.
.
.
.
.
Title :
Sekuel Memories Lies : All for you
Disclaimer :
Naruto isn’t mine. The original chara is own by Masashi Kishimoto but this
story is purely mine.
Genre :
Terserah lah.
Rate :
T-M
Warning :
Broken pair, Frontal, cheating and hatred. OOC .
Don’t like
don’t read
.
.
.
.
.
Cast
Uchiha Sasuke (39 thn)
Sabaku (Uzumaki) Naruto (38 thn)
Uchiha (Hyuuga) Hinata (38 thn)
Sabaku Gaara (39 thn)
Sabaku (Uchiha) Shunsuke (17 thn)
Sabaku Arashi (15 thn)
Uchiha (Hyuuga) Hanabi (17 tahun)
Uchiha Suki dan Uchiha Reita (twins, 17 tahun)
Cast lain menyesuaikan.
.
.
Oh yeah one more thing, This is not SasuNaru
Lovey dovey fic (even thought I can guarantee they will be together again or
not) so if you Don’t like it, just Get out and push the exit button. I
think if you are smart you can read the chara name and not blame me about
misunderstanding of yours
.
.
.
‘This
is fun huh? Let’s play begin’
.
.
.
Chapter 3. Game
.
.
.
Di rumah keluarga Uchiha.
“Sasuke-kun, aku bawakan teh untukmu.”
Kata wanita berambut coklat dan bermata lilac itu sambit meletakkan cangkir teh
di meja dekat suaminya duduk. Pria berkacamata itu tengah sibuk dengan buku
tebal ditangannya.
“Hn.” Pria itu, Uchiha Sasuke tanpa
mengalihkan pandangannya dari buku yang sejak tadi sibuk dibacanya. Ia
benar-benar tidak memperdulikan wanita cantik yang ada di sisinya.
Wanita itu menunduk kemudian berjalan
pergi dari ruang kerja itu. Sasuke memandang punggung wanita yang selama 18
tahun ini menjadi istrinya dengan pandangan yang sulit diartikan.
Sasuke menghela nafas. Ia menyadarkan
punggungnya ke kursi. Ia melepas kaca mata yang dipakainya dan meletakkannya di
atas meja. Ia kemudian memijit-mijit pangkal hidungnya guna meredakan rasa
pusing yang kini menghinggapinya. Ia memandang langit biru yang terlihat dari
jendelanya. Langit biru yang mengingatkannya pada seseorang yang sangat
dicintainya hingga saat ini.
“Seperti yang kau inginkan, aku menikahi
Hinata dan menjadikannya wanitaku satu-satunya. Meski sekarang aku menyesal
meninggalkan Naruto. Meninggalkan satu-satunya cinta dalam hidupku. Tapi janji
adalah janji. Seorang Uchiha tidak akan pernah melanggar janji yang telah di
ucapkannya.” Kata Sasuke dengan mata terpejam.
Bohong jika Sasuke mengatakan ia tidak
menyesal. Jika saja ia tidak berjanji pada seseorang mungkin saat ini ia masih
bersama Naruto dan anaknya. Ah! Anak laki-laki itu. masih terekam jelas saat ia
bertemu dengan seorang anak laki-laki dengan wajah sepertinya. Anak yang dimilikinya dengan Naruto.
“Naruto.” Lirihnya.
Sasuke tidak menyadari keberadaan wanita
bermata lavender itu di balik dinding. Ia membekap mulutnya. Berusaha meredam
suara isak tangisnya. Hinata tau suaminya masih mencintai mantan kekasihnya.
Hinata juga tau kalao suaminya menikahinya karena kasian. Egoiskah ia jika dia
menginginkan Sasuke seutuhnya? Tanpa bayang-bayang wanita pirang itu?.
Hatinya sakit saat suaminya mengigaukan
nama wanita lain. Sakit saat suaminya merindukan ibu dari satu-satunya anak
kandung yang dimilikinya. Tapi dia bisa apa? Hinata menulikan pendengarannya
saat Sasuke mengigaukan nama Naruto. Membutakan matanya saat Sasuke memandang
langit biru seperti memandang Naruto. Hinata tau semua kemesraan dan kata cinta
yang diucapkan Sasuke hanya di mulut saja. Wanita itu tau bahwa ia benar-benar
tidak memiliki tempat dihati Sasuke karena hati lelaki itu sudah penuh dengan
Naruto, Naruto dan Shusuke.
Lalu kenapa ia bertahan sampai sekarang?
.
.
.
Entahlah.
.
.
.
“Namaku . . . Shunsuke, Sabaku no
Shunsuke.” Katanya sambil tersenyum. Ketiga Uchiha itu menatap wajah Shun tanpa
berkedip. Membuat pemuda berambut raven itu tertawa dalam hati. “Ada sesuatu di
wajahku?.” Tanyanya Innocent.
Ketiganya tersentak lalu mengalihkan
pandangannya dengan kikuk. Mereka tampak malu.
“A-ah ya. Aku Uchiha, Uchiha Hanabi. Dan
mereka berdua sepupuku. Uchiha Reita dan Suki.” Kata Hanabi yang terlihat
malu-malu.
“Sabaku? Keluarga sabaku yang
itu?.” Tanya Reita. Setahunya hanya ada satu keluarga Sabaku di kota itu. Tapi ia
belum pernah mendengar keluarga itu memiliki anggota keluarga semuda ini. Bukankah
kedua keturunan Sabaku belum menikah?.
“Um, ayahku bernama Sabaku
Gaara, anak bungsu kakek dan selama ini keluargaku menetap di Prancis, jadi
wajar kamu belum pernah melihatku.” Jelas Shun karena ia merasa Reita curiga
padanya.
“Oh.” Reita kini ingat bahwa
Sabaku memang memiliki 3 anak dan salah satu anaknya menetap di luar negeri.
“Senang sekali bisa mendapat teman di
sini.” Ucap Shun. Ia melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan
tangannya. “Oh astaga. Sudah jam segini. Aku harus segera pergi.”
“Apakah kita bisa bertemu
lagi?.”
Shun tersenyum.
‘Got cha.‘ Katanya dalam hati
Sebelum Shun pergi mereka sempat
bertukar nomor handphone. Shunsuke berpamitan dengan teman-teman barunya. Pemuda
berambut raven itu segera menjauh dari para Uchiha. Setelah berada di tempat
yang sepi dan tak terlihat oleh Uchiha brother. Sebuah mobil sedan hitam
menghampiri Shun yang sedang berjalan di trotoar. Tanpa bicara pemuda itu masuk
kedalam mobil.
“Sepertinya semua berjalan lancar.” Kata
pria berambut perak itu tanpa mengalihkan pandangannya dari kemudi.
“Hn.”
Mobil mewah itupun melaju pergi.
.
.
.
-Paris,
Prancis.
Wanita berambut pirang itu tengah
memasukkan barang-barang ke dalam sebuah koper besar berwarna coklat. Sesekali
ia bersenandung senang.
Ia memasukkan rapi satu persatu baju yang sudah
dilipatnya agar nanti tidak kusut.
Brakkk!!
Wanita itu tersentak kaget saat
mendengar pintu kamar itu di banting. Iapun menoleh ke arah pintu kamar.
Disana berdiri seorang pemuda berambut merah. Ia tampak terengah-engah dan
berkeringat.
“Arghhhhh!.” Teriaknya frustasi. Pemuda
itu berjalan cepat menuju tempat wanita itu berdiri.” Mom, aku bisa
melakukannya sendiri.”
“Tidak, tidak, biar Mommy yang
melakukannya untukmu.” Katanya sambil mengacak-acak rambut anaknya.”Arashi
laparkan? Mommy sudah membuatkan makanan kesukaanmu.”
“No! Mom please. Don’t treat me like a
kid.” Kata Arashi kesal sekaligus frustasi karena selalu diperlakukan seperti
anak kecil oleh orang-orang di sekitarnya.
“But you . . .”
“I’m 15 years already mom. Please . . .”
Naruto menghela nafas. “Ok make it quick.
Mommy akan menunggumu di ruang makan. Mengerti?.”
Naruto
mencium pipi Arashi
sebelum wanita cantik itu keluar dari kamar anak bungsunya.
…
…
“MOM!.” Teriaknya tidak terima di perlakukan seperti anak kecil.
Sayang ibunya sudah melenggang keluar kamar itu.
Arashi mengacak-acak rambutnya dengan
frustasi.
‘Argh! Kenapa semua orang
memperlakukanku seperti anak kecil sih. Aku sudah 15 tahun. 15 TAHUN!. Aku
sudah jadi orang dewasa.’ Teriaknya dalam hati.
Well sekalipun kau sudah dewasa, bagi
ayah, ibu dan kakakmu kau masihlah anak kecil Rubah merah. Terimalah nasib sebagai anak bungsu dan jadilah anak
baik.
.
.
.
-Sabaku Mansion-
Shunsuke dan Temari sedang
minum teh bersama di taman belakang mansion itu. Menghabiskan waktu berdua
sebagai bibi dan keponakan. Seperti yang diketahui, kesibukan Temari dalam
memimpin sebuah rumah sakit besar di Konoha sangat menyita waktu. Jadi ia harus
memanfaatkan sebaik mungkin waktu luangnya untuk beristirahat dan bersantai
seperti ini.
“Kudengar dari Kakashi-san kau
berteman dengan anak-anak keluarga Uchiha. Benarkah itu?.” Tanya Temari.
“Berteman? Tidak. Kalau saling
menyapa iya.” Jawab Shunsuke dengan tegas. Wajahnya tampak mengeras. “Aku tidak
pernah merasa dan mau berteman dengan mereka. Setelah apa yang mereka lakukan
pada ibu? Aku tidak segila itu bibi.”
“Lalu bagaimana dengan gadis
yang bernama Hanabi? Kau sudah bertemu dengannya bukan?.”
“Ya. Dia benar-benar keturunan
Hyuga.” Kata Shun saat mengingat ciri-ciri gadis yang ditanyakan bibinya. Mata
ungu pucat adalah mata yang hanya dimiliki keturunan keluarga Hyuga.
“Apa yang akan kau lakukan
padanya Shun? Apa kau akan memanfaatkannya untuk balas dendam?.” Curiga Temari.
Meskipun ia sudah lama tidak bertemu sang ponakan tapi bukan berarti dia tak
mengenal sifat anak itu. Shunsuke dibesarkan oleh Gaara, adik yang
dibesarkannya sedari kecil semenjak ibunya meninggal, tentu ia sangat hafal
tabiat bungsu Sabaku itu dan ia yakin sifat Shun tidak akan jauh berbeda dari
ayahnya. “Lebih baik jangan Shun. Gadis itu tidak bersalah. Kau tidak boleh
melibatkan orang yang tidak bersalah. Naruto tidak akan suka itu.” Nasihat
Temari. Sebenci apapun ia pada seseorang, ia tidak akan pernah melukai orang
yang tidak bersalah.
Shunsuke hanya tersenyum
misterius.
.
.
.
The answer would be . . .
.
.
.
“Shun-kun, ada telpon dari
Naru.” Kata Iruka yang berjalan mendekati kursi taman yang kini tengah
ditempati Shun dan Temari.
“Mom? Dari Paris?.” Tanya
Shunsuke terkejut. Iruka mengangguk sambil mengulurkan telpon itu ke Shun. Shun
mengambilnya dengan senang.
“Mom?”
“Shun? Oh my god honey. Mom miss you so much.” Suara dari
seberang sana
“Me too mom.”
( Author note: Don’t
ask me why they speak english while they are in France, the answer because I
can’t speak in France, Gomen ne DDD”X ).
“Bagaimana kabarmu sayang? Apa kau baik-baik saja? Tidak
telat makan kan? Maghmu tidak kambuh kan?.”
“Iya mom. Shun baik di sini.
Sekarang aku sedang bersama bibi.”
“Temari-nee?.”
“Iya.”
“Berikan telpon itu. Aku ingin
bicara dengan Naru-chan.” Kata Temari antusias. Sulung Sabaku itu memang sangat
menyayangi Naruto bahkan sebelum gadis itu menjadi adik iparnya.
“Mom, bibi ingin bicara.” Kata
Shun sambil menyerahkan telpon itu ke Temari.
“Naru-koi. Bagaimana kabarmu di
sana? Baik?.”
“Aku baik Nee-san. Kankurou-nii dan Tou-san bagaimana?.”
“Mereka baik.”
“Yokatta.”
“Bukankah kamu akan kembali
kesini? Kapan? Nee-san sudah tidak sabar bertemu denganmu.”
“Um, lusa mungkin akan sampai di Jepang.”
“Baguslah.”
“Ba-san, aku juga ingin bicara
dengan ibu.”
“Aish anak ini.” Ia menyerahkan
telpon itu kepada Shunsuke. Shun menerima telpon itu dengan antusias.
“Mom. I love you mom.”
“Love you too honey. 2 hari lagi mom dan Arashi akan ke
Jepang.”
.
.
.
Suki bergulung-gulung diatas futon-nya. Ia tampak senang. Di
sampingnya ada Hanabi yang sedang merapikan tempat tidurnya. Hanabi memandang
tingkah kekanakan sepupunya. Ia hanya tersenyum sambil sesekali tertawa kecil.
“Suki-chan. Hentikan, kau
membuat futon-nya jadi kusut.” Tegur
Hanabi. Suki tengkurap di atas futon miliknya.
“Ne ne ne Hanabi-chan.
Bagaimana menurutmu Shun-kun?.” Tanyanya pada Hanabi. Wajah Hanabi langsung
memerah mengingat wajah tampan pemuda yang baru dikenalnya tadi siang.
Jantungnya berdebar kencang ketika mengingat wajah pemuda itu.
“Ke-kenapa kau bertanya tentang
dia?.”
“Hmm, dia tampan ne.” Goda Suki
saat melihat wajah Hanabi memerah. “Hatsukoi ka? Ne?.” (“cinta pertama? Ne?.”)
Hanabi hanya diam. Wajahnya kian
merah karena malu.
“Tapi . . .” Suki menyangga
kepalanya dengan kedua tangannya. “Wajahnya mirip dengan paman Sasuke ya?.” Ucap
gadis berambut hitam itu tiba-tiba. Hanabi hanya diam. Dia juga menyadari
kemiripan pemuda itu dengan ayah angkatnya.
Mirip.
Sangat mirip.
.
.
.
“Mungkin hanya kebetulan, iya
hanya kebetulan.” Kata Hanabi.
.
.
.
Pasangan suami itu sedang
saling memeluk setelah kegiatan mereka beberapa waktu lalu. Wanita berambut
pirang itu memeluk erat tubuh kekar suaminya. Mereka adalah pasangan sulung
keluarga Uchiha. Walau anak-anak mereka sudah dewasa tapi pasangan itu tidak
pernah kehilangan moment kebersamaan mereka. ( Hell, gimana bisa aku masangin
Ino dengan Itachi? =_= Why? Why? Why? )
“Tachi-kun.”
“Hn.”
“Aku mendapat kabar dari
Naru-chan.” Ucapnya.
“Hn, lalu?.”
“Ia akan kembali ke sini.” Ino mengeratkan
pelukannya. “Aku takut, aku takut jika Sasuke menyakiti Naru-chan lagi.”
Itachi mengeratkan pelukannya
pada sang istri. “Jangan khawatir, Sasuke tidak akan bisa menyakiti Naruto
lagi. Ingat, sekarang ia adalah anggota keluarga Sabaku. Keluarga itu tidak
akan tinggal diam jika anggota keluarganya di usik. Sekarang tidurlah, aku
yakin kau lelah hari ini.”
Ino mengangguk dan memejamkan
matanya
‘Justru aku takut jika Naruto
menuntut balas Ino. Tapi aku tidak bisa melakukan apapun untuk itu. Naruto berhak
menuntut balas. Aku tau itu. Kuharap ini tidak akan seburuk yang kuperkirakan.’
Katanya dalam hati.
Itachi kemudian memejamkan
matanya dan menyusul sang istri kealam mimpi.
.
.
.
“Shun-kun. Aku sudah
mendapatkannya.” Ucap Kakashi sambil menyeringai dari balik maskernya. Ia menyerahkan
sebuah map biru pada Shunsuke yang sedang duduk di beranda kamarnya.
Shunsuke tersenyum sadis. “Arigatou
Jii-san. Seperti biasa Jii-san memang bisa diandalkan.” Ia menerima map itu
dengan senang. “Oh ya lalu dengan tugas lain yang kuberikan?.”
“Anak buahku sedang
menyelidikinya. Tapi aku tidak bisa menjamin akan selesai dalam waktu dekat
karena kejadian itu sudah sangat lama.”
“Ya. Aku mengerti.” Shunsuke
membuka map itu. Di dalam map itu terdapat beberapa lembar kertas putih
bertuliskan “Uchiha Otomotif Corporation”.
Salah satu cabang perusahaan
Uchiha yang di pegang oleh Uchiha Sasuke.
.
.
.
Seorang wanita berjalan keluar
dari pintu kedatangan pesawat itu. Semua orang berbalik menatapnya dengan
pandangan terpesona. Bagaimana tidak? Lihatlah penampilan wanita itu. Rambut pirangnya
tergerai indah, tubuh molek nan semampai itu terbalut dress hitam rancangan
perancang terkenal. Di usianya yang sudah hampir berkepala 4 dan memiliki 2
anak tubuhnya masih terlihat ramping seperti saat ia masih berusia 20 tahuna. Naruto
memang tampak awet muda dan cantik. Kaca
mata hitam bermerk Gucci yang dengan setia bertenger di wajahnya tidak serta
merta menutupi kecantikannya. Kakinya memakai stilleto berwarna hitam sederhana
yang tentunya bukan barang murah. Oh come on, Sabaku Gaara tidak akan
membiarkan istri tercintanya memakai barang murahan. Bukan berarti Gaara memandang rendah terhadap barang murah tapi
ia ingin agar istrinya tidak lagi di hina dan di rendahkan oleh orang lain. Dan
jika dengan menggunakan kekuasaan dan uang ia dapat melindungi Naruto maka
Sabaku Gaara akan melakukannya. Dulu saat pertama menjadi istri Gaara, pria itu
bahkan menyewa seorang guru tata krama untuk mengajari Naruto table manner juga
seorang stylist pribadi yang menjadikan Naruto menjadi wanita sempurna seperti
sekarang. Seorang wanita yang anggun dan elegan.
Disclaimer: This picture is not mine |
Naruto sadar, kini ia bukan
lagi Uzumaki Naruto si gadis miskin dan lugu tapi dia adalah Sabaku Naruto,
istri dari pengusaha kaya raya Sabaku Gaara.
“Mom.” Panggil seorang pemuda
berambut merah dibelakangnya.
“Hm?.”
“Is it the real Japan? Real one?.”
Naruto tersenyum. “Ya baby, kau
sudah pulang.”
“Can’t wait for everything.” Ucap
cucu bungsu Sabaku itu. Bibirnya menyeringai.
.
.
.
“Can’t wait for playing.”
.
.
.
_TBC_
.
.
.
Disclaimer: This pic is not mine |
.
.
.
Woh, apa yg d rencanakan shun,
BalasHapusAgak nakutin.
nggak ngerencanain apa2 kok
BalasHapusTrust me O:)
hehehe
Lanjutkan!
BalasHapuswah ngak sabar nunggu kelanjutannya...
BalasHapus