.
.
.
Disclaimer : Masih perlukah? Ok Naruto Isn’t mine. I just own
the story not the character.
Rate : M becoz rape scenes, veil language, bad
manner, etc.
Genre :Romance, Hurt, Family, Angst (maybe), Etc.
.
.
Purely made By Gothiclolita89
.
.
.
Cast
Namikaze Naruto (17 th, usia dimana
saya lulus SMA -_-)
Uchiha Sasuke (21 th, mahasiswa)
Namikaze Kyubi (24 th, mahasiswa
prasarjana)
Sabaku Temari (24, mahasiswa PKL)
& cast lain mengikuti.
.
.
.
Gomen
udah lama nggak updet yang ini. Masih adakah yang menunggu? Nggak? Ya udah. :-P
.
.
.
.
.
.
“Hyuga!.”
Gadis
bermata lavender itupun menoleh ketika mendengar namanya di panggil. Seorang
laki-laki tampan berdiri tegak dibelakangnya. Ia tau siapa laki-laki muda itu.
Dia adalah kekasih sahabatnya, Naruto. Ia juga pernah beberapa kali bertemu
dengan laki-laki itu.
“Bisa
bicara sebentar?.” Tanyanya.
.
.
.
Chapter 3. Sonata
.
.
.
“Bisa
bicara Sebentar?.” Tanya Sasuke pada gadis yang ia ketahui adalah sahabat
kekasihnya, Naruto.
Hinata
terdiam sebentar, mencoba mengingat siapa lelaki tampan yang ada di depannya
itu. Beberapa saat kemudian ia menggangguk setelah mengingat siapa lelaki
tampan itu. Pria yang pernah diperkenalkan Naruto, sahabatnya sebagai kekasih.
Pria
dari klan Uchiha.
“Ah
tidak enak bicara disini. Bagaimana kalau kita bicara di tempat lain dekat
sini?.”
Hinata
kembali mengangguk. Sasuke membawa gadis itu ke sebuah restoran keluarga dekat
sekolah. Mereka memilih tempat tersepi dan duduk di kursi pojok restoran itu.
Mereka
hanya duduk.
Hinata
terdiam, menunduk dan tidak berani memandang wajah pria didepannya. Sasuke pun
sama. Ia memandangi meja kayu itu dengan pandangan kosong. Tidak satupun
diantara mereka yang membuka suara untuk
memulai pembicaraan
Hening
Hening
Hening
“Kau
tahu. . . .” Sasuke mencoba membuka percakapan. Beberapa kali ia menelan
ludahnya sendiri. Betapa ia sangat gugup kali ini.
Oh
God, kenapa Uchiha yang keren ini harus gugup seperti ini?
Bisa
berkurang dong kadar kekerenan ‘n ketampanan Uchiha bungsu yang jadi idola cewek-cewek
seantero Konoha.
Glek
Terserahlah
yang penting sekarang adalah Sasuke harus bisa menemukan Naruto.
.
.
.
-Hinata POV-
Saat
aku melewati gerbang sekolah. Tiba-tiba ada seorang laki-laki tampan yang
memanggil namaku.
Siapa
dia?
Sepertinya
aku pernah melihatnya.
“Hyuga-san,
bisa bicara sebentar?.” Tanyanya.
Aku
terdiam sebentar, mengingat-ingat laki-laki yang ada didepanku ini.
‘Ah!
Aku ingat sekarang.’
Akupun
mengangguk. Dia tampak senang dengan reaksiku. Sepertinya dia sadar kalau aku
baru mengenalinya.
Dia
membawaku ke sebuah restoran keluarga didekat sekolah.
“Kau
tau. . .”.
-Hinata POV end-
.
.
.
“Kau
tahu . . .” Sasuke terdiam sebentar. “Beberapa saat lalu aku bertengkar dengan
Naruto. Aku tidak dapat menghubunginya. Aku sudah mencoba menelponnya tapi
nomornya tidak aktif.”
“Ber-bertengkar?.
Ke-kenapa?.”
“Ada
sedikit masalah. Apa kau kenal dengan yang namanya Akasuna?.”
“A-akasuna?
Ah, Sasori sempai.”
Sasuke
mengangguk. “Kami bertengkar karena orang itu. Sepertinya aku terlalu cemburu
dan . . . kami bertengkar.”
Sasuke
menunduk. Ok, baru sekali ini dalam hidupnya ia menunduk didepan orang lain.
“A-anu,
Uchiha-san.”
Sasuke
mengangkat kepalanya.
“Mu-mungkin
Sasuke-san belum tau siapa Sasori senpai.” Jelas Hinata. Sasuke menatap gadis
bermata lavender itu dengan lekat. Menunggu penjelasan yang akan didengarnya. “Sa-sasori
senpai adalah anak dari teman bibi yang pernah menolong bibi Kushina dulu.
Sa-sasori sempai pernah mengatakan dia sudah menganggap Naru adiknya karena ia
tidak punya adik perempuan. Ja-jadi tidak he-heran kalau Naruto dengannya. . .
Deg
Deg
Deg
.
. . La-lagipula Sasori senpai sudah
punya kekasih. Ja-jadi tidak mu-mungkin Naruto dan Sasori sempai memiliki
hubungan tertentu.”
“Apa
kau tahu dimana dia?.”
“.
. .”
“
Hyuga-san?.” Gadis itu tampak berpikir keras. Ia mengingat kembali sesuatu yang
mungkin jadi petunjuk keberadaan sahabatnya itu.
“.
. .”
“Hyuga
Hinata-san?.”
“A-ano.
A-aku hanya ta-tahu Naruto punya kakak di Suna.”
“Suna?.”
Hinata
mengangguk. “Di-dia punya kakak laki-laki dan ayah di Suna. Ja-jadi . . .”
Sasuke
mengerutkan kedua alisnya tanda ada yang tidak dimengertinya.
‘Kakak?
Ayah? Aku tidak pernah tau Naruto punya keluarga lain selain mendiang Ibunya.’
Pikir Sasuke.
Sasuke
mendengarkan perkataan Hinata dengan serius. Siapa tau gadis ini bisa memberi
petunjuk dimana Naruto berada. Ia cukup terkejut saat mendengar Naruto memiliki
ayah dan kakak karena setahunya Naruto hanya tinggal bersama ibunya. Gadis itu
ama sekali tidak pernah menyinggung masalah keluarganya.
Seumur
hidupnya baru kali ini ia merasa bodoh. Ia merasa bodoh karena tidak tau apapun
tentang sang kekasih. Bagaimana bisa ia mengatakan mencintai Naruto jika ia
tidak tau apapun tentang gadisnya?
“A-ano
Uchiha-san.”
“Ya?.”
“Su-sudah
sore. Saya ha-harus pulang jadi . . .”
“Ah!
Gomen. Apa perlu kuantar?.”
Hinata
menggeleng. “Ti-tidak, saya akan naik taksi.”
“Baiklah
kalau begitu.”
Setelah
Hinata pergi, Sasuke kembali kedalam mobilnya. Ia menyandarkan kepalanya di jok
mobil itu dan menengadahkan kepalanya. Ia tampak berfikir keras. Lalu dengan
tiba-tiba ia mengambil hp yang ada di kantong mantelnya. Ia mendial nomor
telfon seseorang.
“Halo,
Suigetsu. Aku ingin minta bantuanmu . . . ok. . . temui aku besok ditempat
biasa.”
.
.
.
.
.
“Tidak!!!
Hentikan!!.” Teriaknya.
Ia
menangis. Tapi pria itu tidak menghentikan perbuatannya. Ia justru menampar dan
memakinya.
“Bitch!!.”
Ia
kemudian memaksa untuk mencium gadis itu. Gadis itu tidak bisa melakukan
apapun. Tangannya terikat dasi pada jeruji ranjang itu bahkan saat pria itu
mulai melepas paksa kain yang ada di tubuhnya. Ia hanya bisa menangis. Berharap
laki-laki yang sedang kalap itu sadar.
Tapi
tidak laki-laki itu tidak akan berhenti. Dia terus menciumi tubuh terbalut
kulit putih mulus itu dengan rakus. Sesekali ia membuat tanda merah di leher
dan dadanya. Tangannya mulai berpartisipasi menelusup di balik gaun berwarna
hitam itu.
Tangan
kecilnya terus meronta. Tapi apa daya, ia hanya seorang gadis lemah. Ia tidak
bisa melawan. Pergelangan tangannya bahkan sudah memerah karna terus bergesekan
dengan kain dasi yang mengikat erat tangannya.
“Aaaaaaaaaaakh!!!!!.”
Hanya
berteriak dan mencoba melawan yang bisa ia lakukan, meski ia tau itu hanya
tindakan sia-sia.
‘Begitu
ya?’
‘Jadi
beginilah aku dimatamu?’
‘Sebegitu
rendahkah aku dimatamu?’
.
.
.
“Hujan badai tengah melanda kota
Suna. Menerut para pengamat, hujan badai ini disebabkan oleh angina El nino
yang mulai mendekati pantai selatan Jepang. Para penduduk dihimbau untuk tidak
keluar rumah selama badai belum reda. Demikian laporan cuaca hari ini. Saya
Wakabayashi Eriko melaporkan dari Chanel 9 TV JAPAN.”
.
.
JEGLERRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR (Anggap
suara petir ne)
.
.
“Aaaaaaaaaaakh!!!!!.”
Naruto
membelalakkan matanya. Ia tersentak dan bangun dari tidurnya. Nafasnya memburu.
Keringat dingin mengalir dari pelipisnya.
“Hah
. . . hah . . . hah . . .”
Ia
berusaha menenangkan nafasnya. Tangan kanannya memegang dada kirinya.
Jantungnya berdetak dengan cepat. Tangannya meremas selimut orange tebalnya.
Wajah cantik itu tampak pucat dan ketakutan. Ia tidak dapat menyembunyikan
gemetar tubuh akibat mimpinya. Mimpi buruk yang selalu menghantuinya setiap
malam. Mimpi buruk yang ingin dilupakannya.
Takut
Rasa
takut.
Ya.
Rasa itu yang kini menguasainya kini. Mimpi buruk yang selalu menghantui tiap
kali ia memejamkan matanya.
Dia
tidak bisa apa-apa.
Benar-benar
tidak bisa.
TES
TES
TES
Air
mata mulai jatuh dan membasahi punggung tangannya yang masih bergetar.
Dia
membencinya.
Dia
ingin membencinya.
Dia
membenci dirinya yang lemah.
Tapi
. . .
Dia
tidak bisa.
Bodoh!
Benar,
dia adalah wanita yang bodoh.
Semuanya
hancur karena laki-laki itu.
Tapi
tetap saja dia tidak bisa membencinya.
Dia
terlalu mencintainya.
Sangat
mencintai laki-laki itu.
.
.
.
“Aku
mencintaimu Sasuke.”
.
.
.
Kyubi
terbangun dari tidurnya. Entah mengapa malam ini terasa sangat pengap. Iapun
bangun dari tidurnya dan berencana mengambil air minum di dapur lantai satu. Ia pun melewati kamar Naruto.
“Aaaaaaaaaaakh!!!!!.”
Deg!
Kyubi
di depan kamar adiknya saat mendengar teriakan lirih Naruto. Ia melihat dari
celah pintu yang sedikit terbuka. Naruto sedang menangis. Awalnya dia ingin
masuk dan menenangkan adik kesayangannya
tapi sesuatu menghentikannya.
“Aku
mencintaimu Sasuke.” Lirihnya. Tapi meski begitu, Kyubi masih dapat
mendengarnya dengan jelas.
‘Sasuke?
Siapa Sasuke? Ada hubungan apa dia dengan Naruto? Aku harus segera
mengetahuinya.’ Katanya dalam hati.
Kyubi
melenggang pergi dari depan kamar Naruto. Ia tidak jadi mengambil air minum. Ia
berbalik menuju kamarnya dan merebahkan tubuhnya ke atas ranjang king sizenya.
Ia memandang langit-langit kamarnya.
Sasuke
Kata
itu melintas didalam kepalanya. Nama yang keluar dari mulut adiknya. Nama yang
jelas untuk seorang laki-laki. Pasti laki-laki itu tau apa yang sebenarnya
terjadi pada Naruto.
“Aku
harus tau siapa Sasuke itu. Ya! Aku harus tau.”
.
.
.
Jam
sudah menunjuk angka 12 malam tapi Minato belum juga berniat untuk
beristirahat. Ia sibuk mempelajari file-file yang akan ditandatanganinya. Di
usianya yang sudah tidak muda lagi, pekerjaannya kian terasa berat. Entah
sampai kapan ia harus bekerja seperti ini. Kyubi, putra satu-satunya, sama
sekali tidak menunjukkan ketertarikan untuk meneruskan perusahaannya. Minato
menghela nafas. Minato menyandarkan punggungnya ke kursi lalu meletakkan
kacamata bacanya diatas meja. Ia memijit-mijit pangkal hidungnya. Tampak jelas
kelelahan yang tengah melandanya.
Ia
melirik ke arah tempat tidurnya. Sara, sang istri sudah tertidur sedari tadi
karena kelelahan menemani putrinya membeli beberapa kebutuhan untuk wanita
hamil. Sara tampak senang mengurus semua kebutuhan putri bungsunya itu.
Minato
membuka laci kanan meja kerjanya. Ia mengeluarkan sebuat pigura persegi usang
berwarna emas. Ia membelai kaca pigura kecil itu dengan mata sendu. Pigura
berisi sebuah foto bergambar wanita dengan rambut merah menyala yang sedang
tersenyum bahagia dengan seorang bayi perempuan berambut pirang dipelukannya.
Sungguh hatinya sakit saat mengingat masa lalu.
“Andai
kau disini sayang. Andai aku bisa memutar waktu. Aku tidak akan pernah melepaskanmu.
Ini semua salahku.” Lirihnya. “Maafkan aku tidak bisa menjaga putri kita dengan
baik. Maafkan aku tidak bisa menemanimu di akhir hidupmu.”
Ia
tidak tahan lagi. Air matanya terus berjatuhan sekuat apapun ia menahannya.
Membasahi kaca foto berharganya itu. Minato begitu larut dengan kesedihannya
hingga tidak menyadari Sara terbangun dari tidurnya. Wanita itu memandang nanar
suaminya. Ia tersenyum miris. Bahkan setelah 15 tahun berumah tangga, suaminya
masih tetap mencintai istri pertamanya.
Ia
tau. Sejak awal ia tau, ia hanyalah duri dalam hubungan Minato dan Kushina.
Andai
saja ia dulu tidak egois, mungkin Kushina sekarang ini masih hidup dan bahagia
bersama Minato dan selama 15 tahun ini ia tidak akan selalu hidup dalam
penyesalan.
Menyesal
karena telah menjadi orang ketiga.
Menyesal
karena telah menyakiti banyak orang yang tidak bersalah.
Menyesal
karena memisahkan anak-anak dari orang tuanya.
Karena
keegoisannya, kearogansiannya memaksa Minato untuk berpisah dengan orang yang
dicintainya.
Minato
memang berlaku baik padanya. Pria itu bahkan tidak menyalahkannya atas apa yang
terjadi padanya dan Kushina meski ia tau Saralah yang membuatnya berpisah
dengan wanita yang sangat dicintainya. Minato menyalahkan dirinya yang tidak
bisa melindungi keluarganya.
Tapi
tidak. Ini semua adalah salahnya. Andai dia tidak memaksa Senju Harishima,
ayahnya, untuk menikahkannya dengan Minato walau ia tau sudah ada Kushina
disamping pria tampan itu. Ayahnya yang begitu mencintainya tentu akan
mengabulkan semua permintaannya sesulit apapun itu. Ia bahkan membuat
perusahaan Minato hampir bangkrut dan mengancam pria itu akan membunuh Kushina
dan anak-anaknya jika ia tidak memenuhi keinginan Sara. Maka dengan berat hati
Minato melepaskan Kushina hanya agar wanita yang sangat dicintainya itu tidak
terluka.
Sara
menangis dalam diam. Selama 15 tahun ini Minato sama sekali tidak pernah
menyentuhnya sedikitpun. Pria itu memang mempelakukannya dengan baik tapi bukan
sebagai istri melainkan hanya sebagai adik. Dan yah Sara memang harus puas
dengan itu semua. Ia harus bersyukur karena Minato tidak membencinya.
Tapi
seperti pepatah yang mengatakan nasi sudah menjadi bubur. Mereka tidak akan
pernah bisa kembali ke masa lalu. Sara kini bertekad, meski tidak bisa lagi
menebus kesalahannya pada Kushina tetapi paling tidak ia harus melindungi
anak-anak itu. Sara akan menyayangi dan menjaga anak-anak Kushina dengan
nyawanya.
.
.
.
Sebuah
rumah mewah berdiri kokoh di pusat kota Suna. Bangunan bergaya klasik
renaissance dengan taman luas dan indah. Di pagar rumah tersebut terpampang
sebuah nama
Namikaze.
Yah
rumah ini adalah rumah milik keluarga Namikaze. Kalian tidak menyangka kan
kalau Naruto yang selalu berpenampilan sederhana adalah seorang nona besar.
Keluarga Namikaze adalah keluarga terpandang di Suna. Bahkan banyak orang
mengatakan bahwa kekayaan mereka tidak akan habis untuk tujuh turunan. Bahkan
mungkin kalau di bandingkan mereka setara dengan keluarga Uchiha yang menguasai
Konoha. Perbedaannya keluarga Namikaze lebih senang berada di balik layar. Beda
sekali dengan keluarga Uchiha yang terang-terangan menunjukkan dirinya.
Angin
berhembus sejuk hari ini walau hari sudah beranjak siang. Naruto sedang duduk
di kursi taman sendirian. Sesekali ia mengelus perutnya yang sedikit membuncit.
Usia kandungannya sudah melewati 3 bulan.
“Naru-chan.”
Naruto
menoleh. Ia melihat Sara berjalan dari arah rumah sembari membawa sebuah nampan
yang berisi setoples kue kering dan segelas susu ditangannya. Naruto tersenyum.
Sara meletakkan nampan itu di sebelah Naruto. Ia kemudian ikut duduk disamping
putri cantiknya itu.
“Sudah
jam 10. Ayo makan kue dan minum susumu.”
“Ibu
tidak usah repot. Kenapa tidak menyuruh pelayan saja.”
“Tidak,
ibu ingin melakukannya sendiri untukmu.” Kata Sara sambil menyerahkan segelas
susu ke tangan Naruto. “Ayo minum susumu. Oh ya hari ini Naru-chan mau makan
apa biar nanti ibu minta pelayan untuk membuatkannya.”
Naruto
menggeleng. “Umm, sup.”
“Sup?.”
Naruto
mengangguk. “Uhm, sup tomat.”
“Baiklah
kalau begitu.” Sara tersenyum. Ia membelai rambut pirang Naruto. Rambut yang sama
dengan milik Minato. Sekali lagi, rasa bersalah itu menyergap hatinya. Gadis
ini adalah salah satu korban keegoisannya dimasa lalu. Ia berjanji dalam hati
untuk melindungi putrinya ini apapun yang terjadi.
Naruto
meminum susunya dan memakan beberapa biscuit kering itu. ia beruntung karena
tidak mengalami morning sickness seperti pada ibu-ibu hamil lainnya. Ia bahkan
tidak mengalami ngidam yang berlebihan dan aneh-aneh. Mungkin anak yang
dikandungnya merasakan apa yang dirasakan ibunya sehingga ia tidak mau
menyusahkan Naruto.
.
.
Sementara
itu di Konoha.
Sasuke
menyesap kopinya sesekali. Ia melihat jam tangan rolex yang melekat
dipergelangan tangan kirinya. Tampak beberapa wanita yang mencuri-curi pandang
ke arahnya. Sasuke tidak peduli. Ia sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini.
Klining!
“Yo!
Sasuke.”
Seorang
pria berambut putih datang dengan menggandeng seorang wanita berambut merah disebelahnya.
Pria berambut putih itu mendekati meja Sasuke.
“Sudah
lama?.”
“Hn.”
“Ck,
sama sekali tidak berubah. Selalu saja kata itu.”
“Sudahlah.
Aku ingin meminta bantuanmu.”
“Eits,
tumben kau meminta bantuanku. Apa anak buah keluargamu sudah tidak mampu lagi
hmmm?.”
“Ck,
sudahlah kau mau membantuku atau tidak.” Kata Sasuke kesal.
“Ok,
Ok, jangan marah dulu. Katakana apa yang bisa kubantu.”
“Aku
ingin kau mencari seseorang.”
Shuigetsu
menaikkan sebelah alisnya.
“Seorang
gadis.”
Ia
kemudian menyeringai. “Lalu apa imbalanku?.”
“Hmm,
seperti biasa.”
.
.
.
Kediaman
Namikaze.
Saat
ini Kyubi sedang serius berkutat dengan telpon genggamnya. Ibu dan adiknya
sedang pergi jalan-jalan. Jadi ia bebas melakukan apa saja tanpa ada yang akan mengganggu.
“Kalau
kau punya info segera hubungi aku. . . um . . . ya. Secepatnya aku ingin tau
siapa yang namanya Sasuke itu.”
Kyubi
menutup hpnya lalu menghela nafas. Ia mendudukkan dirinya ke sofa empuk di
dekatnya. Ia memijit-mijit pelipisnya sekarang. Terlalu banyak masalah
akhir-akhir ini. Membuatnya sedikit lelah dan pusing.
Brakkkk!!!
“Kyuuuuuuuuuuuu-chan.”
Seorang
pria berambut raven menerobos masuk ruang keluarga Namikaze dengan tidak
elitnya. Pria itu menghambur ke arah Kyubi untuk memeluknya. Sayang, Kyubi
menghadiahinya telapak tangan dipipi kanan miliknya dengan penuh perasaan dan
penghayatan.
“Cih,
apa- apaan kau keriput bagaimana bisa kau menerobos masuk rumahku hah?!.” Marahnya.
“Kyu-chan
tambah manis kalo marah.” Ucapnya tanpa peduli aura raja siluman rubah keluar dari
tubuh Kyubi.
“Uchiha
keriput jelek!.”
Kyubi
hampir saja memukul itachi jika saja tidak ada sesuatu yang menghalanginya kali
ini.
“Lho
ada tamu?.”
Kedua
pria itupun mengalihkan perhatiannya ke arah pintu. Disana berdiri Naruto dengan
wajah tersenyum.
“Nii-san?.”
“Siapa?.”
“Ah,
ini adik perempuanku Tachi. Namanya Naruto.”
Itachi
memperhatikan wajah Naruto. Senyum aneh mengembang dibibirnya.
“Hn.”
.
.
.
-TBC-
.
.
.
Saya
emang orang yang gak bisa konsisten. Whyyyyyy? --___________________--
Ya
udahlah. Hmmm tapi saya tetep merasa ada yang aneh nih dengan cerita ini.
.
.
.