.
.
.
Disclaimer : Naruto is not mine. I just borrow the
name.
Rate : M
Genre : Hurt, family,Mpreg, etc.
Warning : Ending tergantung mood. EYD yang
nggak jelas, OOC, BoysxBoys, banyak typonya.
Don’t
like don’t read.
Purely
made by : Gothiclolita89
.
.
.
Chara
Uzumaki
Naruto (Namikaze Haruki (28 tahun)
Uchiha
Sasuke (28 tahun)
Namikaze
Menma (7 tahun, maaf dichapter kemarin loli salah nulis umurmu 6 tahun)
Sabaku
no Gaara (26 tahun)
Yamanaka
Ino (28 tahun)
.
.
.
.
.
.
“Ada apa Kankurou-san?.” Tanya Shikamaru selaku ketua
tim IT.
“Ah ya perkenalkan mereka ini dari Uchiha Corp.
Sementara mereka akan berkantor di gedung ini selam 3 bulan kedepan. Kuharap
kalian memberi hasil kerja terbaik. Iya kan Uchiha-san.”
“Kalau begitu mohon kerjasamanya.” Pria berambut
raven itu mengeluarkan senyum penuh pesonanya. Ia mengedarkan pandangannya ke
anggota IT hingga ia menangkap sosok yang dia kenali.
‘Ah dia kan. . .’
.
.
.
Chapter
4. Who are you?.
.
.
.
-Naruto
POV-
Kenapa?
Kenapa dia muncul lagi saat aku sudah bahagia?
Kenapa takdir begitu senang mempermainkanku?.
Tidak tidak tidak. Kau harus tenang Naruto.
Dia tidak mungkin mengenalimu.
Dia tidak akan mengenali penyamaranmu yang sempurna.
-End
Naruto POV-
.
.
-Sasuke
POV-
“Kalau begitu mohon kerjasamanya.”
Ah, dia . . .
Aku melihat wajah itu. Wajah yang kulihat tadi
malam.
Wajah yang anehnya membuatku tertarik.
Entahlah, aku seperti mengenalnya.
Tunggu dulu!
Kenapa ia tampak begitu pucat?
Apa dia sakit?
Er- atau takut padaku?
Tapi kenapa?
-End
Sasuke POV-
.
.
“Karena itu mohon kerjasama kalian untuk 3 bulan
kedepan. Aku sungguh berharap kalian bisa menunjukkan hasil kerja terbaik
selama Uchiha-san ada di perusahaan kita.”
Naruto terus menundukkan kepalanya. Dia tidak berani
melihat Uchiha itu karena takut rahasianya terbongkar. Naruto terlihat pucat
dan nampaknya bukan hanya Sasuke yang menyadari hal itu.
“Haruki, kau tidak apa-apa?.”
“Apa kau sakit? Wajahmu pucat sekali.” Tanya Konan
khawatir.
“Da-daijoubu desu.” Jawab Naruto. “Aku hanya sedikit
lelah karena kemarin menemani anakku seharian.”
Jawabannya menenangkan semua orang. Kecuali satu
orang tentunya. Shikamaru terus menerus memperhatikan gerak gerik Naruto. Ia
sedikit curiga dengan reaksi Naruto saat melihat Uchiha Sasuke. Otak jeniusnya
terus memikirkan kemungkinan yang ada.
‘Apa Haruki kenal dengan Uchiha Sasuke? Hmm
sepertinya tidak mungkin. Tapi kenapa dia terlihat ketakutan?. Ini aneh, aku
harus mencari tau.’
Naruto berusaha meredakan detak jantungnya yang
cepat. Tidak! Ia tidak boleh dikenali saat ini. jangan sampai Sasuke
mengenalinya. Benar, penyamarannya begitu sempurna. Tidak akan ada yang tau
siapa dirinya. Pikir Naruto. Ia terus menyakinkan dirinya bahwa tidak akan ada
yang mengenalinya saat ini.
Ia hanya perlu bersikap biasa.
Benar.
Hanya perlu bersikap biasa dan tidak akan ada hal
buruk yang terjadi.
Hanya harus bersabar selama 3 bulan dan semua akan
baik-baik saja.
.
.
.
Sebuah mobil benz berhenti di depan kediaman utama
Keluarga Uchiha. Sang supir buru-buru membukakan pintu belakang mobil mewah
itu. Seorang wanita berbaju biru muda turun dari mobil itu. Dia memandang rumah
megah itu sembari tersenyum. Sopir itu mendekati sang nona dan menyerahkan sebuah
bingkisan yang ada ditangannya.
Ino itu memasuki rumah bergaya jepang tradisonal itu
dengan anggun. Ia sudah menyusun rencana yang rapi. Dia harus dapat membuat
mantan mertuanya kembali bersimpati padanya.
‘Hanya aku yang pantas menjadi menantu keluarga ini,
hanya aku. Bukan orang lain.’ Pikir Ino seraya melangkah dengan angkuh ke
kediaman Uchiha itu.
.
.
.
-Flashback-
Pria itu menatap kosong jendela apartemennya. Mata
biru indahnya terlihat redup seredup langit yang sejak pagi tertutup awan
mendung. Entah apa yang ia rasakan sekarang ini. Setelah satu tahun, akhirnya
dia kembali. Berharap dapat bahagia bersama kekasihnya. Tapi apa yang dia
dapatkan.
Hanya sebuah kabar
mengejutkan yang menghancurkan impiannya. Kekasih yang selama ini dirindukannya
telah menikah dengan orang lain. Tidak hanya itu, kini ia bahkan sudah memiliki
calon anak. Hatinya hancur lebur. Semua janji manis yang diucapkannya dulu
hanyalah omong kosong belaka.
“Naruto kumohon maafkan aku. Ini tidak seperti yang
kau pikirkan. Aku . . . aku hanya mencintaimu.”
“Pergilah.” Jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya
dari jendela. Seolah pemandangan diluar sana lebih menarik dari pria tampan
yang sedang berlutut dihadapannya.
“Tidak, kumohon. Aku sangat mencintaimu. Aku . . .”
“Kubilang pergi! Apa kau tuli hah?.” Bentak pemuda
pirang itu. kini dia memandang pria itu dengan penuh amarah. Tidak ada
seorangpun yang tidak akan marah jika ia dikhianati bukan?. Begitupun Naruto,
pria pirang itu.
Bukannya pergi, pria berambut raven itu malah berdiri
dan memeluknya dengan erat. Sekalipun pemuda pirang itu terus meronta.
“Lepaskan aku brengsek, jangan menyentuhku!.”
Tidak peduli seberapa kuat pria pirang itu meronta,
Sasuke tidak sedikitpun mengendurkan pelukannya. Ia tau, ialah yang bersalah
disini. Seandainya saja dia bisa mengendalikan dirinya, semuanya tidak akan
jadi begini.
“Wa-waktu itu aku mabuk dan . . . aku merasa
melakukannya denganmu. A-aku tidak tau apa yang terjadi. Tapi pagi hari . . .
dia sudah ada disamping tempat tidurku. Sungguh Naruto. Aku hanya mencintaimu.
Aku akan menceraikannya setelah anak itu lahir. Aku berjanji dan kita akan hidup bahagia selamanya.
“Bohong! Kau bohong. Hiks hiks. Kau brengsek!.” Ia
histeris. Mata biru indah itu mulai mengeluarkan air mata.
“Aku mencintaimu, hanya mencintaimu. Percayalah
padaku.” Ucap Sasuke. Betapa sakit hatinya saat melihat orang yang sangat
dicintainya menangis histeris. “A-aku sudah menolaknya. Tapi dia hamil. Orang
tuaku memaksaku menikahinya. Ma-maafkan aku Naruto. Sungguh, aku tidak pernah menyentuhnya lagi
setelah malam itu. sekalipun aku melakukannya, aku hanya melihatnya sebagai
dirimu.”
Jujur, wanita itu, Yamanaka Ino, mengingatkannya
pada Naruto. Mereka memiliki rambut pirang dan mata berwarna biru. Tapi tidak
sedikitpun Sasuke tertarik pada gadis itu. yang ada dihati dan pikirannya
hanyalah Naruto dan Naruto. Tidak ada yang lain dan tidak akan pernah ada yang
lain. Naruto mulai telah setelah Sasuke meyakinkan betapa ia sangat
mencintainya.
“Kalau begitu. . .” Naruto menghapus kasar
airmatanya. Keputusannya sudah bulat. Dia tidak akan menyerahkan Sasuke pada
siapapun termasuk pada wanita yang kini berstatus sebagai istri kekasihnya itu.
ia meyakinkan dirinya bahwa Sasuke adalah haknya. Ia tidak mencuri apalagi
merampasnya karena sejak awal Sasuke sudah menjadi miliknya. Jauh sebelum
mereka menikah. Dan Sasuke sangat mencintainya, hanya mencintainya. Egoiskah?
“. . . Aku juga ingin menikah denganmu.”
Sasuke kaget dengan perkataan kekasihnya. Ia
melepaskan pelukannya dan memandang wajah sang kekasih. Tidak ada keraguan
dimata biru yang sangat disukainya itu.
“Tapi. . .”
“Kau mencintaiku bukan? Kalau begitu ayo kita
menikah. Tapi kau harus tau, aku tidak mau menjadi istri keduamu. Aku mau
menjadi yang pertama dan satu-satunya. Aku lebih berhak daripada wanita itu.
kalau kau menikahinya karena anak, maka kau menikahiku karena cinta.”
Sasukepun akhirnya menikahi Naruto diam-diam. Sasuke
membeli sebuah apartemen baru untuk mereka berdua. Mereka bahagia. Sasuke lebih
sering menghabiskan waktunya diapartemen baru miliknya dan Naruto. Sasuke dan
Naruto benar-benar merasakan yang namanya pengantin baru. Sesuatu yang tidak
pernah Sasuke rasakan dengan Ino, istrinya. Mereka begitu terlena hingga tidak
menyadari bahwa Ino, istri Sasuke yang lain, mulai mencurigai mereka. Wanita
licik itu akhirnya tau hubungan suaminya dan pemuda pirang itu dari beberapa
orang yang ia bayar untuk memata-matai suaminya. Tanpa sepengetahuan Sasuke,
wanita itu merencanakan sesuatu yang bisa memisahkan mereka berdua. Hingga
kesalah pahaman itu terjadi.
Plakkk!
“Aku sudah tidak tahan lagi!. Kau! . . . aku akan
segera mengirimkan surat cerai untukmu!!!.” Katanya dengan marah. Ia meninggalkan Naruto
yang masih berdiri kaku dan memegang pipi kirinya yang terasa panas.
Tes.
Tes.
Tes.
Air matanya mengalir dengan deras.
Sebegitu cepatkah kebahagiannya harus berakhir?
Hanya 2 bulan saja?
Betapa kejamnya takdir mempermainkannya.
Dulu kedua orang tuanya yang meninggalkannya.
Sekarang orang yang dicintainya.
Bahkan lebih buruk dari itu.
Orang yang dicintainya kini mmembencinya.
Membencinya atas kesalahan yang bahkan tidak
dilakukannya.
Kini tujuan hidupnya sudah tidak ada.
Kalau saja ia tidak mengingat kondisinya saat ini,
mungkin ia akan bunuh diri.
Tapi tidak, ia tidak selemah itu.
Huft.
Baiklah, mari kita akhiri semuanya dan kita mulai
dari awal lagi.
Sangat - sangat awal.
Naruto meletakkan sebuah map diatas meja. Map yang
beberapa hari lalu diberikan oleh pengacara mantan suaminya. Ia tersenyum
miris. Bahkan Sasuke tidak sudi melihatnya untuk yang terakhir kalinya.Ia sudah
menandatanganinya bahkan ia sudah melegalisir perceraiannya sendiri. Tidak lupa
ia meletakkan sebuah surat dengan kertas berwarna kuning diatas map itu.
Naruto mengusap perutnya dengan sayang.
“Maafkan aku yang tidak bisa mempertahankan ayahmu.
Maafkan aku yang terpaksa memisahkan kalian. Tapi percayalah ini demi kebaikan
kita. Aku yang akan jadi ayah untukmu. Kita akan hidup berdua, hanya berdua
saja. Kita pasti bisa melalui ini semua.” Ia menghela nafas.
Naruto menarik tasnya dan melangkah pergi dari
apartemen tempat ia menghabiskan waktu selama tiga bulan ini. Meninggalkan
semua kenangan manis dan pahit bersama orang yang dicintainya untuk memulai
hidup baru di tempat lain. Tempat yang sangat jauh. Tempat dimana tidak akan
ada yang bisa mengenalinya.
-End
Flashback-
.
.
.
“ . . . ruki . . . Haruki. . .”
Haruki tersadar dari lamunannya.
“Eh . . . em . . . ada apa?.”
Gadis itu, Konan, memiringkan kepalanya. “Kamu tidak
apa-apa?.”
“Ya, aku hanya sedikit . . . .” Ia menjeda
ucapannya. “ . . . lelah.”
Lelah dan shock.
Itulah yang dirasakan Haruki sekarang. Bagaimana tidak,
setelah lama hidup tenang kini tiba-tiba saja masa lalu kembali menghampirinya.
Pria manis itu terlarut dalam pikirannya sendiri hingga tidak menyadari gerak
geriknya selalu diperhatikan oleh Shikamaru yang semakin curiga padanya. Ia memang
tidak yakin kalau Haruki memiliki niat jahat tapi ia penasaran tentang latar
belakangnya. Dia memiliki surat-surat sempurna dan resmi tapi anehnya saat
dilakukan pengecekan di alamat yang tertera di suratnya, tidak ada satupun yang
mengenal nama Namikaze Haruki. Benar-benar sangat aneh dan mencurigakan.
Satu kemungkinan yang ada dipikiran Shikamaru.
Haruki menghack data pemerintah dan mengubah
identitasnya.
Tapi apa itu mungkin?.
Menghack data apalagi milik pemerintah bukan hal
yang mudah semudah membalikkan kedua tangan.
Selain karena memiliki perlidungan berlapis, salah
sedikit saja akan fatal akibatnya.
Hacker tersebut dapat dilacak dan menerima hukuman
berat karena berani mengacak-acak rahasia negara.
Hacker profesionalpun akan kesulitan untuk
melakukannya.
Shikamaru memikirkan kemungkinan lain lagi.
.
.
.
Sementara itu di TK, Menma sedang mengikuti
pelajaran yang di berikan senseinya. Pertambahan dan pengurangan yang menurut
Menma sangat membosankan. Tentu saja membosankan, karena dia sudah menguasai
itu saat usianya masih 3.5 tahun. Salahkan otaknya yang terlalu cerdas hingga
ia mampu berpikir diatas rata-rata.
Menma hanya memperhatikan teman-temannya yang sangat
antusias dengan pelajaran yang diberikan gurunya. Guru-guru Menmapun sudah tau
kemampuan Menma yang jauh melebihi usianya. Karena itu kadang mereka bingung
bagaimana harus memperlakukan anak itu. mereka bahkan sudah memberi anjuran
agar Menma dapat mengikuti kelas akselerasi setelah ia lulus dari TK.
Setelah jam matematika kini saatnya jam untuk
melukis. Salah satu pelajaran favorit Menma. Bukan hanya karena ia menyukai
menggambar tapi juga karena ia mengidolakan guru lukisnya. Iruka namanya, guru
lukis di TK itu yang sangat disukai Menma. Menurutnya sifat Iruka mirip dengan
sifat papanya karena itu ia merasa nyaman di dekat Iruka.
Iruka menyuruh murid-murid lucunya untuk menggambar
bunga yang mereka sukai di halaman TK itu. anak-anak kecil itu tampak antusias
dan mulai berpencar mencari bunga yang disukainya. Sejak dulu Iruka memang
bercita-cita menjadi guru karena ia sangat menyukai anak-anak. Ia bahagia saat
melihat senyum ceria murid-muridnya. Perhatianya teralih pada seorang anak
kecil yang kini sedang duduk di bawah pohon sakura. Ia tampak serius. Berbeda dengan
teman-temannya. Irukapun menghampirinya.
“Menma-kun.” Panggilnya.
Anak itu mendongak. “Ya, sensei?.”
“Menma tidak bergabung dengan teman-teman?.” Tanyanya.
Anak berambut raven itupun menggeleng. “Menma akan
menggambar bunga itu.” Ditunjuknya sebatang bunga matahari yang tumbuh tidak
jauh dari pohon tempatnya duduk.
“Bunga matahari? Menma ingin menggambar bunga
matahari.”
Anak itu mengangguk. “Papa sangat suka bunga
matahari.” Katanya senang. Rencananya ia akan menunjukkan gambarnya nanti pada
sang ayah.
“Begitu, papa Menma suka dengan bunga matahari?.” Tanya
Iruka. Dirinya memang sudah beberapa kali bertemu dengan Haruki, ayah Menma. Seorang
pria yang tidak kehilangan senyumannya walau beban yang dipikulnya cukup berat.
Ia tau membesarkan anak seorang diri tidaklah mudah apalagi diusia semuda
Haruki. Tapi pria itu berhasil membesarkan anaknya dengan baik.
“Sebentar lagi Menma akan lulus TK bukan?. Nanti
Menma akan melanjutkan kemana?.” Tanyanya.
“Umm, belum tau. Tapi Menma ingin melanjutkan di
sekolah yang gratis.” Jawabnya dengan polos. “Dengan begitu papa tidak perlu
lembur lagi dan bisa menemani Menma bermain.”
Iruka tersenyum mendengar jawaban Menma. Sejenius apapun,
anak itu hanyalah seorang anak kecil yang masih berumur 7 tahun. Sejak masuk
sekolah, Menma memang sudah mendapat banyak tawaran beasiswa karena IQnya yang
sangat tinggi. Seharusnya sekarangpun Menma sudah bisa masuk kelas 6 SD tapi
ditolak oleh Haruki selaku orangtua Menma dengan alasan anaknya masih terlalu
kecil untuk berinteraksi dengan anak-anak yang jauh lebih tua darinya. Ia tidak
ingin anaknya kehilangan masa kanak-kanaknya lantasan harus serius belajar. Haruki
akan memasukkan Menma ke kelas khusus setelah ia lulus dari TK nanti.
.
.
.
@Uchiha Mansion
“Kaa-san, apa Kaa-san tidak bisa membujuk Sasuke. Tolonglah
Kaa-san, aku masih mencintai Sasuke. Aku sangat mencintainya.” Pintanya pada
Mikoto, sang mantan mertua. Mata birunya berkaca-kaca. Ia harus bisa membuat
Mikoto berpihak padanya.
Mikoto menghela nafas. Ia sebenarnya tidak tega tapi
ia tidak bisa berbuat apa-apa.
“Kau tau sendiri sifat Fugaku dan Sasuke. Tidak mudah
untuk membujuk mereka. Lagipula . . .” Mikoto melihat iba pada Ino.
‘Fugaku sangat menginginkan cucu yang tidak mungkin
bisa didapat darimu, seandainya saja kecelakaan itu tidak terjadi. Mungkin aku
masih bisa membantumu.’ Lanjut Mikoto dalam hati.
“Tapi Sasuke sangat menyayangimu Kaa-san, aku yakin
dia akan mendengarmu.”
“Sudahlah Ino, lepaskan Sasuke. Dia tidak
mencintaimu.” Mikoto menggenggam tangan Ino. Sebagai seorang wanita dan seorang
istri ia mengerti apa yang dirasakan oleh Ino. “Lupakanlah Sasuke, mulailah
hidup yang baru. Aku yakin kelak akan ada yang menerimamu apa adanya. Percayalah
padaku.” Bujuk Mikoto.
“Tidak Kaa-san, aku sangat mencintainya. Aku tidak
bisa hidup tanpanya.” Kata Ino mulai menitikkan airmatanya.
“Ino . . .” Mikoto kasian melihat mantan menantunya
itu. Ino tidak pernah merasakan cinta suaminya. Ia kehilangan bayi yang
dikandungnya dan ia tidak bisa memiliki anak setelahnya. Benar-benar gadis
malang. Ia bahkan tidak bisa membedakan cinta dan obsesi untuk putranya.
.
.
.
Jam dinding sudah menunjukkan angka 5. Haruki merapikan
meja kerjanya dan bersiap pulang. Ia harus segera menjemput Menma. Ia segera
berlari ke lift. Tidak disangka disana ia bertemu oorang yang sangat ingin ia
hindari. Siapa lagi kalau bukan Uchiha bungsu.
Kesunyian memenuhi ruang lift yang sempit itu. Haruki
berusaha menghindari kontak dengan Sasuke. Meski ia sangat yakin penyamarannya
sempurna tapi ia tidak mau ambil resiko.
“Siapa namamu?.” Tanya Sasuke mencoba memulai obrolan.
Haruki terdiam sebentar sebelum akhirnya menjawab. “Namikaze
Haruki.”
“Oh.”
Keheningan kembali diantara mereka.
“Oh ya, siapa nama anakmu?.”
Pertanyan itu membuat Haruki terkejut. Pasalnya ia
belum pernah mengatakan pada Uchiha bungsu itu bahwa ia sudah memiliki anak. Jangankan
memberitahukannya, ini bahkan kali pertamanya mereka bicara setelah Uchiha
memasuki Shukaku Corp. Atau jangan-jangan . . .
“Ah maaf. Aku pernah melihatmu menggendong anak
kecil berambut hitam. Jadi kukira . . .”
Haruki menghela nafas. Rupanya dia pernah melihatnya
dijalan bersama anaknya. Ia bisa tenang sekarang.
“Menma, namanya Namikaze Menma.” Haruki memotong
ucapan Sasuke.
Deg!.
‘Kelak
jika aku memiliki anak akan kuberi nama Menma. Uzumaki Menma.’
‘Dasar
Dobe, kau tidak kasian pada anak itu? Kenapa kau memberi nama yang aneh pada anak-anak?.’
‘Temeeee!
Menma itu tidak aneh.’
‘Ya
tidak aneh.’ Kata Sasuke. ‘Untuk maniak ramen sepertimu.’
‘Temeeeee!!!’
‘Hahahahaha’
Sasuke teringat pada kenangannya dulu. Kenangan bersama
dengan orang yang kini menghilang dari hidupnya.
Tring!
Pintu lift itu terbuka, Haruki langsung melesat
meninggalkan Sasuke yang masih tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Grep!
Tangannya dicekal. Iapun menoleh. Dibelakangnya pria
itu berdiri dengan gagahnya.
“Kuantar.”
Sasuke tidak mengerti. Tubuhnya bergerak sendiri
menahan pria bermata hijau kebiruan yang ada di depannya. Baru kali ini ia
tertarik pada orang selain dobenya.
“Eh? Ti-tidak usah Uchiha-san.” Tolaknya dengan
halus. Ia merasa tidak tenang berlama-lama dengan Sasuke.
Sasuke menarik tubuh Haruki tanpa mengindahkan kata
protes dari pria itu. Ia membawa Haruki ke mobil mewahnya di tempat parkir
gedung itu. ia segera melajukan mobilnya keluar dari area parkir. Sasuke bertanya
dimana sekolah anknya berada. Mau tidak mau Haruki memberitahukannya pada
Sasuke. Di perjalanan ke TK yang hanya berjarak 20 menit itu mereka hanya diam
tanpa saling bicara.
“Papa!!!.”
Seorang anak kecil langsung berlari menghampiri
Haruki ketika ia turun dari mobil mewah Sasuke. Haruki langsung memeluk anaknya
dengan sayang.
“Maafkan papa terlambat.”
“Tidak apa-apa kok. Papa kan sibuk kerja buat cari
uang.” Kata Menma. Haruki tersenyum mendengar perkataan Menma.
Sasuke, entah kenapa berdiri mematung melihat
pemandangan ayah dan anak itu. ia tidak mengerti tapi hatinya menghangat saat
melihat keduanya. Perasaan yang sudah lama tidak pernah ia rasakan. Senyumpun tersungging
di wajahnya. Setelah mengucapkan terimakasih pada Iruka sensei yang telah
menemani Menma, pasangan ayah dan anak itu bergegas untuk pulang. Kali ini
Sasuke tidak mengantar mereka karena jarak rumah dan TK Menma hanya berjarak 10
menit berjalan kaki.
“Anakmu tampan.” Komentar Sasuke sambil tersenyum. Haruki
hanya membalas dengan tersenyum kaku kemudian mengucapkan terimakasih pada
Sasuke. Haruki menggendong Menma dan membawanya pulang.
.
.
.
‘Andai kau tau kalo Menma anakmu, apa yang akan kau
lakukan?.’
.
.
.
-TBC-
.
.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar