.
.
.
.
.
Title : Memories
Disclaimer :
Naruto isn’t mine. The original chara is own by Masashi Kishimoto but this
story is purely mine.
Genre :
Terserahlah.
Rate :
T
Warning :
Don’t like don’t read
Pair :
Sasufemnaru, slight Shikafemnaru (ditulis biar kaga ada yang komplen :P).
.
.
.
By : Gothiclolita89
.
.
.
Tidak menerima flame, sumbangan dalam bentuk apapun.
Boleh komplen tentang EYD.
.
.
.
Cast
Uchiha Sasuke
Uzumaki Naruto (fem)
Nara Shikamaru.
Uzumaki Karin.
Nara Shikaku.
Cast lain menyesuaikan.
.
.
.
Summary:
Saat masa lalu datang kembali membawa sejuta kenangan indah dan juga kenangan
buruk. Apakah kamu akan berbalik ataukah lari?
.
.
.
Saat
masa lalu datang menarikku kembali.
Aku tidak tau.
Haruskah aku berbalik?
Haruskah aku berlari?.
Atau . . .
.
.
.
Diam di tempat.
.
.
.
Chapter 6. Final Destination
.
.
.
Sepasang suami istri itu sedang duduk di bangku taman
rumah sakit. Mereka menikmati pemandangan sore hari di musim gugur. Wanita itu
menyandarkan kepalanya di bahu pria berkepala nanas yang berstatus suaminya
sambil terus mengusap perutnya. Sedari tadi bayinya bergerak aktif, membuatnya
sedikit tidak nyaman.
“Kau tahu, aku tidak pernah membayangkan akan memiliki
keluarga. Kupikir aku akan selalu sendirian sampai mati. Terima kasih.”
Wanita itu tersenyum. Tangan kurus itu mengelus perutnya
yang kini membuncit.
“Dan perlu kau tau, aku ingin kau bahagia apapun yang
terjadi karena kau wanita yang baik dan kau adalah . . .”
.
.
.
. . . wanita yang
kucintai. Terima kasih, Naruto. Terima kasih karena telah hadir di dalam
hidupku.”
.
.
.
-5 tahun kemudian-
“Papa!.” Gadis kecil berambut
pirang itu berlari memeluk kaki pria yang di sebutnya papa itu. Pria berambut
merah itu tersenyum dan mengangkat tubuh anak perempuan itu. Memutar-mutarnya
kemudian menggendongnya dengan sayang.
“Hmm, anak papa cantik sekali
hmm. Kenapa lari-lari sayang? Bagaimana kalau jatuh hmm?.” Katanya sambil menciumi
pipi chubby itu dengan sayang.
“ Hihihi papa geyi.” Anak itu
tertawa.
“Selamat datang, Sasori.”
Seorang wanita berambut pirang keluar menyambutnya. Ia sedikit kesusahan
berjalan karena perutnya membuncit. Tampak jelas ia tengah hamil. Wanita itu
memakai terusan biru muda selutut.
“Naruto, hati-hati.” Ucap Sasori.
Naruto tersenyum.
“Kaa-chan.” Anak perempuan itu
memekik kegirangan ketika melihat ibunya.
“Kupikir kau tidak akan pulang
cepat.”
“Bagaimana bisa aku tidak
pulang jika kalian semua mengancamku akan mogok bicara padaku selama sebulan.” Dengus
Sasori.
Naruto tersenyum dan
menghampiri pria itu dan putrinya kemudian menggandeng lengan Sasori. “Ayo,
semua sudah menunggumu, Sasori.”
Pria itu balas tersenyum dan
berjalan berdampingan dengan Naruto menuju kedalam rumah mungil itu sambil
menggendong Yuki.
‘Terima kasih telah hadir di
kehidupanku Naruto.’ Katanya dalam hati.
.
.
.
-Flashback-
Pesawat yang mereka tumpangi
baru saja mendarat dengan selamat. Mereka sampai dengan selamat di kota New york.
“Setelah ini kau akan kemana?.”
“Aku punya apartemen di sini
kau tidak perlu khawatir.” Kata Naruto yang sedang menggendong Shikaku yang
tengah tertidur pulas.
“Malam ini bermalamlah di
rumahku. Sudah malam. Aku takut terjadi sesuatu denganmu dan Shikaku. Aku juga
yakin, apartemenmu belum di bersihkan bukan?.”
“Apa tidak merepotkan?.”
“Tidak, ini adalah tanggung
jawabku karena mengajakmu ke New york bukan?.”
“Baiklah.”
.
.
.
Sasuke putus asa.
Ia gagal.
Ia gagal mendapatkan cintanya
kembali.
Haruskah ia menyerah?.
Sasuke masih duduk termenung dikursi
bandara itu. Ia tampak kacau.
“Loh, bukankah kau Uchiha
Sasuke?.”
Suara itu membuyarkan
lamunannya. Ia mengangkat kepalanya untuk melihat siapa orang yang telah berani
mengganggunya. Seorang pria berambut merah berdiri angkuh di sisi kirinya.
Memandangnya dengan tatapan heran.
“Kau . . . siapa?.” Tanyanya
karena tidak mengenali siapa yang ada di depannya.
“Eh? Kau tidak mengenaliku? Aku
teman sekelasmu waktu kuliah dulu. Gaara. Sabaku Gaara. Kau ingat?.”
“Ah, ya.” Sasuke teringat pada
pemuda berambut mencolok itu.
“Sedang apa kau di sini?.”
“Kau sendiri? Akan berpergian?.”
“Ah, aku baru saja mengantarkan
tiket kakakku dan seorang wanita bernama Naruto yang ketinggalan.”
Mata Sasuke membulat
Naruto? Naruto katanya?!
“Naruto? Namikaze Naruto?.”
“Eh? Kau kenal dengan wanita
itu?.”
.
.
.
Sasuke memaju mobilnya dengan
kecepatan tinggi. Ia ingin segera sampai ke apartemennya. Ia segera menuju ke
kamar dan mengepak pakaiannya.
“Suke? Kau mau kemana? Apa yang
terjadi?.” Tanya Mikoto cemas saat melihat anaknya panik. Sasuke memasukkan
pakaianya ke koper seperti terburu-buru.
“Aku ingin mengejar Naruto
Kaa-san. Aku tidak punya waktu.”
“Apa? Tunggu dulu. Apa yang
terjadi? Mengejar Naruto? Naruto kemana?.” Mikoto makin mengerutkan dahinya.
“Naruto pergi ke Amerika. Aku
harus mengejarnya. Aku tidak mau kehilangan dia lagi.” Sasuke mengangkat
kopernya. Ia berjalan keluar kamar. Di luar kamar ia berpapasan dengan ayah dan
orang tua Naruto. Minato dan Kushina menatap heran pada Sasuke.
“Sasuke, kau mau kemana?.”
Tanya Fugaku.
“Aku mau mengejar Naruto
Tou-san.”
“Tunggu dulu. Apa maksudnya?.”
“Naruto pergi, dia pergi untuk
menghidari kita Tou-san. Aku harus mengejarnya.”
“Tenang dulu suke. Jangan
terburu-buru.” Kata ayahnya menenangkan. Ia menahan Sasuke. Melihat kondisi
anaknya saat ini, Fugaku yakin Sasuke tidak bisa berpikir jernih.
“Tapi dia pergi Tou-san. Dia
pergi. Naruto pergi dengan seorang Sabaku. Sabaku, iya Sabaku.” Kata Sasuke
dengan panik. Wajah coolnya sudah hilang digantikan wajah putus asa dan kacau.
“Biar Tou-san yang mengurus
semuanya.”
“Tapi . . .”
“Kau tidak akan mampu berbuat
apa-apa sekarang. Dinginkan kepalamu dan temui Tou-san nanti.” Kata Fugaku
dengan penuh ketegasan. Sasuke hanya menunduk. Ia tidak bisa menolak jika
ayahnya sudah bersikap tegas.
.
.
.
Pagi harinya Sasori
mengantarkan Naruto ke apartemen lamanya. Pria itu juga membantu Naruto
membersihkan apartemen yang sudah lama tidak di huni itu. Si kecil Shika juga
membantu ibunya membersihkan kamarnya, merecoki lebih tepatnya. Hari itu
aparetemen yang biasanya sepi kini dihiasi riuh tawa dari Naruto dan Sasori
yang melihat tingkah lucu bocah Nara itu.
“Sudah sore, aku harus pulang.”
Kata Sasori.
“Terima kasih atas bantuanmu
hari ini.” Kata Naruto tersenyum tulus.
“Ini sudah kewajibanku,
Naruto.” Kata Sasori sambil tersenyum. “Besok aku akan datang lagi.”
Sasori berjalan meninggalkan
apartemen Naruto. Sejenak ia berbalik dan memandang apartemen Naruto.
‘Jika memang aku orang yang
bisa membahagiakannya maka ijinkanlah aku bersamanya. Aku berjanji padamu akan
menjaga dan membahagiakan istri dan anakmu, Shikamaru.”
Beberapa waktu kemudian Naruto
disibukkan untuk mengurus restoran makanan jepang miliknya di New york.
Sekarang ia bersyukur karena saat meninggalkan New york ia tidak menjual
restorannya. Restoran makanan jepang milik Naruto cukup terkenal dan selalu
ramai. Saking ramainya, Naruto sama sekali tidak sempat memikirkan masalah yang
di tinggalkannya di Konoha. Entah ini suatu keberuntungan atau tidak.
.
.
.
Sasuke melangkahkan kakinya
keluar dari airport. Seorang pria membungkuk padanya dan membukakan pintu mobil
yang telah terpakir di depan bandara itu sejak 15 menit yang lalu. Fugaku
benar-benar sudah mempersiapkan semuanya termasuk akomodasi dan tempat
tinggalnya sementara di New york.
“Kau harus berhasil membawa
Naruto dan Shikaku. Jika tidak, aku tidak akan mengakuimu sebagai anak.” Ancam
Fugaku.
Kata-kata ayahnya kemarin masih
di ingat dengan jelas oleh Sasuke. Ia menatap sebuah amplop coklat tebal yang
ada di tangannya lalu mengalihkan pandangannya kembali ke luar mobil.
‘Aku pasti akan mendapatkanmu
kembali.’
Sasuke beristirahat di sebuah
kondo yang sudah di persiapkan oleh Fugaku. Benar kata ayahnya, dia memang
seharusnya mempersiapkan kepergiannya dengan matang. Dia akan melihat Naruto
besok. Sasuke sudah tau keberadaan wanita pirang itu di New york dari hasil
penyelidikan anak buah Fugaku. Sejak hari itu, Sasuke terus melihat Naruto dari
kejauhan sampai suatu ketika emosinya meledak.
.
.
.
Naruto tidak tahu kenapa
restorannya begitu ramai hari ini. Ia bahkan sampai harus turun tangan melayani
pengunjung. Ia mendesah kelehan. Jam makan siang telah usai dan para
karyawannya mulai membersihkan restoran itu. Sasori datang menghampirinya.
“Naruto,”
“Kau datang.”
“Lelah?.” Tanya Sasori dengan
penuh perhatian. Naruto tersenyum kemudian mengangguk.
“Ada apa kau kemari?.”
“Ah, aku ingin makan siang.” Ucap
Sasori mencari alasan. Naruto kembali tersenyum.
“Baiklah, aku akan membuatkan sesuatu
untukmu.”
Naruto berlari ke dapur
restorannya. 15 menit kemudian ia datang membawa sepiring sandwich yang
terlihat menggiurkan. Saat ia hendak meletakkan piring itu ke meja. Piring di
tangan Naruto terjatuh ke lantai.
“Naruto . . .”
Mata wanita itu membulat. Sasori
yang melihatnya pun mengalihkan pandangannya ke arah pandangan Naruto. Seorang pria
berambut raven tengah berdiri dengan gagahnya di sana. Memandang Naruto dengan
pandangan haru. Naruto sendiri terlihat shock.
.
.
.
“Kau adalah . . .” Sasori tau siapa pria itu, Ia
tau siapa dan apa hubungan pria itu dengan Naruto hanya saja ia ingin
memastikannya sendiri. Memastikan sendiri kebenaran itu muncul dari mulut sang
pria.
“Sasuke, Sasuke Uchiha.”
“Aku tau. Bukan itu yang
kutanyakan.” Ucap Sasori.
“. . .”
Sasori menghela nafas. Ia
menghampiri Sasuke yang menunduk. Ia menepuk bahu pria itu. “Aku tidak tau apa masalahmu
dengan Naruto tapi aku mencoba bicara padanya.” Ucap Sasori.
“Kenapa?.”
“Eh?.”
“Kenapa kau mau membantuku?.
Bukankah kau menyukai Naruto?. Kau mencintainya kan? Jadi kenapa?.”
Sasori tersenyum penuh arti.
“Ya, aku menyukainya. Dia wanita baik dan kuat. Tapi kurasa rasa sukaku masih
jauh dari kata cinta. Aku sudah berjanji pada mendiang Shikamaru untuk menjaga
anak istrinya dan membuat mereka bahagia.”
“. . .”
“Dan jika memang Naruto memilihmu
kuharap kau bisa membahagiakan mereka lebih dari yang bisa kulakukan.”
“Terima kasih.” Katanya tulus.
Sasori hanya tersenyum dan
kembali menepuk bahu Sasuke. Ia lalu berjalan meninggalkan keturunan Uchiha itu
untuk menemui Naruto.
‘Semoga ini keputusan yang
benar.’
.
.
.
Sasori dan Naruto tengah duduk
di ruang tamu apartemen milik Naruto. Suasana
sunyi diantara kedua orang itu. Keduanya sama-sama membisu. Tak ada yang
mau membuka suara. Sasori menghela nafas.
“Laki-laki tadi mantan
kekasihmu?.” Tanya Sasori membuka suara. Naruto hanya mengangguk pelan. Matanya
masih memandang ke depan tanpa mau melirik Sasori.
“Katakanlah apa yang kau
rasakan Naruto. Aku akan mendengarkanmu.”
“ . . . .”
“ Na . . .”
“Aku takut Sas, aku takut dia berbohong dan melukai diriku lagi. Aku
tidak bisa mempercayainya. Setiap aku melihatnya, amarahku naik. Aku- aku tidak
tau apa yang harus kulakukan.” Katanya putus asa.
“Maafkanlah dia.”
Naruto kini menatap Sasori.
“Sebesar apapun kesalahannya,
semua orang berhak mendapat kesempatan kedua.”
Sasori beranjak dari duduknya
dan meninggalkan Naruto sendiri. Naruto kembali memikirkan kata-kata Sasori. Apakah
ia harus memaafkan Sasuke? Apakah ia harus memberikan pria itu kesempatan
kedua? Apakah . . .
Tidak.
Haruskah? Haruskah ia . . .
.
.
.
Ia tidak tahu
.
.
.
-Flashback End-
.
.
.
Sasori dan Naruto sampai di
halaman belakang rumah sederhana itu. Disana sedang diadakan pesta barberque. Keluarga
mereka berkumpul semua dan berangkat jauh-jauh dari Konoha menuju ke Los
Angeles. Para orang tua sedang sibuk memanggang daging. Ada juga yang sedang
ngobrol dan bercengkrama dengan kerabat. Anak-anak bermain dengan riangnya.
“Anata, kau terlambat.” Seorang
wanita berambut biru cerah datang menghampiri Sasori dan Naruto yang baru tiba.
“Yuki, ayo turun sayang.
Biarkan papa Sasori dan mama Konan bersama.”
“Hai’ Kaa-chan.” Gadis kecil
berumur 3 tahun itupun turun dari gendongan Sasori dan berteriak menghampiri
ayahnya. “Tou-chan!!!.”
Pria berambut raven itu
tersentak kaget saat merasa ada yang menubruk kakinya.
“Tou-channnnn tou-chaaannn.”
“Ada apa princess? Hmm? Mana
Kaa-chan?.”
“Itu.” Tunjuk gadis kecil itu
pada Naruto yang tengah berjalan ke arahnya. Sasuke tersenyum bahagia.
Perjuangannya selama setahun lebih akhirnya membuahkan hasil. Gadis yang di
cintainya itu akhirnya kembali ke pelukannya.
Setelah mendapat informasi dari
Gaara, Sasuke dengan dukungan ayahnya menyusul Naruto ke New york. Ia tidak mau
kehilangan Naruto lagi. Tidak mudah memang, selama setahun ia terus berusaha
mendekati Naruto hingga akhirnya wanita itu luluh juga dan menerima lamarannya.
Menjalankan pernikahan mereka yang dulu tertunda.
Naruto, walau awalnya sedikit
ragu tapi akhirnya ia menetapkan diri untuk memaafkan semua yang telah terjadi
dan menerima lamaran Sasuke sekali lagi. Ia dapat melihat betapa seriusnya pria
itu. Sebulan setelah menikah, Naruto dinyatakan hamil. Hubungannya dengan
Minato dan Kushina pun makin membaik seiring dengan usia kandungan Naruto.
Sembilan bulan kemudian lahirlah Uchiha Yuki. Seorang putri yang mewarisi
kecantikan mata shapire ibunya serta kulit porselein sang ayah. Kelahiran Yuki
juga mempertemukan Sasori dengan wanita yang di takdirkan untuknya. Konan,
dokter wanita yang menangani kelahiran Yuki telah mencuri hati seorang Sabaku
Sasori pada pandangan pertama. Begitu pula sebaliknya. Belum genap setahun
mereka berkenalan, mereka mantap menuju jenjang pernikahan. Sasori menganggap
Yuki sangat berjasa telah mempertemukannya dengan Konan karena itu ia
memutuskan untuk jadi ayah angkat gadis kecil itu apalagi ia dan Konan belum di
karuniai momongan. Pasangan suami istri Sabaku itu sudah menganggap Yuki
sebagai putrinya sendiri.
“Nii-chan, makan apa? Kenapa Yuki
tidak di kacih?.” Gadis kecil itu mengerucutkan bibirnya saat melihat dua
tusukan barberque besar di kedua tangan kakaknya. Anak lelaki itu tampak bersemangat memakan barberque yang
menggiurkan itu.
“Yuki mau?.” Tanya Shika. Yuki
mengangguk dengan antusias. “Ayo kita minta sama nenek.” Kata anak laki-laki
berumur sekitar sebelas tahun itu menggandeng sang adik ke tempat neneknya yang
terlihat sibuk menata makanan di meja. Sejak kecil Yuki memang selalu manja
pada kakaknya. Gadis kecil itu selalu mengekori sang kakak kemanapun ia pergi.
Sasuke hanya tersenyum saat melihat betapa harmonisnya keluarga mereka saat
ini.
Uchiha Shikaku.
Adalah nama anak pertama Sasuke
dan Naruto. Sasuke memenuhi janjinya untuk menganggap Shikaku sebagai anaknya
dan tidak membedakan anak itu dengan anak kandungnya bersama Naruto. Sasuke
memberikan nama keluarganya pada Shika kecil tapi ia akan membebaskan anak itu
jika ia ingin menggunakan marga ayah kandungnya jika sudah dewasa nanti. Setiap
tahun, Sasuke selalu mengajak keluarga kecilnya mengunjungi makam Shikamaru. Ia
ingin agar Shikaku tetap mengenal ayah kandungnya walau kini ialah ayah dari
bocah sebelas tahun itu.
Sasuke menggiring istrinya
untuk duduk di salah satu kursi taman. Ia tidak ingin istri cantiknya itu
kelelahan apalagi dia tengah membawa calon anak ketiganya yang di perkirakan
berjenis kelamin laki-laki. Sasuke duduk di sebelah istrinya. Naruto
menyandarkan bahu kepalanya ke bahu kokoh sang suami. Mereka tersenyum melihat
keluarga lengkap hari ini.
.
.
.
“Berjanjilah padaku kau akan hidup bahagia apapun yang
terjadi Naruto.”
.
.
.
“Terima kasih telah memberiku
kesempatan ke dua Naruto.”
.
.
.
-The End-
.
.
.
.
.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar