Jumat, 18 Oktober 2013

FF: Lavender 6, Illusion

.
.
.
.
Disclaimer : Naruto not mine.
Rate : M.
Genre : Basicly I don't wanna put this.
Contain sex scene, mature life, Mpreg, etc.

Character :
Namikaze (Uzumaki) Naruto (29 tahun)
Uchiha Sasuke (29 tahun)
Namikaze Yuuki (7 tahun)
Sabaku (no) Gaara (29 tahun)
Haruno Sakura (29 tahun)
Uchiha Kazuki (7 tahun)
Uchiha Sai (29 tahun)
Uchiha Itachi (35 tahun)
Uchiha Deidara (fem)(30tahun)
karakter lain mengikuti.
Etc.
.
.
.
.
.
.
Chapter 6. Illusion.
.
.
.
.
.
.
Sasuke melemparkan mantelnya ke kursi kecil di sebelah pintu. Ia membaringkan tubuhnya ke ranjang king sizenya. Matanya menatap kosong langit-langit kamarnya. Ia membayangkan wajah Naruto disana.Apapun yang terjadi. Aku akan mendapatkanmu kembali Naruto.
Kali ini aku tidak akan melepaskanmu lagi.
.
.
.
.
.

Naruto tau bahwa ini salah.

Dan ia sangat tau itu.

Tidak seharusnya ia memanfaatkan sahabatnya.

Tapi untuk saat ini tidak ada pilihan lain.

Keadaan memaksanya seperti ini.

Hanya Gaara yang saat ini bisa jadi sandarannya.

Ia membutuhkan semua kekuatan yang bisa ia dapat jika ingin melindungi Yuuki.

Dan Gaara memiliki semua yang ia butuhkan.

Hanya Gaara yang saat ini memiliki semua yang ia butuhkan.
.
.

Kekuasaan.

Tidak akan ada yang meragukan kekuasaan seorang Sabaku.

Kekayaan.

Semua orang tau bahwa Sabaku adalah keluarga yang sangat kaya raya.

Dan yang paling penting

Gaara menyayangi Yuukinya.

Sangat menyayanginya.

Gaara mencintainya.

Dia menyadari kalau Gaara mencintainya.

Lalu?

Naruto memang tidak pintar tapi dia juga tidak bodoh untuk tak menyadari perasaan Gaara padanya.

Naruto hanya tidak ingin hubungannya dengan orang yang telah dianggapnya saudara itu hancur.

Karena itu ia memilih diam dan pura-pura tidak menyadari apapun.

Toh Gaara tidak pernah terang-terangan mengakui perasaan itu padanya.

Berarti bukan salahnya juga kan kalo dia bersikap seolah tidak menyadari perasaan Gaara padanya?

Jika saja pria merah itu berani menyatakan perasaannya terang-terangan mungkin Namikaze pirang itu sudah menjadi miliknya.

Sayang sang Sabaku muda tidak memiliki keberanian sebesar itu.

Hingga akhirnya sang Namikaze pirang malah terjerat oleh Uchiha bungsu.

Takdir benar-benar mempermainkan mereka.
.
.
.

Kali ini Naruto ingin bertindak sesuka hatinya.

Egois?

Munafik?

Menjijikkan?

Terserah.

Naruto hanya memikirkan nasib anaknya saat ini.

Ia tidak peduli dengan apa kata orang.

Semua ibu di dunia pasti akan berubah mengerikan jika itu menyangkut anaknya.

Dan itulah yang terjadi pada Naruto.

Ia memang bukan wanita.

Tapi jangan lupakan pula bahwa dialah yang melahirkan Yuuki.

Jadi secara teknis ia adalah IBU bagi si Namikaze kecil itu.

Yang terpenting sekarang adalah Baby kecilnya.

Baby tersayang yang menjadi penyemangat hidupnya saat ini.

Andai saja dia bisa jatuh cinta pada Gaara. Mungkin hidupnya tak sesulit dan serumit ini.

.
.
.

Gaara kembali memangut bibir mungil itu. Merasakan rasa manis bearoma citrus dari tubuh Naruto. Ia mengangkat wajahnya untuk melihat keadaan Naruto.

Naruto, terbaring dibawahnya dengan wajah penuh keringat. Tampak jelas pipinya memerah. Matanya sayu memandang Gaara. Ia mencoba mengatur nafasnya yang masih terengah-engah setelah sesi ciuman ketiganya tadi. Tanda kemerahan terlihat memenuhi leher dan dadanya yang terekspos karena kancing kemejanya terbuka. Benar- benar pemandangan erotis yang bisa membuat semua seme di dunia berdiri tegak.

Gaara kembali menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Naruto. Kemudian dengan jahil ia menggigit lembut cuping telinga pria pirang itu.

"Akh~~~." Desah Naruto. Salah satu tempat tersensitifnya kini di manjakan oleh Gaara.
Gaara kembali menaikkan tubuhnya. Ia mulai melucuti pakaiannya dan melemparkannya kelantai. Ia kemudian dengan cepat menarik celana yang membungkus kaki Naruto. Kini mereka sama-sama polos kecuali sebuah kemeja yang masih tersampir manis di lengan pria kuning itu.

"Naru . . ."

"Just ngh . . . do it. . . Ichibi . . ." Kata Naruto sambil menangkup wajah Gaara. Kini ia yang mulai menciumi Gaara. Naruto menghisap leher pucat Gaara dan meninggalkan jejaknya disana. Ia menurunkan ciumannya ke dada putih itu. Kembali, Naruto membuat beberapa tanda di tempat itu. Membuat Gaara mendesah.

"Ngh . . ."

Tentu Gaara tidak akan tinggal diam. Ia tidak akan diam dan membiarkan Naruto menguasai permainan. Direnggutnnya lagi bibir ranum itu. Bibir yang kali ini terlihat memerah dan bengkak karena ciuman-ciuman panasnya tadi. Ia kemudian mengalihkan perhatiannya kedua buah tonjolan di dada Naruto. Gaara meneguk ludahnya sendiri. Sudah lama ia ingin melakukannya. Tapi ia juga tidak mungkin memaksa Naruto. Ia terlalu mencintainya untuk bisa menyakitinya. Tapi saat ini lain ceritanya. Bukankah Naruto sendiri yang memintanya. Itu berarti ia boleh melakukan apapun padanya bukan.

Ya apapun.

Dihisapnya tonjolan kanan itu dengan keras. Sedangkan tangan kirinya memainkan tonjolan yang satu lagi. Nauto mendesah. Sekali lagi, Gaara memainkan tempat sensitifnya. Ia tersenyum puas saat melihat kedua tonjolan itu menegang dan keras. Ia kemudian mengarahkan ciumannya ke dada dan perut Naruto. Sebuah luka melintang terlihat jelas disana. Berwarna sedikit gelap dari kulit di sekitarnya. Ia tau apa luka itu. Gaara pun mengecupinya.

Ciumannya turun ke daerah pribadi Naruto. Ia memandang takjub pada daerah itu. Ok, ini memang bukan pertama kali ia dan Naruto melakukan ini. Tapi ingat nggak kalo sebelumnya mereka berdua dalam keadaan mabuk? Mana mungkin orang mabuk bisa ingat dengan detail.

Tanpa menciumi daerah itu. Aroma kelaki-lakian tubuh Naruto dapat diciumnya dengan kuat. Ia memandang organ panjang yang kini sudah tegak itu. Di kepalanya terdapat sedikit cairan yang keluar. Gaara memasukkan benda milik Naruto kedalam mulutnya. Tangannya juga ikut mengeksplorasi daerah privat Naruto.

Jemari panjangnya mulai menusuk hole berwarna pink itu. Secara perlahan dan satu persatu. Dengan sabar di renggangkan tempat itu. Hingga ketiga jarinya dapat masuk kesana.
Pria pirang itu mengejang. Merasakan kenikmatan di selangkangannya. Naruto mencapai klimaks pertamanya.

"A-akh ah. . . oh . . . Gaa-chan . . ."

Naruto kelelahan setelah mendapat klimaks pertamanya. Matanya terlihat sayu dan sekujur tubuhnya dibasahi keringat. Sudah sangat lama ia tidak merasakan sensasi ini.

Gaara kembali merangkak diatas tubuh Naruto. Ia ingin menyiapkan Naruto dengan teliti. Ia tidak ingin Naruto kesakitan saat ia memasukinya. Ia memosisikan miliknya di depan hole itu. Di hentakkannya maju hingga ujungnya mulai menerobos masuk.

"Akh!." Pekik Naruto saat merasa ada yang memaksa masuk kedalam tidak terlalu sedikit rasa kaget namun itu mampu membuat holenya mengetat tiba-tiba.

Gaara menjadi kesulitan memasukkan sisa miliknya.

"Relaks, Naru." menggigit bibir bawahnya. Menahan desahan yang sip keluar kapan saja.

Setelah dirasa cukup relaks, Gaara dengan cepat memasukkan sisa miliknya kedalam hole itu. Membuat sang pemilik tidak tahan untuk mendesah. Gaara memompa miliknya keluar masuk dengan ketat itu membuat gairahnya menggila. Ia tidak untuk mengeluarkan benihnya di dalam tubuh Naruto. Meski ia tau itu bisa membahayakan sahabatnya. Dengan sisa kesadaran pun menarik miliknya keluar. Naruto yang menyadari gerakan Gaara langsung menjepit benda itu didalam tubuhnya.

"Owh. Naru." Gaara melenguh keenakan akibat pijatan di miliknya. Tiba-tiba saja hole itu mencengkram erat miliknya hingga menimbulkan sensasi yang luar biasa.

"Just come inside." Ucap Naruto. Ia mengecup sekilas bibir Gaara.

Gaara kembali menenggelamkan miliknya di tubuh Naruto. Ia kembali memompanya dengan lebih cepat. saat dirasa akan keluar ia pun memasukkannya sedalam yang ia bisa. Tak lupa juga ia memberi servis pada milik Naruto yang juga sudah tegak. Ia membelainya dan meremasnya lembut. Ia ingin keluar bersama Naruto.

"NARUTO!."

"GAA_CHANNNNN . . . AHHHHH."

.
.
.
.

Pria bersurai hitam itu melangkahkan kakinya dengan mantap menuju pintu keluar bandara Konoha. Ia menyeret sebuah koper besar berwarna hitam dan sebuah tas jinjing kecil yang tersampir di bahunya. Ia kemudian menyetop sebuah taksi untuk mengantarnya ke rumah keluarganya.

Sudah berapa lama ia tidak menginjakkan kakinya di kota ini?

5 tahun?

10 tahun?

Entahlah, ia sendiri juga sudah lupa.

Ah iya! Terakhir dia kesini adalah saat saudara sepupu jauhnya menikah. Sepupu dari paman dari bibi dari menantu dari kemenakan dari ayah dari kakak ipar dari cucu dari cicit dari kakek dari ibu dari ayah dari ibunya. Ahhhhh! Kalau dijelaskan akan sangat amat super duper panjang sekali. Pokoknya yang jelas dia adalah saudara dari pihak ibunya.

Sebenarnya ia sudah sangat betah tinggal di Eropa. Ia sudah memiliki segalanya. Karier yang bagus, harta melimpah, nama terkenal –untuk kalangan tertentu-, dan teman. Teman yang membuatnya tertarik, teman yang bisa membuatnya tersenyum tulus dan teman yang mengerti dirinya. Namun semua itu berubah saat ia mendengar kabar kalau temannya itu kembali ke Konoha. Tanpa pikir panjang diapun segera mengepak barangnya untuk pergi ke Konoha dan menemui temannya yang berharga. Terdengar konyol huh? Tapi tidak bagi Uchiha Sai, baginya orang itu adalah teman pertamanya dan satu-satunya orang yang mengerti dirinya. Orang pertama yang mengajarinya bagaimana cara memperlakukan orang lain dengan benar.

Sejak kecil, ia memang lemah dalam mengekspresikan emosinya. Walau dalam keadaan apapun, wajahnya tetap kaku tanpa ekspresi. Mungkin ini karena darah Uchiha di dalam tubuhnya. Seperti yang diketahui banyak orang. Keluarga Uchiha sangat lihai dalam menyembunyikan emosinya. Sayang wajah datar itu sering membuat orang lain salah paham sehingga Saipun tidak memiliki banyak teman. Ia tersenyum saat mengingat bagaimana pertama kali dia dan pria itu bertemu. Dengan sangat lantang, pria itu bahkan berani menjitak kepalanya di depan banyak orang.

Merasa di permalukan?

Tidak.

Justru yang ada adalah perasaan yang lega dan senang. Akhirnya dia bisa menemukan orang yang benar-benar memperlakukannya dengan wajar tanpa memperdulikan nama belakangnya.
 
-Flashback-

Sudah 8 tahun lebih ia tinggal di Itali, meninggalkan keluarganya di Jepang. Alasannya sederhana, ia ingin belajar dari seorang maestro bernama Michael Goodham. Sayangnya ia ditolak. Menurut Mr. Goodham, Sai lebih berbakat membuat karikatur ilustrasi daripada lukisan. Karena itu Mr. Goodham memperkenalkan salah satu temannya untuk menjadi guru Sai.

Kecewa?

Tentu saja.

Menjadi pelukis adalah cita-citanya sejak kecil. Dengan berat hati Sai mempelajari Ilustrasi. Dan ternyata Mr. Goodham lebih baik dalam hal Ilustrasi, terbukti banyaknya majalah, perusahaan dan rumah mode yang menggunakan jasanya untuk promosi. Yang Sai memang tidak mengkhususkan dirinya untuk membuat ilustrasi komersial tapi yang namanya rejeki tidak boleh ditolak bukan?.

Lalu bertemulah ia dengan pemuda itu. Pemuda pirang yang kini menjadi murid dari maestro yang sangat diidolakannya.

Cemburu?

Iya. Karena pemuda itu diakui sedangkan dia tidak. Tapi yah sudahlah.

Benci?

Tentu saja tidak. Toh ia sudah menemukan bakatnya yang sesungguhnya. Ia mungkin hanya merasa sedikit cemburu itu saja. Cemburu dengan bakat melukis yang dimiliki pemuda itu. Yah wajarlah.

Tapi begitu melihatnya tidak mungkin ia bisa membencinya bukan. Kepribadiannya ramah dan hangat. Dia juga orang yang sangat ceria dan dapat membuat suasana di sekitarnya jadi nyaman. Berkat itulah pemuda itu, Namikaze Naruto, banyak memiliki teman. Bahkan kepribadian hangat itu mampu sedikit demi sedikit meluluhkan gunung es yang ada di hatinya.

Naruto, orang yang sangat menyenangkan dan Sai sangat menyukai Naruto. Mereka bertiga, Naruto, Gaara dan Sai, berteman baik di Itali. Lalu saat naruto memutuskan pindah ke Inggris, sama seperti Gaara, Saipun mengikutinya. Sai memang tidak pandai membaca pikiran orang tapi dengan jelas ia dapat melihat dengan jelas bahwa Gaara sangat menyukai Naruto.

'Mungkin karena mereka berteman sejak kecil.' Pikirnya.

Lalu saat tau Naruto kembali ke Konoha bersama Gaara, Sai yang saat itu baru kembali dari Amerika setelah melakukan touring, langsung menyusul Naruto. Sai sangat ingin menyusul naruto dan Gaara yang sudah ia anggap keluarga sendiri ke Konoha. Tapi apalah daya, tiket ke Konoha sudah ludes dan yang paling cepat adalah tiket untuk tiga hari kemudian lagipula ia juga harus mengurus pekerjaan dan visanya bukan.

-End Flashback-


Sai memasukkan barang-barangnya ke bagasi taksi itu dibantu oleh sang sopir. Ia kemudian masuk kedalam taksi itu.

"Antarkan aku ke Uchiha Mansion."
.
.
.
.
.

Sakura terduduk ditepi ranjangnya. Tangan kirinya memegang sebuah pigura foto, foto pernikahannya dan Sasuke tangan kanannya membelai permukaan kacanya. Membelai wajah suaminya yang tercetak disana. Tidak terasa air matanya jatuh ke permukaan kaca itu.

'Sudah 8 tahun Suke. Apa kau belum bisa melupakannya? Apa kau belum bisa menerimaku? Apa kekuranganku? Kenapa kau begitu dingin padaku? Berapa lama lagi aku akan kuat menahan semua penderitaan ini? sampai kapan aku harus menunggu hatimu untukku? Sampai kapan?.' Tangis Sakura dalam hati.

Ia memang tau kalau Sasuke tidak pernah mencintainya. Ia tau bahwa Sasuke mencintai orang lain. Tapi ia sangat mencintai laki-laki itu hingga ia mampu melakukan cara licik untuk mendapatnya. Dengan menggunakan keluarganya. Ayahnya dan kepala keluarga Uchiha adalah sahabat sejak mereka masih SMA dulu. Tentunya ayah Sasuke tidak akan menolak saat ayahnya ingin menjodohkan Sakura dengan Sasuke. Bahkan saat itu Fugaku sangat senang karna ia memang menginginkan Sakura untuk menjadi menantu keduanya.

.
.
.

Tidak sampai 30 menit Sai sampai di rumah utama keluarga Uchiha. Rencananya ia akan tinggal sementara di rumah ini sampai ia menemukan apartemen yang cocok untuknya. Sesampainya di kediaman Uchiha, ia disambut oleh pasangan Uchiha senior dan pasangan anak sulung mereka, Itachi dan Deidara. Setelah menikah, Itachi dan Deidara tetap tinggal di mansion itu. Yah diakan penerus keluarga jadi wajar kalau dia tetap tinggal di rumah keluarga utama.

Mikoto langsung memeluk Sai. Sejak dulu ia memang paling dekat dengan Sai. Mikoto bahkan sudah menganggap Sai sebagai anak keduanya. Mikoto juga merasa Sai sangat mirip dengan anak bungsunya, Sasuke. Setelah acara pelepasan kangen. Mikoto membawa Said an keluarganya menuju ruang keluarga untuk berbincang. Ia juga menyuruh pelayan untuk membawa koper Sai ke kamar yang sengaja dipersiapkannya.

"Jadi berapa lama kau aka nada di sini, Sai?." Tanya Fugaku.

"Entahlah paman, jika aku betah maka mungkin aku akan berada di sini cukup lama. Jadi mohon bantuannya. Sampai aku dapat menemukan apartemen yang cocok. Tolong ijinkan aku menginap disini."

"Aish, kenapa harus mencari apartemen? Tinggallah disini. Disini masih banyak kamar kosong." Kata Mikoto.

"Ibu benar. Tinggallah disini." Tambah Itachi.

"Terima kasih tapi aku sudah dewasa. Dan aku sudah terbiasa mandiri." Ucap Sai masih dengan wajah datarnya. " Ah ya mana Sasuke? Aku belum melihatnya."

"Sasuke tinggal bersama istri dan anaknya." Ucap Mikoto singkat.

"Begitukah?." Sai memang tidak terlalu akrab dengan Sasuke. Entahlah, sejak dulu mereka memang tidak pernah bisa cocok satu sama lain.

"Kalau begitu isirahatlah. Ini sudah malam. Kau pasti lelah menempuh perjalan panjang." Kata Mikoto penuh perhatian. "pelayan akan mengantarmu ke kamar."

"Baiklah kalau begitu." Sai beranjak dari tempat duduknya. Ia lalu membungkuk sebentar. "Kalau begitu aku permisi dulu, paman, bibi, kak Itachi, kakak ipar."

Sai mengikuti seorang pelayan paruh baya menuju kamarnya. Begitupun pasangan Uchiha bungsu dan anak-anaknya. Sai langsung tertidur diranjangnya karena kelelahan. Kini ia akan beristirahat agar besok bisa mencari Naruto. Ia sudah mendapat alamat gaara di jepang. Dan ia berencana untuk mendatangi mereka.

.
.
.
-TBC-
.
.
.
.
.
Hiii chapter ini isinya lemonan Gaaranaru doank. Gyaaaa jangan marah donk… _. Saya sedang sibuk ngejar skripsi yang nggak kelar-kelar karena saya malas. HAHAHAHA. Jadi mungkin nggak bisa sering update.
.
.
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar