merasa sedikit tertekan. Semua datang dengan tiba-tiba.
Ia belum siap
Sama sekali belum siap.
.
.
.
Seperti biasa, setelah mengantar Shikaku
ke TK, Naruto bergegas pergi ke kedainya. Jam makan siangpun tiba. Kedai kecil
itu menjadi sangat ramai oleh pelanggan. Sangat ramai sampai-sampai Naruto
harus turun tangan membantu pegawainya untuk melayani para pelanggan yang
sebagian besar merupakan karyawan perusahaan disekitar area itu. Entah ini
suatu keberuntungan atau kesialan, Naruto sampai melupakan masalah keluarganya.
Setelah jam makan siang usai, kedai itu
mulai sepi. Para pelayan dengan
cekatan membersihkan meja dan lantai. Sesekali mereka bercanda dengan rekan
kerjanya.
“Hah, kenapa hari ini ramai sekali.”
Keluh gadis bersurai pink itu.
“Ck berhenti mengeluh, dan cepat
bersihkan tempat ini, jidat lebar.”
“Haku-chan, malam ini nonton
yuk. Aku sudah beli dua tiket nih.” Zabusha terus saja menempeli Haku yang
sedang sibuk menyapu lantai.
“Ck, kau mengganggu.” Katanya
kesal.
Naruto hanya tertawa kecil saat
melihat interaksi para karyawannya. Ia merasa . . .
Entahlah.
Ada perasaan bahwa mungkin ini
terakhir kalinya ia melihat mereka.
Teman barunya di Konoha.
.
.
.
Naruto sedang berjalan kaki
menuju ke apartemennya. Shikaku tampak tertidur tenang di gendongan ibunya.
Agaknya anak itu kelelahan bermain dengan teman-teman barunya. Naruto
menyenandungkan lullaby untuk anaknya.
Tiba-tiba langkahnya berhenti
saat ia kembali melihat mereka.
Pasangan Uchiha, Sasuke, dan
juga-
.
.
.
Orang tuanya.
.
.
.
Ah, maksudnya mantan orang
tuanya.
.
.
.
Mata wanita itu berkaca-kaca
saat melihat putri yang selama ini di carinya, putri yang selalu di
sia-siakannya.
“Na-Naru.”
.
.
.
“Ibu, to-tolong sampaikan maafku pada Naruto. Ma-maaf
telah merebut kekasihnya. Ma-maaf.” Kata wanita itu sambil terisak. Nafasnya
tersengal.
“Kau harus mengatakannya sendiri Karin.”
Karin menggeleng. “Aku merasa ti-tidak akan semp-at.”
“Tidak! Jangan mengatakan itu. Ibu, ibu . . .” Kushina
tidak bisa melanjutkan kata-katanya.
“A-aku ka-kakak jaha-t . . . a-ku jahat . . . aku
bu-bukan ka-kak yang baik. To-tolong am-puni aku Naru-chan.ku. Ku-mo-hon
maafkan. Ma-af a-aku ego-is.”
Tiiiiiiiiiiiit.
“Karin?. Tidak, Karin bangun sayang. Karin. Karin.”
Teriak Kushina histeris. Para dokter dan suster segera memasuki ruangan itu.
.
.
.
“Maaf, nona Karin sudah pergi.” Ucap seorang dokter pada
mereka.
“Tidak!!.” Kushina kembali menangis histeris dan kemudian
pingsan. Untung saja Minato bisa menangkap tubuh lemah istrinya dengan sigap.
.
.
.
Namikaze Karin meninggal di usianya yang baru menginjak
25 tahun akibat penyakit yang telah lama di deritanya.
.
.
.
Tumor otak
.
.
.
Sementara itu di rumah Sabaku.
Dua kakak beradik itu sedang duduk sambil menikmati secangkir kopi hangat
bersama.
“Aku- sudah mengatakan semua padanya.”
Gaara mengalihkan pandangannya
pada sang kakak. “Lalu?.”
“Dia menerimanya. Dia tidak
marah padaku. Padahal aku- aku . . .”
“Itu hanya kecelakaan Nii-san.
Kau tidak perlu menyalahkan dirimu.” Kata Gaara. Ia cukup tau seberapa besar
rasa bersalah yang dimiliki sang kakak pada orang yang bernama Nara Shikamaru,
orang yang diketahuinya sebagai dokter yang menangani penyakit Sasori dulu.
“Aku tau tapi tetap saja aku .
. .” Sasori tidak bisa melanjutkan ucapannya. “ Yang bisa kulakukan adalah
menjaga istri dan anaknya. Aku ingin menjaga mereka . . . aku sudah
melamarnya.”
Penyataan Sasori itu sontak
membuat Gaara membulatkan matanya.
-Flashback-
“Terimakasih kau mau jujur
padaku.” Kata Naruto sembari meleppaskan pelukannya. Ia meletakkan tangannya di
dada kiri Sasori. “Tolong kau jaga jantung milik Shikamaru dengan baik.”
“A-aku . . .”
“. . .”
“Aku akan kembali ke Amerika.”
Ucap Sasori. “Mungkin ini terdengar mendadak. Tapi maukah kau ikut denganku?.
Ma-maukah kau menikah denganku?. Atau paling tidak ikutlah denganku kembali ke
Amerika agar aku bisa menjaga kalian.”
“A-apa?.”
“Tolong pikirkan baik-baik.
Matteru kara . . .”
-End Flashback-
“Nii-san kau . . .”
“Aku menyukainya Gaara. Sangat
menyukainya.” Ucap Sasori sambil memandang keluar jendela. “ . . . Lebih dari
yang kau tahu.” Ia memegang dada kirinya yang berdetak kencang sedari tadi.
.
.
.
“ Naru.”
Naruto mengeratkan pelukannya
pada tubuh Shikaku. Ia berniat tidak mengindahkan mereka tapi lengannya di cekal
oleh Sasuke.
“We need to talk. All of us.”
“No need.”
“Naruto.”
Naruto menghempaskan tangan
Sasuke dengan kasar.
“Just go away. My life was
happy even without you.” Ia memandang Sasuke dengan pandangan yang sulit
diartikan. Naruto meninggalkan mereka yang masih tercengang dengan sikapnya.
“A-apakah itu cucuku? Cucu kita
Minato? Anakmu dengan Naruto Sasuke?.” Tanya Kushina meminta kejelasan pada
pria berambut raven itu.
“Anak itu bernama Nara Shikaku,
anak Naruto . . . dengan mendiang suaminya.” Ucap Sasuke.
“Apa?.”
Sasuke lalu menceritakan apa
yang di ketahuinya. Jujur, dia juga baru mengetahuinya beberapa saat lalu. Setelah
bertemu dengan Naruto, dia langsung meminta anak buahnya untuk mencari tahu
tentang Naruto.
“Setelah aku bertemu dengan
Naruto beberapa saat lalu. Aku meminta seseorang untuk menyelidiki tentang
kehidupannya beberapa tahun ini.” Ucapnya menerangkan.
“Naruto . . . dia mengalami
kecelakaan di hari dia menghilang.” Ke empat orang tua itu terkejut saat
mendengar perkataan Sasuke. “ Dan . . . dan dia keguguran . . .”
“Apa? Tapi . . .”
“. . . Beberapa bulan kemudian
ia menikah dengan seorang dokter bernama Nara Shikamaru yang juga menangani
luka-luka pasca kecelakaan dan memiliki anak yang Kaa-san dan Tousan lihat. Dokter
itu membawa Naruto untuk tinggal di New york. Tapi saat ulang tahun pernikahan
mereka, saat anak itu masih 6 bulan, Dokter Nara meninggal karena kecelakaan.”
Kushina tampak shock dengan penjelasan Sasuke.
Tubuh wanita itu oleng. Untunglah sang suami dengan gesit menangkapnya. Naruto
keguguran? Cucu pertamanya? Pantas saja Naruto membencinya. Kalau saja dia
tidak memaksa Sasuke untuk memenuhi permintaan terakhir Karin pasti putri
bungsunya itu tidak akan kecelakaan apalagi keguguran. Kalau saja dia tidak
memaksa Sasuke menikahi Karin, pasti saat ini dia sudah menimang cucunya
bersama Mikoto.
Penyesalan selalu datang
terlambat.
Itulah yang dirasakan Kushina
saat ini. Pikirannya kini dipenuhi dengan kata ‘Seandainya saja . . .’
“Naruto . . . Maafkan Kaa-san.”
Kushina menangis pilu di pelukan suaminya. Menangis karena memikirkan bahwa
Naruto tidak akan pernah memaafkannya. Membuat semua orang yang melihatnya
merasa kasian.
.
.
.
Beberapa hari setelah kejadian
itupun berlalu. Sasuke mencoba untuk menemui Naruto di cafe miliknya dan selalu
ditanggapi dingin oleh wanita itu.
“ Naruto.”
“Apa yang kau inginkan
Uchiha-san?.” Tanyanya dingin.
“Tidak bisakah kita
mengulanginya dari awal?. Kushina Baa-san sangat sedih dengan sikapmu kemarin.”
“Lalu? Apa yang ingin kau ingin
aku lakukan? Memeluknya? Menyayanginya? Setelah apa yang dia lakukan padaku?.”
Tanyanya dengan suara sedikit bergetar. “Setelah pengkhianatan yang kalian
lakukan padaku? Apa lagi yang kau inginkan dariku? Apa?.”
Sasuke sedikit menundukkan
kepalanya. “Aku terpaksa Naruto. Karin sakit dan Kushina Baa-san . . .”
“Terpaksa huh? Terpaksa menciumnya? Terpaksa menikahinya? Apalagi alasan yang kau ingin katakan?.”
“Karin sekarat dan aku . . .”
Sasuke terhenti. ”Aku di minta untuk memenuhi keinginan terakhirnya. Sungguh
aku hanya mencintaimu. Sampai sekarang hanya kau yang kucintai.”
“Hahaha.” Naruto tertawa
meremehkan. “ Cinta? Kau bilang mencintaiku tapi kau menikahi kakakku. Kau
bilang mencintaiku tapi kau meninggalkanku, menyakitiku sampai aku tidak tau
lagi bagaimana aku harus percaya
kata-kata cintamu itu. It’s all bull shit.”
“Aku tau aku salah. Tapi
bisakah aku meminta kesempatan kedua untuk memperbaiki segalanya?.” Sasuke
tidak peduli jika harus merendahkan harga dirinya asal dia bisa bersama dengan
wanita yang dicintainya.
Naruto memandang Sasuke. Dia
tahu Sasuke bersungguh-sungguh tapi dia tidak ingin terluka lagi. Ia meyakinkan
dirinya bahwa ia sudah bahagia hanya hidup berdua dengan anaknya.
.
.
.
.
.
.
“Kita sudah selesai beberapa tahun
lalu.”
.
.
.
Kini Kushina dan Minato beserta
pasangan Uchiha sedang berada di depan TK Shikaku. Mereka memperhatikan bocah
lucu yang mengenakan seragam TK itu dengan antusias. Bocah itu berdiri di dekat
gerbang Tk menunggu jemputan sang ibu seperti biasa.
“Minato, itu cucu kita, cucu
kita.” Kata Kushina terharu.
“Ya.” Mata kedua Namikaze itu
terpikat dengan tingkah polah cucu mereka yang menggemaskan.
“Cucu kalian sangat tampan dan
menggemaskan.” Tambah Mikoto yang juga terlihat terpesona dengan bocah itu.
“Benar, sikapnya sangat mirip
dengan Naruto.” Ucap Fugaku.
“Bo-bolehkah kita mendekatinya
Minato? Aku-aku ingin memeluknya.”
Minato mengangguk. Mereka
sepakat mendekati Shikaku yang sedang berdiri di pintu gerbang TK-nya.
Sepertinya dia sedang menunggu sang ibu untuk menjemputnya.
“Selamat siang Shika-kun.”
Shikaku mengerutkan dahinya. Ia
melihat 2 orang pria dan 2 orang wanita paruh baya menghampirinya dan sekarang
berdiri di depannya.
“Kau tidak mau menjawab salam
nenek?.”
Shikaku makin mengerutkan
dahinya.
“Nenek ciapa?. Kaa-chan bilang
tidac boleh bicala cama olang acing.” Katanya dengan suara khas anak-anak.
“Anak pintar. Tapi nenek bukan
orang asing loh. Nenek ini neneknya Shika.”
“Tapi Kaa-chan tidac bilang
Chika punya nenec. Nenek pacti bohong. Chika kan cuma punya Kaa-can.” Jangan
lupakan bahwa Shika menuruni kejeniusan ayahnya, Shikamaru yang di kenal
sebagai dokter bedah jenius.
“Naruto pasti lupa bilang pada
Shika. Soalnya kakek dan nenek tinggal di tempat yang jauh.” Kata Minato. “Coba
liat, kakek sama ibumu mirip tidak?.”
Shika memperhatikan wajah Minato
sejenak kemudian menggangguk. “Kakek milip Kaa-chan.” Bagaimanapun Shikaku
adalah seorang anak kecil yang mudah di bujuk sejenius apapun anak itu
“Itu karena kakek adalah ayahnya
ibu Shika. Jadi kakek adalah kakekmu. Mengerti?.”
Shika menggangguk. “Jadi Chika juga punya kakek dan nenek. Jadi Chika tinggal menunggu daddy pulang.”
Minato dan Kushina terkejut
saat mendengar kata daddy dari cucu mereka. Bukankah ayah dari cucu mereka
sudah meninggal?.
“Daddy?.”
“Um, kata Kaa-chan, daddy cedang bekelja di culga cupaya tidac ada
olang cakit di cana.”
Sepertinya anak itu belum
mengerti maksud kata-kata ibunya.
“Shika!.” Panggilan itu
mengalihkan perhatian mereka. Naruto sedang berlari menyongsong anaknya.
“Kaa-chan.” Shika berlari
kearah ibunya.
Naruto memeluk tubuh Shikaku
dengan erat apalagi setelah melihat keberadaan Kushina, Minato, Mikoto dan
Fugaku.
.
.
.
Naruto lagi-lagi menemukan
dirinya tidak bisa menutup mata. Ia mengelus surai hitam putranya. Beberapa
kali ia menghela nafas. Kemudian ia teringat sesuatu. Ia lalu mengambil ponsel
miliknya yang berada di atas meja nakas dan memencet beberapa nomor.
“Halo . . . bisakah kita
bertemu?. . . Ya, di tempatku.”
.
.
.
Naruto tengah memandang
secangkir kopi yang ada di depannya. Ia sedang menunggu seseorang.
“Maaf aku sedikit terlambat.”
Naruto mengalihkan pandangannya
ke arah pintu. Sasori kini berada di ambang pintu.
“Tidak apa, tolong tutup
pintunya.” Sasori menutup pintu ruangan itu kemudian berjalan mendekati meja
Naruto.
“Ada apa?.”
“Apa-apakah tawaranmu masih? Berlaku?.”
“Apa?.”
“Kembali ke New york dan
menetap disana.”
“Kau ingin pergi?.” Tanya Sasori.
Naruto mengangguk pelan. Sasori tersenyum kecil. “Baiklah, aku akan mengurus
segalanya. Lusa kujamin kita bisa berangkat bersama.”
“Tapi aku . . .” Naruto
terkecat.
Sasori mengerti. Ia menggenggam
tangan Naruto. “Aku mengerti. Tapi kuharap kau bisa mencobanya
pelan-pelan. Setelah pulang nanti kau bersiap-siaplah.”
Setelah pulang dari cafenya,
Naruto mulai mengepak barang miliknya dan Shikaku. Ia memastikan tidak ada
barang yang tertinggal.
Dua hari kemudian Naruto
berpamitan kepada semua kenalannya di kota itu. Karyawan cafenya juga guru
pengajar Shikaku. Jangan lupa tetangga dan beberapa penjual langganannya.
“Terima kasih atas kerja
samanya selama ini.” Katanya sambil membungkuk hormat. Setahun ini adalah hal
yang tidak akan kulupakan seumur hidupku.”
“Naruto-san. . .” Mereka tampak
sedih setelah tau bahwa Naruto akan kembali ke New york.
“A-apa Naruto-san ha-harus
kembali ke New york.”
Naruto tersenyum. Ia
mengalihkan pandangannya ke samping.
“Naruto-san.”
“Ah, mulai sekarang aku ingin
Haku-san yang memimpin cafe ini.” Katanya . “Karena aku yakin Haku-san adalah
orang yang kompeten. Aku juga akan sesekali datang berkunjung.” Katanya sambil tersenyum.
.
.
.
Sasuke mengendarai mobilnya
sampai di cafe milik Naruto. Hari ini ia akan kembali bicara dengan Naruto
karena ia berpikir wanita itu sudah lebih tenang daripada kemarin. Ia tidak
peduli jika harus mengemis apalagi memohon asal wanita itu kembali bersamanya.
Ia juga berjanji akan menerima Shikaku jika kelak mereka bersama karena
bagaimanapun Shikaku adalah darah danging wanita yang sangat di cintainya jadi
dia juga harus mencintai anak itu seperti ia mencintai Naruto. Ia memasuki cafe
yang masih terlihat sepi itu. Wajar saja karena ini masih jam kerja.
“Bisa aku bertemu dengan
Naruto?.”
“Ah Sasuke-san.” Yah , pegawai
cafe itu sudah mengetahui identitasnya karena ia sering mendatangi cafe itu.
“Apa Naruto-san tidak
memberitahumu?.” Tanya wanita berambut pirang itu.
“Memberitahu apa?.” Tanya
Sasuke penasaran. Ia merasakan firasat buruk.
“Hari ini Naruto-san akan
kembali ke New york. Sejam yang lalu ia berpamitan pada kami.”
Sasuke membulatkan matanya.
“Apa?. Kemana?!.”
.
.
.
“Kaa-chan apa kita akan pulang
ke New yolk?.” Tanya Shikaku dengan imutnya.
“Hu’um. Shika senang? Shika
bisa bersama teman-teman di sana lagi.”
“Umm.” Shikaku menganggukkan
kepalanya. “ Tapi Chika juga cedih. Chika cudah punya teman di cini.”
“Kapan-kapan kita kunjungi
mereka.” Naruto menghibur anaknya yang sedih. Anak itu mengangguk.
“Apa kalian sudah siap?.” Tanya
Sasori menghampiri mereka. Naruto tersenyum menyambut kedatangan pria merah
itu. Sasori mengambil alih koper milik Naruto dan Shikaku. Ketiga orang itu
memasuki gerbang keberangkatan.
Nauto menoleh ke belakang.
Sesaat sebelum wanita cantik itu memasuki pintu keberangkatan.
“Ada apa?.” Tanya Sasori
penasaran.
Naruto menggeleng. “Tidak,
tidak apa-apa.” Jawabnya. Ia kemudian melanjutkan langkahnya.
.
.
.
Good by my love
.
.
.
Sasuke mengendarai mobilnya
dengan kecepatan penuh. Ia tidak peduli sekalipun harus menerobos lampu merah.
Begitu sampai di bandara, ia langsung masuk sambil berlari seperti orang
kesetanan. Di pikirannya saat ini hanya satu, Naruto. Ia tidak mau kehilangan
Narutonya lagi. Tidak lagi.
“Pesawat menuju New york . . .
Pesawat itu jam berapa?.”
“Ah pesawat itu akan lepas
landas sebentar lagi.”
Sasuke membulatkan matanya. Ia
segera berlari menuju pintu keberangkatan. Tubuhnya dihalangi petugas yang
berjaga karena Sasuke tidak memiliki passport dan tike.
“Lepaskan aku pak. Wanita yang
kucintai ada di sana. Aku harus kesana.” Katanya kesetanan.
“Maaf tuan. Pesawat akan lepas
landas. Anda tidak boleh mendekat.”
“Tidak! Lepaskan aku.” Sasuke
terus meronta. Ia di pegangi oleh beberapa petugas hingga pesawat itu terbang
meninggalkan bandara. Sasuke jatuh terduduk.
.
.
.
“Narutooooo!!!!!!!!!!!!!,”
.
.
.
-And that THE END-
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
-Sorry, just joking-
.
.
.
Just one more chap and that’s The End.
.
.
.
.
.
Ficnya mengharukan banget. Tapi, nggak bisa diblok ya? Soalnya mau save
BalasHapusehehehe, teheee ;P
HapusDitunggu chapter selanjutnya
BalasHapus