.
.
.
.
.
Title : Waiting
destiny
.
.
Disclaimer :
Naruto isn’t mine. The original chara is own by Masashi Kishimoto but this
story is purely mine.
Genre :
Terserah lah.
Rate :
T
Warning :
Based
on true story
.
Don’t like
don’t read
.
.
.
.
.
.
Cast
Uchiha Sasuke
Uzumaki Naruto
.
.
.
Summary: Aku hanya menunggu
seseorang yang di takdirkan untukku.
Jodohku. Kekasihku.
.
.
.
.
.
“Naruto, gomen.” Kata gadis
berambut pirang pucat yang ada di depannya sambil menangkupkan kedua tangannya.
“Sueeer, aku ga sengaja ngasih nomormu ke dia. Kemarin dia pinjam HP aku karena
punya dia low bat. Nggak taunya dia liat-liat kontak aku dan nemuin nomormu.”
Gadis bermata shappire itu
menghela nafas. Kekesalannya menghilang begitu mendengar kejadian yang
sebenarnya. “Sudahlah, sudah terjadi juga. Lupakan sajalah Ino.”
“Tapi dia orangnya baik kok.
Sopan lagi. Beneran kok. Aku kenal baik ma dia. Dia orangnya baik dan tanggung
jawab.”
“Kalo dia sebaik itu ngapain
kamu nggak jadian ma dia. Kayaknya dia cocok buat kamu.”
“Nggak ah, aku kan sudah punya
Sai. Sai juga sudah cukup buat aku. Kamu ajalah, kamu belum punya pacar kan.”
Naruto memelototi temannya yang
memasang wajah tidak bersalah kemudian menghela nafas. “Kamu tau seperti apa
aku ini kan.”
“Hmm, tapi susah loh nyari
cowok kayak gitu sekarang .Eh, Sai pengecualian sih. Aku juga mendukung kok
kalo kamu punya sikap tegas kayak gitu.”
“Thanks.” Naruto tersenyum.
Naruto dan Ino adalah rekan
kerja di sebuah perusahhaan. Sejak
pertama kali bertemu, entah kenapa mereka cocok dan sering kali mengobrol
hingga berteman dekat. Naruto sendiri sebenarnya bukan orang yang pendiam,
namun entah kenapa banyak orang yang merasa bahwa gadis itu memiliki kemampuan
otak di atas mereka hingga mereka
sedikit segan untuk berbicara panjang lebar pada gadis yang masih berumur dua
puluh tahunan itu. Dan Ino adalah satu dari sedikit manusia yang mampu
mengimbangi gadis bermarga Namikaze.
.
.
.
Drtttt Drtttt Drtttt
‘Selamat malam.’
Naruto dengan enggan membuka
Hpnya. Ia mendapati sebuah pesan singkat dari nomor yang tidak dikenalnya. Ia mengerutkan
dahinya.
‘Selamat malam juga. Ini siapa ya?.’ Ketiknya. Naruto berpikir tidak ada salahnya juga
membalas seseorang yang ternyata adalah salah satu teman sekaligus tetangga
dari teman baiknya, Ino. Toh, selama pria itu menggunakan kata-kata sopan,
Naruto tidak akan mempermasalahkannya.
‘Namaku Sasuke, Sasuke Uchiha. Boleh tahu namamu?.’
Sasuke Uchiha?.
Nama yang asing untuk Naruto.
‘Sasuke?aku tidak pernah merasa punya teman bernama
Sasuke.’
‘Ah, aku dapat nomormu dari teman.’ Terlitas di pikirannya bahwa mungkin saja pria ini adalah
teman dari Ino yang katanya sempat menyalin nomornya dari HP Ino.
‘Teman?. Siapa?.’
‘Ino, Yamanak Ino. Kau kenalkan?.’ Seperti tebakan Naruto, ternyata pria itu memang teman
Ino.
‘Ya.’
‘Sekarang boleh tahu namamu?.’
‘Bukannya kamu sudah tau namaku?.’
‘Iya, tapi bukankah akan lebih baik kalau kita berkenalan
secara langsung. Kurasa tidak ada salahnya menambah kenalan bukan?.’
Naruto berpikir sejenak.
Haruskah ia memberi tahukan namanya pad a pria ini.
‘Namaku Naruto, Namikaze Naruto.”
‘Oh, Naruto. Kudengar kamu teman kerjanya Ino.’
‘Iya.’
Begitulah, malam itu mereka saling
mengirimkan pesan singkat untuk mengenal satu sama lain. Hingga pada akhirnya
mereka bertukar nama akun media sosial dan semakin intens berhubungan.
.
.
.
“Hei, Naru-chan. Kudengar kau
sering berhubungan sama Sasuke.”
“Iya. Memang kenapa?.”
“Nggak apa-apa.” Kata Ino
sambil tersenyum jahil. “Menurutmu Sasuke gimana?.”
“Dia baik dan sopan. Sepertinya”
“Terus?.”
Naruto mengerutkan dahinya.
“Terus?.”
“Terus gimana? Si Sasuke suka
sama kamu loh. Kamu sendiri gimana?.”
“Tau dari mana kalau Sasuke
suka sama aku? Ish, ngarang deh.”
Ino memutar matanya.
“Eiiii, dibilangin nggak
percaya.”
“Terserahlah.”
.
.
.
Tidak terasa hampir 6 bulan Naruto
dan Sasuke saling berhubungan. Entah itu melalui pesan singkat ataupun media
sosial. Sampai malam itu Sasuke mengajaknya bertemu.
‘Aku ingin ketemu kamu.’
Tulisan itu terpampang di
private message akun media sosial Naruto
‘Kamu punya waktu luang nggak minggu ini?.’
Setelah berfikir akhirnya
Naruto menjawab.
‘Baiklah, kita bertemu di pertigaan Konoha. Aku akan
menunggu di depan kantor Hokage.’
‘Baiklah.’
.
.
.
Di hari perjanjian. Sesuai yang
dikatakannya di private message, Naruto menunggu di depan kantor Hokage.
Sesekali ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Mereka
berjanji akan bertemu pukul 10 pagi. Saat sedang melamun, sebuah motor besar
berhenti di depannya. Pengemudi motor tersebut membuka helm yang menutupi
sebagian besar wajahnya. Naruto sedikit terkejut ketika melihat wajah sang
pengemudi. Wajah putih tak bernoda, mata dan rambut raven yang mencuat seperti
pantat ayam menurut Naruto. Pria itu tampan, sangat tampan malah.
“Namikaze Naruto?.” Tanyanya
berdiri di depan Naruto.
“Ya.”
Pria itu tersenyum. “Kita mau
kemana?.”
“Terserah saja.”
“Aku tidak tau mau kemana. Ini pertama
kalinya aku pergi bersama seseorang.”
Naruto menimbang-nimbang
sebentar. “Pantai.”
“Pantai?.”
Naruto mengengguk. “Dulu aku
pernah kesana.”
“Baiklah.”
Sasuke menyerahkan helm
cadangan yang dibawanya kepada Naruto. Well, laki-laki itu cukup pengertian
rupanya. Mereka pun pergi ke tempat tujuan mereka. Mereka jalan-jalan bersama
dan menghabiskan waktu bersama. Hubungan Sasunaru makin dekat. Meski mereka
sama-sama sibuk, Sasuke selalu menghubunginya sekedar untuk menanyakan kabar
Naruto. Sasuke mengajak Naruto bertemu kembali saat mereka mempunyai waktu
senggang.
“Naruto.”
“Hmm?.”
“Aku menyukaimu.”
Naruto tersenyum. “Aku juga
menyukaimu. Kau pria baik dan sopan. Ditambah lagi kau teman Ino.”
“Tidak, bukan begitu. Aku menyukaimu.
Aku . . . maukah kau jadi kekasihku?.”
Naruto kembali tersenyum.
“Kau tau berapa umurku?. Kurasa
seusia kita sudah tidak cocok untuk status itu lagi. Kalau kau memang serius,
makabuatlah aku menjadi sah milikmu.”
“ . . .”
“Aku tau, kau tidak serius.”
“Tidak aku sangat serius.”
“Aku menunggu jodohku,
kekasihku. Dan jika memang kau adalah orangnya maka Yang Kuasa pasti
menyatukan kita . . . “
Mereka terdiam.
“ . . . Dalam tali pernikahan.”
.
.
.
Aku tidak ingin menjalin hubungan jika tidak ada
kepastian.
Jika memang kita berjodoh, maka yakinlah kita akan
bersatu.
Maka biarkanlah hubungan ini mengalir seperti air.
Aku yakin Tuhan punya rencana yang lebih indah untuk
kita.
.
.
.
-The End-
.
.
.
.
.