Disclamer : Semua udah pada tau, nggak usah disebutin
lagi ta. Naruto isn’t mine, but this story does.
Genre :
Mpreg, Hurt, just whatever
Rate
: M
for boys Story ( an maybe I will adding some lemon on it).
Warning : Don’t like Don’read. Yaoi for sure.
.
.
.
Cast
Namikaze
Naruto (30 thn)
Namikaze
Yuuki (7 thn)
Uchiha
Sasuke (33 thn)
Sabaku
no Gaara (30 thn)
Haruno
Sakura (33 thn)
Uchiha
Sai (34 thn)
Uchiha
Kazuki (7 thn)
.
.
.
.
.
.
Chapter
7. I am Namikaze
.
.
.
Naruto terbangun lebih dulu dari Gaara. Untuk beberapa saat ia meringis kesakitan saat
berusaha bangun. Bagian bawahnya terasa perih saat bergesekan dengan kain
sprei. Maklumlah, sudah lama ia tidak melakukan hal seperti ini. Ia
menyandarkan tubuh lelahnya di bed post. Tubuhnya kini telanjang dan hanya
tertutup selimut tebal. Dada dan lehernya penuh bekas kemerahan dan cairan
putih yang sudah mengering. Ia memandang
Gaara sekilas. Wajah pria merah yang ada disampingnya itu tampak damai dalam
tidurnya. Ia tersenyum simpul. Naruto lalu mengalihkan pandangannya ke jendela kaca besar di samping kiri tempat
tidurnya.
Tatapan matanya berubah sendu. Ia menatap kosong
langit pagi hari yang masih berwarna kuning kehitaman yang terlihat jelas dari
jendela itu.
.
.
.
“Semua akan baik-baik saja.” Gumamnya pelan hampir
tidak terdengar.
.
.
.
Sasuke terbangun dari tidurnya. Beberapa kali ia
mengerjapkan matanya. Berusaha mengusir kantuk yang masih menderanya. Ia
mendudukkan dirinya dan bersandar pada bed post. Ia menyadari bahwa ia masih
mengenakan baju yang kemarin dipakainya.
‘Mungkin aku terlalu lelah hingga langsung
tertidur.’
Sasuke turun dari tempat tidurnya dan bergegas ke
kamar mandi. Ia membasuh tubuhnya di bawah shower. Membiarkan air dingin
membasuh tubuh sempurnanya.
Oh, tidak akan ada seorangpun yang akan meragukan
kesempurnaan ragawi seorang Uchiha bukan. Meski tubuhnya tidak telalu besar.
Tapi ia memiliki otot perut yang indah. Kulit putih tanpa cela, serta
keangkuhan seorang Uchiha. Ia mengambil bathrobe berwarna putih yang terhantung
di dinding kamar mandi dan mematut dirinya di depan cermin.
Ia menatap tajam bayangan dirinya di cermin. Sepintas
terbayang pertemuannya kemarin dengan Naruto.
PRAKKK!!!
Sasuke meninju kaca besar itu hingga pecah berkeping-keping.
Ia tidak peduli meski kini tangannya terluka dan berdarah. Hanya satu hal yang
kini ada dipikirannya.
Naruto.
Narutonya sudah dimiliki orang lain.
Narutonya sudah tidak mencintainya.
Narutonya. . .
Tidak! Ia tidak mau memikirkannya lagi.
Naruto hanya miliknya, ya miliknya seorang.
Narutonya hanya mmencintainya.
Tanpa sadar mencengkram tepi wastafel itu.
“Aku akan mendapatkanmu kembali Naruto.”
.
.
Sementara itu di dapur lantai 1, Sakura sedang
menyiapkan sarapan untuk suami dan anaknya walau ia tau Sasuke tidak akan mau
memakannya. Ia hanya bisa memasak masakan sederhana. Hanya roti bakar, daging
panggang dan telur mata sapi. Benar-benar menu sarapan ala barat. Mereka tidak
memiliki pembantu seperti di rumah keluarga Uchiha ataupun Haruno karena Sasuke
tidak suka ada orang asing di rumahnya jadi Sakuralah yang mengerjakan semua
pekerjaan rumah.
Nona besar itu berusaha menjadi istri yang sempurna
untuk suami yang sangat dicintainya. Katakanlah cinta itu buta. Cinta itu penuh
pengorbanan. Benarkan?. Dan ia selalu berharap pengorbanannya akan mendapat
balasan yang setimpal.
Meski saat ini Sasuke masih bersikap dingin
padanya,tapi ia sangat yakin suatu saat nanti Sasuke akan membuka hatinya dan
saat itu mereka akan berakhir dengan kebahagiaan.
Kringg
kringgg kringg –anggap nada panggilan telpon rumah,
saya nggak punya telpon rumah jadi nggak tau bunyi deringnya-
Sakura buru-buru mematikan kompornya dan menuju meja
yang ada telpon diatasnya.
“Moshi-moshi.”
“Sakura.
Ini Kaa-san.”
“Ah hai’ Kaa-san.”
“Sasuke
mana? Aku ingin bicara dengannya.”
“Sasuke belum bangun. Apa ada hal penting yang mau
Kaa-san sampaikan?. Biar nanti aku yang bicara padanya.”
“Dasar
anak itu. Baiklah, nanti malam kalian harus makan malam di rumah. Kemarin
sepupu Sasuke datang dari Itali. Kau juga belum mengenalnya bukan?. Bagaimana?
Kalian bisa?.”
“Iya kaa-san.”
“Baiklah
kalau begitu. Kaa-san tunggu di rumah nanti malam.”
“. . .”
Setelah telpon terputus, Sakura meletakkan gagang
telpon itu ditempatnya. Sakura terus memandang telpon itu hingga perhatiannya
teralih pada sang suami yang baru keluar dari kamarnya. Lelaki itu begitu
tampan dan menawan dimatanya. Lelaki yang sudah menjadi suaminya selama 8 tahun
ini.
“Sasuke.”
“Apa?.” Katanya dingin. Sakura hanya tersenyum kecut.
Ia tidak tau mengapa tapi akhir-akhir ini ia merasa suaminya semakin dingin
padanya sama seperti 8 tahun lalu.
“Kaa-san meminta kita makan malam di rumah.”
“Baiklah.” Sasuke melewati Sakura begitu saja.
Meninggalkan wanita yang menatap punggungnya dengan pandangan sendu.
“Kaa-chan.”
Panggilan itu membangunkan Sakura dari lamunannya. “Ya,
Kazuki.”
“Umm.” Anak itu terlihat ragu-ragu.
“Ah sudah hampir jam 8. Ayo kita berangkat. Nanti
Kazuki-chan terlambat.”
.
.
.
Mikoto menutup telfon rumahnya dan meletakkannya
kembali ditempatnya. Ia melihat Sai sedang berjalan menuju pintu utama rumah
itu. Penasaran, iapun memanggil pria yang sangat mirip dengan anak bungsunya
itu.
“Sai.”
Pemuda dengan senyuman bisnis itupun menoleh.
Dilihatnya sang bibi sedang berjalan ke arahnya. Bahkan diusianya yang tidak
lagi muda, kecantikannya masih tampak mempesona. Wajar jika kepala keluarga
Uchiha begitu mencintai istrinya itu.
“Kau mau kemana nak?.”
“Saya mau keluar bi, sekalian saya mau menengok
teman saya yang tinggal di dekat sini.” Katanya dengan wajah datar.
“Teman?.” Mikoto bertanya-tanya. Bukankah Sai baru
datang kemarin? Dan bukankan dia juga lama tinggal di luar negri? Jadi
bagaimana bisa dia memiliki teman secepat ini?.
“Iya, teman kuliah saya, mereka pulang kesini beberapa
hari sebelum saya dan sebelum pulang mereka memberi alamat rumahnya.” Ucapanya
menjelaskan karena melihat wajah kebingungan sang bibi.
“Oh begitu. Kalau begitu baiklah. Biar sopir yang
mengantarmu. Aku tidak ingin kamu tersesat di sini.”
“Arigatou baa-san.”
Hari ini Sai berencana mengunjungi Gaara dan Naruto.
Ya, sebelum mereka kembali ke kota ini, mereka sempat memberikan alamat kondo
milik Gaara.
“Paman, apa paman tau alamat ini?.” Tanyanya pada
sopir kepercayaan keluarga Uchiha tersebut.
“Iya, tuan Sai. Kalau tidak salah alamat ini berada
di kawasan elit.”
Benar saja, ternyata tempat tinggal Gaara adalah
kondo super mewah. Yah iya maklum, bagaimanapun Gaara adalah seorang Sabaku.
Seorang tuang muda dari keluarga kaya raya dan tersohor di Jepang.
Sayangnya saat ia tiba di tempat itu, para
penghuninya sedang tidak ada ditempat. Apa boleh buat, padahal ia tidak menghubungi mereka terlebih dulu untuk
memberi kejutan.
.
.
.
“Nah Yuki, mulai hari ini kamu belajar disini.
Jangan nakal. Nanti sore papa jemput. Pokoknya jangan pulang sebelum papa atau
Gaara-jisan jemput OK.”
“Um.” Anak itu mengangguk dengan semangat.
“Selamat pagi.”
Naruto, Gaara dan Yuki menoleh. Di sana berdiri
seorang wanita yang sedang menggandeng anak laki-laki sepantaran Yuki. Naruto
merasa mengenal wanita itu. entah dimana, tapi ia pernah melihatnya. Rambut merah muda itu
cukup aneh dan gampang diingat.
“Perkenalkan, namaku Uchiha Sakura dan ini anakku,
Kazuki. Ini hari pertamanya masuk sekolah.”
“Etto. . .um.”
“Kazuki, ayo perkenalkan dirimu.”
“Uchiha Kazuki, salam kenal.”
“Namikaze Yuki desu.” Jawab Yuki dengan senang. “
Dan ini papaku, namanya Namikaze Naruto.” Ucap Yuki polos sambil menarik tangan
Naruto.
Sakura tampak terkejut.
Kedua anak itu langsung akrab satu sama lain. Inikah
yang disebut ikatan darah?. Naruto tersenyum sedih melihat Yuki dan anak
Sakura. Seharusnya Yuki juga menyandang nama Uchiha.
“Senang berkenalan dengan anda Sakura-san. Tapi
maaf, kami terburu-buru.” Kata Gaara sambil menarik tangan Naruto. Ia tidak mau
Naruto kembali teringat masa lalu. Ia tau siapa wanita itu. Wanita yang membuat
Naruto menderita. Wanita yang merupakan istri dari Uchiha bungsu.
Sakura memandang punggung kedua pria itu dengan
pandangan yang tidak bisa diartikan.
‘Naruto?’
Itu adalah nama yang selalu di sebut Sasuke dalm
igauannya.
Naruto.
Nama yang selalu membayangi rumah tangganya
‘Tidak tidak tidak, pasti bukan dia, bagaimanapun
dia adalah pria. Tidak mungkin Sasuke mencintainya. Lagipula bukan hanya dia
yang memiliki nama itu. iya pasti bukan dia.’ Kata Sakura dalam hati.
.
.
.
-Gaara
POV-
Sejak bertemu wanita merah muda tadi, Naruto hanya
duduk diam disampingku. Aku melirik dari ekor mataku, wajahnya tampak sedikit
tegang.
“Naruto, apa sebaiknya kita memindahkan Yuki ke sekolah
lain?.” Tanyaku sambil focus menyetir.
“Tidak apa.” Ucapnya sambil tersenyum. Senyum yang
terlihat benar-benar dipaksakan.
Senyuman yang sangat tidak ingin kulihat lagi
selamanya. Yah senyuman itu mengingatkanku pada Naruto beberapa tahun, saat ia terpuruk
karena Uchiha brengsek itu. Saat mengetahui mengetahui dirinya hamil. Semua
masa2 buruk itu, sungguh aku tidak ingin terulang lagi.
“Jangan tersenyum jika kau tak ingin melakukannya
Naruto.”
-End
POV-
.
.
-Naruto
POV-
Hari ini adalah hari pertama Yuki masuk sekolah juga
hari pertamaku menjadi dosen tamu untuk mengajar seni lukis di universitas
tempatku menuntut ilmu dulu. Aku dan Gaara menjemput Yuki di rumah Temari nee
dan langsung menuju sekolah baru anakku. Tapi sungguh aku tidak menyangka akan bertemu
dengan dia.
Wanita itu.
Ya wanita itu.
Wanita yang membuat hubunganku dan Sasuke berakhir.
Wanita yang merebt apa yang seharusnya jadi milikku
dan Yuki.
Sepertinya Gaara tau siapa wanita yang menyapaku
ini. Bagaimana tidak, rambut merah muda itu bukan sesuatu yang umum dan
kudengar itu adalah warna asli rambutnya.
“Senang berkenalan dengan anda Sakura-san. Tapi
maaf, kami terburu-buru.” Kata Gaara sambil menarik tanganku. Ia menarikku
meninngalkan wanita itu. benar-benar pengertian bukan? Hanya dia yang mengerti
aku.
Gaara menarikku ke mobilnya dan sekarang disinilah
kami. Mengendarai mobil merah kebanggaannya menuju tempat kerjaku yang baru.
Yah, setelah aku menemui Tsunade sensei, pihak kampus langsung menawari
pekerjaan sebagai dosen tamu di jurusan seni lukis modern.
“Naruto, apa sebaiknya kita memindahkan Yuki ke
sekolah lain?.” Tanyanya sambil focus menyetir.
“Tidak apa.” Jawabku sambil tersenyum.
“Jangan
tersenyum jika kau tak ingin melakukannya Naruto.”
Aku terhenyak kaget. Sekali lagi, sekali lagi Gaara
menunjukkan bahwa ia sangat mengerti diriku.
“Ya.” Aku kembali tersenyum. Kali ini bukan senyum
palsu apalagi senyum bisnis yang biasa kuperlihatkan pada kolektor.
-End
POV-
.
.
.
Malam harinya Sasuke tiba di kediaman utama Uchiha
bersama keluarga kecilnya. Seperti biasa, para pelayan berbaris menyambut
kedatangan tuan mudanya. Sasuke berjalan dengan angkuh sementara Sakura dan
Kazuki mengikuti dibelakangnya. Mikoto dan Itachi juga tampak menyambutnya.
“Sasuke, Sakura, akhirnya kalian datang juga.” Kata
Mikoto yang saat ini mengenakan kimono sutra berwarna hitam dengan motif bunga
tsubaki merah yang cantik.
Wanita paruh baya itu langsung menggiring keluarga
kecil putra bungsunya itu ke ruang makan. Disana sudah menunggu Fugaku, Itachi
dengan istrinya, Deidara ( disini Dei-chan cewe loh ya : ) ) juga seorang lagi,
tamu yang dianggap istimewa malam ini.
“Ah ya Sakura, kenalkan ini Sai, Uchiha Sai, sepupu
jauh Sasuke.”
“Namaku Uchiha Sakura, Salam ke . . .” Secara reflek
Sakura membungkuk untuk memberi salam ala jepang tapi saat ia mengangkat
tubuhnya.
DEG!
“. . .nal.”
.
.
.
-TBC-
.
.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar