.
.
.
Tittle : I'm sorry
.
.
.
Disclamer : Naruto isn't mine, but this story does.
Genre : Hurt, angst, just whatever
Rate : T
Warning : GS. Don't like Don'read.
.
.
.
Tidak menerima flame, sumbangan dalam bentuk apapun.
Boleh komplen tentang EYD.
.
.
.
Cast
Namikaze Naruto
Uchiha Sasuke
Cast lain mendukung.
.
.
.
.
.
Summary: Hanya maaf. Maaf yang sudah sangat terlambat yang bisa kuucapkan.
.
.
.
.
Sudah lebih dari
setengah jam mereka duduk di kursi taman rumah sakit itu namun
tampaknya belum ada yang mau membuka percakapan. Sang wanita agaknya
sudah mulai bosan dan tidak sabar.
"Kalau tidak ada yang dibicarakan aku-." Wanita itu baru saja akan berdiri.
"Bagaimana kabarmu?."
Tanya sang pria saat melihat sang wanita berniat pergi. Wanita itupun
mengurungkan niatnya dan kembali duduk.
"Baik." Ucapnya singkat.
"Oh." Sang priapun mengerti. "Lalu Menma. Bagaimana keadaannya?."
"Baik, berkat dirimu. Terimakasih sudah mendonorkan darahmu untuk anakku."
Anakku?!. Sang pria
tersenyum miris. Bahkan sekarang wanita itu menyebut anak mereka
sebagai anaknya. Hanya anaknya. Sebegitu bencikah ia kepadanya. Ah,
tentu saja. Seharusnya ia sadar seberapa besar kesalahannya pada wanita
itu. Kesalahan yang sebetulnya bukan kehendaknya. Kesalahan yang
membuatnya kehilangan semua kebahagiaan dan keluarganya yang seharusnya
ia miliki.
"Tidak, bagaimanapun
Menma juga . . . " Tenggorokannya terasa kering. Beberapa kali dia
menelan ludahnya. Bolehkah ia mengatakannya?. Anak yang bahkan tidak di
ketahui keberadaannya selama ini jika saja ia tidak sengaja berpapasan
dengan Naruto yang panik. " . . . Anakku."
"Ya, dia juga anakmu." Lirihnya, seolah wanita itu enggan mengakui bahwa dia adalah ayahnya.
"Naruto, aku ingin mengatakan sesuatu." Sasuke memberanikan diri. "7 tahun lalu. Alasanku bersama dengannya."
Naruto terdiam. Ia meremas roknya dengan tangan gemetar.
"Saat itu, dia sakit. Ia sakit parah. Ia datang padaku dan memohon agar aku mengabulkan permintaannya.
"A-aku tau." Naruto menunduk. Sasuke menoleh dan memandangi wanita itu. "Aku tau dan tidak apa-apa."
"Naruto . . ."
"Semua sudah lama berlalu. Tidak perlu diingat lagi."
"Jadi . . . Apakah itu
artinya aku masih memiliki kesempatan? A-apakah kita bisa kembali
lagi?." Katakanlah Sasuke tidak tau malu, tidak tau diri karena meminta
wanita itu kembali. Tidak pernah satu haripun selama 7 tahun ini ia
melupakan wajah terluka wanita pirang itu.
Naruto menggeleng. "Maaf, tapi aku tidak bisa."
"Kenapa?."
"Aku sudah menemukannya. Kebahagiaanku yang lain dan Menma sangat menyayanginya."
Sasuke terdiam.
"Kisah kita sudah berakhir 7 tahun lalu. Kuharap kau mengerti."
"Ya, aku mengerti." Lirihnya.
"Kuharap kau dan putrimu bisa menemukan pengganti dirinya."
Sasuke tersenyum kecut.
Bagaimana mungkin dia menemukan pengganti Naruto sementara hati dan
pikirannya selalu menjeritkan nama wanita yang kini bersamanya.
"Aku harus pergi. Menma mungkin sudah bangun sekarang."
Sasuke menatap nanar
sosok Naruto yang kini beranjak meninggalkannya. Kini kisahnya
benar-benar berakhir disini. Betapa ia sangat menyesalinya. Ia tidak
bisa berbuat apapun. Ini adalah konsukuensi keputusan terburu-burunya
dimasa lalu.
Tak bolehkah ia merasa
sakit hati?. Disini dialah yang paling tersakiti. Dialah yang
terkhianati. Disini dialah yang paling terluka saat suaminya lebih
memilih wanita lain. Dia sadar, Sakura membutuhkan perhatian lebih
karena karena wanita itu sakit keras. Tapi kenapa harus Sasuke?. Kenapa
harus seorang pria yang telah memiliki seorang istri?. Masih banyak
pria lain diluar sana yang masih sendiri. Lalu kenapa harus Sasuke?.
Dia tidak bisa. Dia
tidak bisa membagi suaminya. Dia hanya wanita biasa. Wanita biasa yang
bisa merasa sakit hati dan terluka. Karena itu dia memilih mundur.
Memilih melepaskan semua masa lalu yang dirasakannya menyakitkan.
Menyongsong hari esok yang diharapkan membahagiakan bersama buah hati
yang kala itu tumbuh dirahimnya.
.
.
.
.
.
.
-The End-
.
.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar