Kamis, 03 Oktober 2013

Fanfic: Lavender 5

.
.
.
.
.
Chapter 5. Meeting.
.
.
.
" Naruto".
.
.
.
-Naruto POV-

Aku berjalan menyusuri trotoar. Kulayangkan pandanganku ke sekitarku. Hmm, tidak banyak yang berubah. Toko buah itu masih disana. Toko buku itu juga belum pindah. Perasaanku menjadi sangat nyaman bahkan senyuman kecil tidak lepas dari bibirku. Kota inilah tempat aku hidup dulu dan aku ingin hidup bahagia bersama Yuuki di sini juga. Di seberang jalan aku melihat beberapa orang anak muda yang sedang asyik bercengkrama. Ah! Seragam itu adalah seragam SMA-ku dulu. Seragam gakuran berwarna hitam legam. Aku tersenyum karena teringat masa-masa SMA. Sudah lebih dari 12 tahun aku meninggalkan bangku SMA. Kira-kira bagaimana ya kabar teman-temanku? Dan
.
.
.
Sasuke?.
.
.
.
Senyuman dibibirku menghilang saat aku mengingat nama itu.

'Kenapa?.'

Padahal sudah 8 tahun tapi rasa sakit itu masih ada. Aku memegang dadaku yang tiba-tiba saja terasa nyeri. Rasa sakit itu masih ada. Rasa sakit karena dikhianati dan dicampakkan.

'Aku sudah tidak mencintainya ya aku sudah tidak mencintainya. Hidupku hanya untuk Yuuki.'
Janjiku dalam hati. Aku menggelengkan kepalaku dengan keras. Berusaha mengusir pikiran negatifku.
.
Kruyukkkkk
.
"Ah!."

Sepertinya aku harus mencari makan terlebih dahulu hahaha. Aku kembali menyusuri jalan dan berharap menemukan café atau semacamnya untuk sekedar mengganjal perutku. Sebenarnya aku ingin memakan ramen bikinan paman Teuchi tapi ya sudahlah besok-besok saja kalau aku punya waktu. Aku akan mengajak Yuuki dan Gara juga. Kira-kira Gaara mau tidak ya? Dia kan sangat-sangat tidak suka makanan tidak sehat seperti ramen. Ck padahal ramenkan makanan jepang paling enak. Kenapa juga Gaara tidak suka? Aku tinggal bersamanya selama 8 tahun dan itu cukup untuk membuatku mengerti semua kebiasaanya, apa yang ia suka, apa yang tidak. Kalau di pikir-pikir aku ini sudah seperti istrinya saja ya. Mungkin jika aku dulu mencintai Gaara. Aku tidak akan menderita seperti ini. Ah tidak juga. Mungkin jika aku jadi istrinya, aku akan menderita karena tidak tiijinkan makan ramen. Tidakkkkk! Aku tidak mau. Aku tidak bisa hidup tanpa ramen! ( Gothic: Heee? Bukannya selam 8 tahun kamu di luar negeri kamu nggak pernah makan ramen sekalipun ya?)

Aku memukul kedua pipiku. Apa sih yang aku pikirkan? Aneh-aneh saja.
Aku berhenti di sebuah terrace café. Café itu memiliki kursi di dalam ruangan dan di luar ruangan yang berada persis di pinggir jalan. Aku memilih duduk di bagian luar. Sesaat setelah aku duduk , seorang pelayan memhampiriku dan membawa menu makanan untuk ku pilih.

"Orange juice and beef sandwich please." Kataku dengan logat ala inggris. Yah mau bagaimana lagi. Kebiasaan sih. 2 tahun tinggal disana mampu membuatku menjadi 'English gentleman' tulen. Pelayan itu mencatatat pesananku dan langsung pergi.

Kembali perasaan sepi ini menyapaku. Siku tangan kananku ku letakkan diatas meja untuk menyangga kepalaku. Aku kembali mengamati pemandangan jalan dan kendaraan yang berlalu lalang dengan khusyuk. Déjà vu, itulah yang kurasakan. Perasaan rindu yang kurasakan pada kota ini. Aku akan segera mencari apartemen kecil untukku dan Yuuki tinggal. Tidak perlu mewah, cukup nyaman saja. Mungkin sedikit besar bolehlah. Untuk meletakkan lukisan-lukisanku di sana.

"Naruto."

-End POV-
.
.
Naruto menoleh saat ia mendengar namanya di panggil. Matanya membulat. Betapa terkejutnya saat ia menemukan siapa sosok yang memanggil namanya. Dia, Uchiha Sasuke, orang dalam list pertama Naruto yang tidak ingin ia lihat, tidak ingin ia temui dan orang pertama yang ingin ia hindari. Betapa sialnya Naruto hari ini.

"Naruto." Wajah Sasuke tampak bahagia. Setelah 8 tahun akhirnya ia bisa bertemu lagi dengan orang yang di cintainya. " Kau kembali".

"Senang berjumpa anda lagi Uchiha-san." Jawab Naruto dingin dan kaku. Sasuke agak kecewa dengan tanggapan Naruto. Tapi ia menyadari mungkin bagi Naruto sekarang dia bukan siapa-siapa. Mengingat apa yang ia lakukan pada pria yang ada di depannya.

"Boleh aku duduk?."

"Silahkan." Jawabnya setenang mungkin. Ia mengalihkan pandangannya ke pangkuannya. Tidak mau melihat laki-laki yang ada di depannya. Ia berusaha terlihat setenang mungkin padahal hatinya bergemuruh. Jantungnya berdebar keras. Keringat dingin mulai keluar dari tubuhnya. Ia meremas tangannya yang kini ada di pangkuannya. Suasa menjadi hening setelah Sasuke duduk berhadapan dengannya. Suasana sedikit mencair ketika seorang pelayan membawakan pesanan Naruto. Sasuke pun memesan secangkir kopi pada pelayan itu.

"Bagaimana kabarmu?." Tanya Sasuke mencoba membuka percakapan. Tapi agaknya Naruto enggan menjawab. Ia hanya terdiam dan mulai memakan makan siangnya sampai beberapa saat kemudian ia menjawab.

"Aku baik-baik saja tanpamu." Dengan nada datar dan dingin. Sasuke merasa sakit saat Naruto mengatakannya. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apakan? Karena inilah dulu yang dipilihnya. Naruto memakan makan siangnya dengan tenang tidak memperdulikan Sasuke yang ingin memulai percakapan dengannya.

Dreeeeett dreeeeeeett.

Tiba-tiba Naruto merasa Hp di kantong mantelnya bergetar. Ia pun segera mengambilnya. Di sana tertulis 'Gaara's Calling'. Ia langsung menekan tombol untuk menerima telpon.

"Moshi-moshi . . . Gaara . . .". Sasuke mendengar Naruto memanggil nama Gaara, ia nampak tidak senang. "Eh? Temari-nee ingin Yuuki menginap? Baiklah kalau begitu. Titip salamku pada Temari-nee dan Shika-nii. Ah ya bilang pada Yuuki untuk tidak nakal dan merepotkan. . . hai, Arigatou." Naruto pun menutup telponnya. Ia kemudian menyadari tatapan Sasuke yang intens terhadapnya." Ada apa? Jangan memandangku seperti itu". Katanya kesal.

"Yuuki. Siapa Yuuki?." Tanyanya ingin tau. Wajah Naruto langsung pucat. Ia langsung membuang mukanya.

"Anakku." Jawabnya singkat. Sasuke membulatkan matanya, ternyata Narutonya, dobenya sudah bahagia dengan orang lain. Sial perempuan mana yang berhasil mengambil hati dobenya dan melahirkan anak untuknya. Ia tidak akan memaafkan wanita itu karena telah merebut miliknya. Loh Sasuke bukannya kamu udah nikah juga ya? Dah punya anak lagi.
.
-Sasuke POV-

"Yuuki, siapa Yuuki?." Tanyaku. Naruto tampak tidak senang dengan pertanyaanku. Dengan enggan dia menjawab,

"Anakku."

Jawabannya membuatku terkejut. Anak? Sejak kapan Naruto suka wanita? (perlu Author jelaskan, sebelum saling bertemu and jatuh cinta mereka sama-sama Straight. Tapi si Sasu teme ngira Naruto asli gay. Apa boleh buat soalnya diakan Uke, wkwkwkwk). Ah tidak maksudku sejak kapan ia menikah? Dadaku merasa sesak memikirkan bahwa Naruto bukan milikku lagi. Tidak! Apapun yang terjadi Dobe adalah milikku. Kalaupun sekarang ia sudah menikah, aku akan memutuskan ikatan itu. (egois banget sasuke).

"Yuuki itu . . . laki-laki atau perempuan? Berapa umurnya?." Tanyaku dengan gugup. Naruto meneguk jus jeruknya. Setelah habis ia meletakkan gelas itu ke meja dengan keras. Wajahnya tampak tidak senang dengan pertanyaanku. Ia lalu berdiri dari kursinya.

"Itu bukan urusanmu Uchiha!." Naruto beranjak dari tempat duduknya setelah sebelumnya meletakkan beberapa lembar uang untuk membayar makanannya. Ia berjalan menjauhiku. Aku tertunduk sedih, kuremas kain celanaku dengan kuat.

Apakah ini sudah terlambat memulai dari awal?

Apakah aku sudah tidak ada kesempatan lagi?.

Aku tak berniat mengejarnya. Kubiarkan dia berlalu dan menghilang dari pandanganku. Hatiku benar-benar hancur saat ini. Narutoku, dobeku, satu-satunya orang yang kucintai mungkin kini sudah membenciku. Tapi tidak, aku tidak akan menyerah. Seorang Uchiha tidak akan menyerah untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Kali ini ia tidak akan membiarkan Dobenya menghilang lagi.

"Aku akan merebutmu kembali Dobe."

-End POV-
.
.
.
Naruto melangkahkan kakinya dengan cepat. Meninggalkan Sasuke yang masih duduk. Pikirannya kini benar-benar kacau. Ia merasa hari ini adalaha hari tersial dalam hidupnya. Ia bertemu dengan orang yang paling tidak ingin ia temui lagi. Ok, dia memang sudah menduga kalau ia akan bertemu dengan orang- orang dari masa lalunya. Tapi ia tidak menduga akan secepat ini. Ia belum siap untuk hal ini. Sekarang yang ada di pikirannya adalah Yuuki. Sasuke tidak boleh tau kalau Yuuki adalah anaknya. Ya sama sekali tidak boleh tau.

Naruto kembali ke kondo milik Garaa. Ia memasuki kondo itu dengan ketakutan. Tubuhnya terasa gemetar. Ia bahkan tidak menghiraukan Gaara yang menyambutnya pulang. Ia langsung masuk ke kamarnya.
.
-Gaara POV-

"Okaeri." Kataku saat melihat Naruto masuk ke dalam rumah. Entah ia mendengarkan atau tidak. Dia mengacuhkanku dan langsung naik kekamarnya di lantai 2. 'Aneh' kataku dalam hati. Tidak biasanya ia seperti itu. Aku pun memutuskan untuk ke kamarnya dengan membawa 2 cangkir teh hangat yang telah ku tuang ke cangkir.

"Naruto, boleh masuk?." Tanyaku sambil mengetuk pintu kamarnya. Karena tidak ada jawaban, aku langsung masung ke kamarnya. Disana Naruto sedang duduk di tepi tempat tidurnya. Ia tampak menunduk dan memandang lantai. Aku dapat melihat tangannya gemetaran.

'Ada apa? Apa yang terjadi?.' Tanyaku dalam hati.
Akupun mendekatinya dan duduk di sampingnya." Naruto." Panggilku. Ia menoleh ke arahku. Aku dapat melihat semacam ketakutan di wajahnya. Aku memberikan salah satu cangkir yang ku bawa di tangannya.

"Thanks." Ucapnya pelan.

"Ada apa?." Tanyaku. Ia menyesap teh yang ada di tangannya seolah berusaha menenangkan pikirannya. Ia menyandarkan kepalanya di bahuku. Melihat ini aku yakin telah terjadi sesuatu. "Ada apa?." Tanyaku khawatir.

"Gaara. . . " Ucapnya pelan. "Peluk aku." Aku membulatkan mataku.

" Kau yakin?." Tanyaku sekali lagi. Aku dapat merasakan ia mengangguk di bahuku.

-End POV-
.
-Naruto POV-

Aku mendudukkan tubuhku di tepi kasurku, mencoba menenangkan pikiranku yang saat ini sedang kacau. Aku takut. Tanganku gemetar karena rasa takutku yang besar. Aku bertemu dengannya. Ya, hari ini aku bertemu dengannya. Bertemu dengan orang yang sangat ingin aku hindari.

Bagaimana jika dia bertemu Yuuki?

Bagaimana jika dia menyadari Yuuki anaknya?

Bagaimana jika dia mengambil Yuuki dariku?

Tidak tidak tidak. Itu tidak akan terjadi.

Kau bodoh Naruto! Seharusnya kau mengikuti ucapan Gaara dan kembali tinggal di Inggris. Kalau begini, siapa yang akan kau salahkan?!

Tok tok tok

"Naruto, kau didalam? Boleh aku masuk?." Kudengar suara Gaara dari luar. Ia masuk dengan membawa 2 cangkir dengan uap air yang masih dapat terlihat di tangannya. Memang ini kebiasaan Gaara, kalau aku tidak menjawab panggilannya, ia akan segera masuk ke kamarku. Ia meletakkan salah satu cangkir itu di tanganku kemudian duduk di sampingku. Ternyata isinya teh hangat. Aku tersenyum tipis. Gaara memang selalu tau apa yang kubutuhkan. Ia selalu ada di saat yang tepat.

"Ada apa?." Tanyanya khawatir. Aku hanya tersenyum sedih tidak menjawab. Lebih tepatnya tidak tau harus menjawab apa. Akulah yang bersikeras kembali kesini. Tidak peduli dengan nasehat Gaara. Akulah yang mengatakan aku kuat. Tidak ada lagi cinta untuk seorang Uchiha Sasuke. Tapi pada kenyataannya. Hatiku goyah saat bertemu dengannya. Aku takut. Aku takut jika dia mengetahui keberadaan Yuuki, dia akan merampasnya dariku. Aku menyandarkan kepalaku ke bahu Gaara. Sekedar untuk mencari rasa aman yang saat ini tidak kumiliki.

"Ada apa?." Tanyanya lagi. Aku hanya terdiam. Entah apa yang kupikirkan hingga kata-kata itu keluar dari bibirku.

"Gaara . . . peluk aku."

-End POV-
.
.
.
Pria merah itu mencium bibir pria kuning itu dengan penuh nafsu. Memangutnya dan menikmati ciumannya. Tidak ada perlawanan. Justru Naruto membalas ciuman itu. Memperdalam ciuman mereka sedalam yang ia mampu. Lidahnya mulai masuk kedalam rongga mulut Gaara dan menari didalamnya dengan liar. Gaara membalas aksi lidah Naruto. Menggigitnya pelan saat Naruto hendak mengeluarkannya dari mulutnya.

Gaara menarik tubuh Naruto ke atas pangkuaannya. Ia mulai menurunkan ciumannya dan bergerak menuruni lehernya. Dihisapnya kuat-kuat leher putih itu. Naruto melenguh. Ia menghirup wangi citrus tubuh kecil itu. Wangi tubuh itu benar-benar membuat gairahnya naik. Gaara mengangkat tubuhnya untuk melihat Naruto. Wajah Naruto kini memerah dengan ekspresi yang sangat menggoda.

" Nggh . . . Ah." Desah rubah pirang itu.
Desahan erotis itu membuat adik kecilnya mengeras. Dengan lembut Gaara membaringkan tubuh Naruto yang masih ada dipangkuannya di atas ranjang king size yang biasa ditempati pria itu dengan anaknya Yuuki. Dengan gesit tangannya mulai melepas satu per satu kancing kemeja yang dipakai oleh Naruto hingga dada putih itu terekspos dengan jelas. Tangan Narutopun tidak tinggal diam. Ia mulai menggoda Gaara dengan menelusupkan tangannya kedalam kaos ketat yang dipakai pris merah itu. Ia membelai dada bidang berotot Gaara dan mulai memainkan dua tonjolan didadanya.

"Ah!." Desah Gaara saat Naruto dengan kejam memelintir dua tonjolan dadanya. Terasa sakit juga nikmat. Naruto hanya terkikik melihat ekspresi Gaara yang sangat erotis. Naruto kemudian mengalihkan pandangannya kea rah selangkangan Gaara yang menggembung. Iapun menyeringai. Dengan nakal ia menelusupkan tangan kanannya kedalam celana Gaara. Ia mencari-cari milik Gaara yang besar itu. Setelah dapat, ia langsung memainkannya dengan tangan.

Kalian tau? Ini bukan pertama kalinya mereka melakukan ini. Tapi ini kali kali pertama mereka melakukannya dengan kesadaran penuh. Pertama kali mereka saling bertukar kehangatan adalah sekitar satu setengah tahun lalu. Saat itu mereka menghadiri sebuah pesta yang diadakan di sebuah aula hotel bintang lima di jantung kota London. Pesta itu di adakan oleh salah satu bangsawan untuk menghormati karya-karya masterpiece sang pelukis, Mr. Goodham. Karena tidak kuat dengan alkohol, mereka pun mabuk. Lebih tepatnya karena kebodohan dari seorang Namikaze Naruto yang salah meminum campuran martini beralkohol tinggi yang dikiranya hanya cocktail buah, pemuda itupun mabuk berat. Gaara? Dia sih memang biasa minum wine dan kawan-kawannya. Namun entah kenapa dia juga bisa mabuk saat itu hingga akhirnya mereka melakukan hal itu. Pagi harinya Gaara terbangun dan menemukan dirinya dan Naruto tidur dengan tubuh telanjang di tempat tidur yang sama. Ia lebih terkejut saat menemukan tanda-tanda sisa percintaan di tubuhnya juga di tubuh sang sahabat. Gaara merasa sangat bersalah saat itu dan berjanji tidak akan menyentuh Naruto lagi. Naruto hanya tersenyum dan mengatakan bahwa Gaara sama sekali tidak bersalah karena mererka sama-sama mabuk berat saat itu.

"Nghh . . . kau tau jika kau melakan ini. . . . There is no way to turning back." Ucap Gaara di telinga Naruto.

"I know . . ." Jawab Naruto. Ia menangkup wajah Gaara. Kini mata biru jernih itu menatap mata rubi Gaara.
 "Just make me don't have way to turning back. Will you?."

Gaara kembali melumat bibir merah itu. Ia tau bahwa Naruto tidak mencintainya lebih dari sahabat. Tapi bolehkan saat ini ia jadi sedikit egois? Berpura-pura bahwa pemuda pirang ini adalah miliknya? Bolehkan ia berharap bahwa pemuda ini membuka sedikit pintu hatinya yang telah terkoyak?.

Naruto sudah tidak peduli lagi. Ia jahat. Ia memang sangat jahat karena memanfaatkan sahabatnya sendiri. Tapi ia tidak punya pilihan lain. Hanya Gaaralah yang bisa diandalkannya saat ini. Sudah sangat lama ia berpikir. Seandainya saja Gaaralah yang ia cintai, ia tidak akan sesakit ini. Gaara sudah banyak berkorban untuknya. Menjaganya dari semua kebusukan dan derita dunia. Bolehkah jika kali ini jika ia mencoba untuk membuka hatinya sekali lagi?. Melupakan semua masa lalunya dan memulai lembaran hidupnya yang baru?
.
.
.
Sasuke yang mendapat telpon dari Sakura yang mengabarkan bahwa Kazuki sedang sakit langsung melajukan kendaraanya menuju apartemennya.

"Dimana Kazuki?." Tanyanya cemas. Sasuke sangat menyayangi Kazuki dan anak itulah yang membuatnya bertahan dengan Sakura.

"Kazuki sudah tidur." Jawab Sakura." Tadi dokter sudah memberinya obat penurun panas."

Rasa cemas Sasuke pun langsung hilang. Ia menghempaskan tubuhnya di sofa empuk berwarna merah marun yang ada di ruang tamu. Ia menggosok wajahnya dengan kedua tangannya dengan kasar. Sakura dengan setia berdiri di samping sofa itu.

"Mau apa lagi kau?." Tanya Sasuke dengan sinis saat menyadari wanita itu masih ada di sampingnya.

"Kau mau kusiapkan air panas?." Tanyanya pelan. Tidak ingin membuat pria yang berstatus suaminya itu marah.

"Tidak! Pergilah." Katanya kasar. Sasuke beranjak dari sofa tempatnya duduk menuju kamarnya. Dengan keras dibantingnya pintu kamar pribadinya. Mereka pindah ke apartemen ini setelah Kazuki lahir. Sejak itu pula Sasuke memutuskan untuk pisah kamar dari Sakura. Tidak mau kesalahannya dulu terulang lagi. Yah kesalahannya dulu saat ia mabuk.

Sakura masih berdiri membatu. Hatinya terasa sakit terhadap perlakuan Sasuke padanya. Sasuke memang tidak pernah memukulnya, tapi sikap dingin dan kata-kata kasarnya membuat hati wanita itu luka parah.

'Berapa lama lagi aku harus bersabar Sasuke? Berapa lama lagi aku harus menunggu agar kau bisa mencintaiku?' Tanya Sakura dalam hati. Air matanya mengalir deras dari kedua mata emeraldnya yang indah. Kau tau Sakura? Jawabannya tidak akan pernah. Sasuke tidak akan pernah mencintaimu. Karena di dalam hatinya cintanya hanya untuk satu orang.
Sasuke melemparkan mantelnya ke kursi kecil di sebelah pintu. Ia membaringkan tubuhnya ke ranjang king sizenya. Matanya menatap kosong langit-langit kamarnya. Ia membayangkan wajah Naruto disana.
Apapun yang terjadi. Aku akan mendapatkanmu kembali Naruto.
Kali ini aku tidak akan melepaskanmu lagi.
.
.
.
.
.
-TBC (Lanjut boleh?)-




Tidak ada komentar:

Posting Komentar