Minggu, 24 Agustus 2014

FF. Waiting destiny




.

.



.

.

.

Title    : Waiting destiny

.

.

Disclaimer      : Naruto isn’t mine. The original chara is own by Masashi Kishimoto but this story is purely mine.

Genre             : Terserah lah.

Rate                : T

Warning         : Based on true story

.

 Don’t like don’t read

.

.

.

.

.

.

Cast

Uchiha Sasuke

Uzumaki Naruto

.

.

.

Summary: Aku hanya menunggu seseorang  yang di takdirkan untukku. Jodohku. Kekasihku.

.

.

.

.

.

“Naruto, gomen.” Kata gadis berambut pirang pucat yang ada di depannya sambil menangkupkan kedua tangannya. “Sueeer, aku ga sengaja ngasih nomormu ke dia. Kemarin dia pinjam HP aku karena punya dia low bat. Nggak taunya dia liat-liat kontak aku dan nemuin nomormu.”

Gadis bermata shappire itu menghela nafas. Kekesalannya menghilang begitu mendengar kejadian yang sebenarnya. “Sudahlah, sudah terjadi juga. Lupakan sajalah Ino.”

“Tapi dia orangnya baik kok. Sopan lagi. Beneran kok. Aku kenal baik ma dia. Dia orangnya baik dan tanggung jawab.”

“Kalo dia sebaik itu ngapain kamu nggak jadian ma dia. Kayaknya dia cocok buat kamu.”

“Nggak ah, aku kan sudah punya Sai. Sai juga sudah cukup buat aku. Kamu ajalah, kamu belum punya pacar kan.”

Naruto memelototi temannya yang memasang wajah tidak bersalah kemudian menghela nafas. “Kamu tau seperti apa aku ini kan.”

“Hmm, tapi susah loh nyari cowok kayak gitu sekarang .Eh, Sai pengecualian sih. Aku juga mendukung kok kalo kamu punya sikap tegas kayak gitu.”

“Thanks.” Naruto tersenyum.

Naruto dan Ino adalah rekan kerja  di sebuah perusahhaan. Sejak pertama kali bertemu, entah kenapa mereka cocok dan sering kali mengobrol hingga berteman dekat. Naruto sendiri sebenarnya bukan orang yang pendiam, namun entah kenapa banyak orang yang merasa bahwa gadis itu memiliki kemampuan otak di atas  mereka hingga mereka sedikit segan untuk berbicara panjang lebar pada gadis yang masih berumur dua puluh tahunan itu. Dan Ino adalah satu dari sedikit manusia yang mampu mengimbangi gadis bermarga Namikaze.

.

.

.

Drtttt Drtttt Drtttt

‘Selamat malam.’

Naruto dengan enggan membuka Hpnya. Ia mendapati sebuah pesan singkat dari nomor yang tidak dikenalnya. Ia mengerutkan dahinya.

‘Selamat malam juga. Ini siapa ya?.’ Ketiknya. Naruto berpikir tidak ada salahnya juga membalas seseorang yang ternyata adalah salah satu teman sekaligus tetangga dari teman baiknya, Ino. Toh, selama pria itu menggunakan kata-kata sopan, Naruto tidak akan mempermasalahkannya.

‘Namaku Sasuke, Sasuke Uchiha. Boleh tahu namamu?.’

Sasuke Uchiha?.

Nama yang asing untuk Naruto.

‘Sasuke?aku tidak pernah merasa punya teman bernama Sasuke.’

‘Ah, aku dapat nomormu dari teman.’ Terlitas di pikirannya bahwa mungkin saja pria ini adalah teman dari Ino yang katanya sempat menyalin nomornya dari HP Ino.

‘Teman?. Siapa?.’

‘Ino, Yamanak Ino. Kau kenalkan?.’ Seperti tebakan Naruto, ternyata pria itu memang teman Ino.

‘Ya.’

‘Sekarang boleh tahu namamu?.’

‘Bukannya kamu sudah tau namaku?.’

‘Iya, tapi bukankah akan lebih baik kalau kita berkenalan secara langsung. Kurasa tidak ada salahnya menambah kenalan bukan?.’

Naruto berpikir sejenak. Haruskah ia memberi tahukan namanya pad a pria ini.

‘Namaku Naruto, Namikaze Naruto.”

‘Oh, Naruto. Kudengar kamu teman kerjanya Ino.’

‘Iya.’

Begitulah, malam itu mereka saling mengirimkan pesan singkat untuk mengenal satu sama lain. Hingga pada akhirnya mereka bertukar nama akun media sosial dan semakin intens berhubungan.

.

.

.

“Hei, Naru-chan. Kudengar kau sering berhubungan sama Sasuke.”

“Iya. Memang kenapa?.”

“Nggak apa-apa.” Kata Ino sambil tersenyum jahil. “Menurutmu Sasuke gimana?.”

“Dia baik dan sopan. Sepertinya”

“Terus?.”

Naruto mengerutkan dahinya. “Terus?.”

“Terus gimana? Si Sasuke suka sama kamu loh.  Kamu sendiri gimana?.”

“Tau dari mana kalau Sasuke suka sama aku? Ish, ngarang deh.”

Ino memutar matanya.

“Eiiii, dibilangin nggak percaya.”

“Terserahlah.”

.

.

.

Tidak terasa hampir 6 bulan Naruto dan Sasuke saling berhubungan. Entah itu melalui pesan singkat ataupun media sosial. Sampai malam itu Sasuke mengajaknya bertemu.

‘Aku ingin ketemu kamu.’

Tulisan itu terpampang di private message akun media sosial Naruto

‘Kamu punya waktu luang nggak minggu ini?.’

Setelah berfikir akhirnya Naruto menjawab.

‘Baiklah, kita bertemu di pertigaan Konoha. Aku akan menunggu di depan kantor Hokage.’

‘Baiklah.’

.

.

.

Di hari perjanjian. Sesuai yang dikatakannya di private message, Naruto menunggu di depan kantor Hokage. Sesekali ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Mereka berjanji akan bertemu pukul 10 pagi. Saat sedang melamun, sebuah motor besar berhenti di depannya. Pengemudi motor tersebut membuka helm yang menutupi sebagian besar wajahnya. Naruto sedikit terkejut ketika melihat wajah sang pengemudi. Wajah putih tak bernoda, mata dan rambut raven yang mencuat seperti pantat ayam menurut Naruto. Pria itu tampan, sangat tampan malah.

“Namikaze Naruto?.” Tanyanya berdiri di depan Naruto.

“Ya.”

Pria itu tersenyum. “Kita mau kemana?.”

“Terserah saja.”

“Aku tidak tau mau kemana. Ini pertama kalinya aku pergi bersama seseorang.”

Naruto menimbang-nimbang sebentar. “Pantai.”

“Pantai?.”

Naruto mengengguk. “Dulu aku pernah kesana.”

“Baiklah.”

Sasuke menyerahkan helm cadangan yang dibawanya kepada Naruto. Well, laki-laki itu cukup pengertian rupanya. Mereka pun pergi ke tempat tujuan mereka. Mereka jalan-jalan bersama dan menghabiskan waktu bersama. Hubungan Sasunaru makin dekat. Meski mereka sama-sama sibuk, Sasuke selalu menghubunginya sekedar untuk menanyakan kabar Naruto. Sasuke mengajak Naruto bertemu kembali saat mereka mempunyai waktu senggang.

“Naruto.”

“Hmm?.”

“Aku menyukaimu.”

Naruto tersenyum. “Aku juga menyukaimu. Kau pria baik dan sopan. Ditambah lagi kau teman Ino.”

“Tidak, bukan begitu. Aku menyukaimu. Aku  . . . maukah kau jadi kekasihku?.”

Naruto kembali tersenyum.

“Kau tau berapa umurku?. Kurasa seusia kita sudah tidak cocok untuk status itu lagi. Kalau kau memang serius, makabuatlah aku menjadi sah milikmu.”

“ . . .”

“Aku tau, kau tidak serius.”

“Tidak aku sangat serius.”

“Aku menunggu jodohku, kekasihku. Dan jika memang kau adalah orangnya maka Yang Kuasa pasti menyatukan kita . . . “

Mereka terdiam.

“ . . . Dalam tali pernikahan.”

.

.

.

Aku tidak ingin menjalin hubungan jika tidak ada kepastian.

Jika memang kita berjodoh, maka yakinlah kita akan bersatu.

Maka biarkanlah hubungan ini mengalir seperti air.

Aku yakin Tuhan punya rencana yang lebih indah untuk kita.

.

.

.

-The End-

.

.

.

.

.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar