Minggu, 10 Agustus 2014

FF. Memories Chapter 6. Final Destination (End)




.

.

.

.

.

Title    : Memories

Disclaimer      : Naruto isn’t mine. The original chara is own by Masashi Kishimoto but this story is purely mine.

Genre             : Terserahlah.

Rate                : T

Warning         : Don’t like don’t read

Pair                 : Sasufemnaru, slight Shikafemnaru (ditulis biar kaga ada yang komplen :P).

.

.

.

By : Gothiclolita89

.

.

.

Tidak menerima flame, sumbangan dalam bentuk apapun.

Boleh komplen tentang EYD.

.

.

.

Cast

Uchiha Sasuke

Uzumaki Naruto (fem)

Nara Shikamaru.

Uzumaki Karin.

Nara Shikaku.

Cast lain menyesuaikan.

.

.

.

Summary: Saat masa lalu datang kembali membawa sejuta kenangan indah dan juga kenangan buruk. Apakah kamu akan berbalik ataukah lari?

.

.

.

Saat masa lalu datang menarikku kembali.

Aku tidak tau.

Haruskah aku berbalik?

Haruskah aku berlari?.

Atau . . .

.

.

.

Diam di tempat.

.

.

.

Chapter 6. Final Destination

.

.

.

Sepasang suami istri itu sedang duduk di bangku taman rumah sakit. Mereka menikmati pemandangan sore hari di musim gugur. Wanita itu menyandarkan kepalanya di bahu pria berkepala nanas yang berstatus suaminya sambil terus mengusap perutnya. Sedari tadi bayinya bergerak aktif, membuatnya sedikit tidak nyaman.

“Kau tahu, aku tidak pernah membayangkan akan memiliki keluarga. Kupikir aku akan selalu sendirian sampai mati. Terima kasih.”

Wanita itu tersenyum. Tangan kurus itu mengelus perutnya yang kini membuncit.

“Dan perlu kau tau, aku ingin kau bahagia apapun yang terjadi karena kau wanita yang baik  dan kau adalah . . .”

.

.

.

 . . . wanita yang kucintai. Terima kasih, Naruto. Terima kasih karena telah hadir di dalam hidupku.”

.

.

.



-5 tahun kemudian-

“Papa!.” Gadis kecil berambut pirang itu berlari memeluk kaki pria yang di sebutnya papa itu. Pria berambut merah itu tersenyum dan mengangkat tubuh anak perempuan itu. Memutar-mutarnya kemudian menggendongnya dengan sayang.

“Hmm, anak papa cantik sekali hmm. Kenapa lari-lari sayang? Bagaimana kalau jatuh hmm?.” Katanya sambil menciumi pipi chubby itu dengan sayang.

“ Hihihi papa geyi.” Anak itu tertawa.

“Selamat datang, Sasori.” Seorang wanita berambut pirang keluar menyambutnya. Ia sedikit kesusahan berjalan karena perutnya membuncit. Tampak jelas ia tengah hamil. Wanita itu memakai terusan biru muda selutut.

“Naruto, hati-hati.” Ucap Sasori. Naruto tersenyum.

“Kaa-chan.” Anak perempuan itu memekik kegirangan ketika melihat ibunya.

“Kupikir kau tidak akan pulang cepat.”

“Bagaimana bisa aku tidak pulang jika kalian semua mengancamku akan mogok bicara padaku selama sebulan.” Dengus Sasori.

Naruto tersenyum dan menghampiri pria itu dan putrinya kemudian menggandeng lengan Sasori. “Ayo, semua sudah menunggumu, Sasori.”

Pria itu balas tersenyum dan berjalan berdampingan dengan Naruto menuju kedalam rumah mungil itu sambil menggendong Yuki.

‘Terima kasih telah hadir di kehidupanku Naruto.’ Katanya dalam hati.

.

.

.

-Flashback-

Pesawat yang mereka tumpangi baru saja mendarat dengan selamat. Mereka sampai dengan selamat di kota New york.

“Setelah ini kau akan kemana?.”

“Aku punya apartemen di sini kau tidak perlu khawatir.” Kata Naruto yang sedang menggendong Shikaku yang tengah tertidur pulas.

“Malam ini bermalamlah di rumahku. Sudah malam. Aku takut terjadi sesuatu denganmu dan Shikaku. Aku juga yakin, apartemenmu belum di bersihkan bukan?.”

“Apa tidak merepotkan?.”

“Tidak, ini adalah tanggung jawabku karena mengajakmu ke New york bukan?.”

“Baiklah.”

.

.

.

Sasuke putus asa.

Ia gagal.

Ia gagal mendapatkan cintanya kembali.

Haruskah ia menyerah?.

Sasuke masih duduk termenung dikursi bandara itu. Ia tampak kacau.

“Loh, bukankah kau Uchiha Sasuke?.”

Suara itu membuyarkan lamunannya. Ia mengangkat kepalanya untuk melihat siapa orang yang telah berani mengganggunya. Seorang pria berambut merah berdiri angkuh di sisi kirinya. Memandangnya dengan tatapan heran.

“Kau . . . siapa?.” Tanyanya karena tidak mengenali siapa yang ada di depannya.

“Eh? Kau tidak mengenaliku? Aku teman sekelasmu waktu kuliah dulu. Gaara. Sabaku Gaara. Kau ingat?.”

“Ah, ya.” Sasuke teringat pada pemuda berambut mencolok itu.

“Sedang apa kau di sini?.”

“Kau sendiri? Akan berpergian?.”

“Ah, aku baru saja mengantarkan tiket kakakku dan seorang wanita bernama Naruto yang ketinggalan.”

Mata Sasuke membulat

Naruto? Naruto katanya?!

“Naruto? Namikaze Naruto?.”

“Eh? Kau kenal dengan wanita itu?.”

.

.

.

Sasuke memaju mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia ingin segera sampai ke apartemennya. Ia segera menuju ke kamar dan mengepak pakaiannya.

“Suke? Kau mau kemana? Apa yang terjadi?.” Tanya Mikoto cemas saat melihat anaknya panik. Sasuke memasukkan pakaianya ke koper seperti terburu-buru.

“Aku ingin mengejar Naruto Kaa-san. Aku tidak punya waktu.”

“Apa? Tunggu dulu. Apa yang terjadi? Mengejar Naruto? Naruto kemana?.” Mikoto makin mengerutkan dahinya.

“Naruto pergi ke Amerika. Aku harus mengejarnya. Aku tidak mau kehilangan dia lagi.” Sasuke mengangkat kopernya. Ia berjalan keluar kamar. Di luar kamar ia berpapasan dengan ayah dan orang tua Naruto. Minato dan Kushina menatap heran pada Sasuke.

“Sasuke, kau mau kemana?.” Tanya Fugaku.

“Aku mau mengejar Naruto Tou-san.”

“Tunggu dulu. Apa maksudnya?.”

“Naruto pergi, dia pergi untuk menghidari kita Tou-san. Aku harus mengejarnya.”

“Tenang dulu suke. Jangan terburu-buru.” Kata ayahnya menenangkan. Ia menahan Sasuke. Melihat kondisi anaknya saat ini, Fugaku yakin Sasuke tidak bisa berpikir jernih.

“Tapi dia pergi Tou-san. Dia pergi. Naruto pergi dengan seorang Sabaku. Sabaku, iya Sabaku.” Kata Sasuke dengan panik. Wajah coolnya sudah hilang digantikan wajah putus asa dan kacau.

“Biar Tou-san yang mengurus semuanya.”

“Tapi . . .”

“Kau tidak akan mampu berbuat apa-apa sekarang. Dinginkan kepalamu dan temui Tou-san nanti.” Kata Fugaku dengan penuh ketegasan. Sasuke hanya menunduk. Ia tidak bisa menolak jika ayahnya sudah bersikap tegas.

.

.

.

Pagi harinya Sasori mengantarkan Naruto ke apartemen lamanya. Pria itu juga membantu Naruto membersihkan apartemen yang sudah lama tidak di huni itu. Si kecil Shika juga membantu ibunya membersihkan kamarnya, merecoki lebih tepatnya. Hari itu aparetemen yang biasanya sepi kini dihiasi riuh tawa dari Naruto dan Sasori yang melihat tingkah lucu bocah Nara itu.

“Sudah sore, aku harus pulang.” Kata Sasori.

“Terima kasih atas bantuanmu hari ini.” Kata Naruto tersenyum tulus.

“Ini sudah kewajibanku, Naruto.” Kata Sasori sambil tersenyum. “Besok aku akan datang lagi.”

Sasori berjalan meninggalkan apartemen Naruto. Sejenak ia berbalik dan memandang apartemen Naruto.

‘Jika memang aku orang yang bisa membahagiakannya maka ijinkanlah aku bersamanya. Aku berjanji padamu akan menjaga dan membahagiakan istri dan anakmu, Shikamaru.”

Beberapa waktu kemudian Naruto disibukkan untuk mengurus restoran makanan jepang miliknya di New york. Sekarang ia bersyukur karena saat meninggalkan New york ia tidak menjual restorannya. Restoran makanan jepang milik Naruto cukup terkenal dan selalu ramai. Saking ramainya, Naruto sama sekali tidak sempat memikirkan masalah yang di tinggalkannya di Konoha. Entah ini suatu keberuntungan atau tidak.

.

.

.

Sasuke melangkahkan kakinya keluar dari airport. Seorang pria membungkuk padanya dan membukakan pintu mobil yang telah terpakir di depan bandara itu sejak 15 menit yang lalu. Fugaku benar-benar sudah mempersiapkan semuanya termasuk akomodasi dan tempat tinggalnya sementara di New york.

“Kau harus berhasil membawa Naruto dan Shikaku. Jika tidak, aku tidak akan mengakuimu sebagai anak.” Ancam Fugaku.

Kata-kata ayahnya kemarin masih di ingat dengan jelas oleh Sasuke. Ia menatap sebuah amplop coklat tebal yang ada di tangannya lalu mengalihkan pandangannya kembali ke luar mobil.

‘Aku pasti akan mendapatkanmu kembali.’

Sasuke beristirahat di sebuah kondo yang sudah di persiapkan oleh Fugaku. Benar kata ayahnya, dia memang seharusnya mempersiapkan kepergiannya dengan matang. Dia akan melihat Naruto besok. Sasuke sudah tau keberadaan wanita pirang itu di New york dari hasil penyelidikan anak buah Fugaku. Sejak hari itu, Sasuke terus melihat Naruto dari kejauhan sampai suatu ketika emosinya meledak.

.

.

.

Naruto tidak tahu kenapa restorannya begitu ramai hari ini. Ia bahkan sampai harus turun tangan melayani pengunjung. Ia mendesah kelehan. Jam makan siang telah usai dan para karyawannya mulai membersihkan restoran itu. Sasori datang menghampirinya.

“Naruto,”

“Kau datang.”

“Lelah?.” Tanya Sasori dengan penuh perhatian. Naruto tersenyum kemudian mengangguk.

“Ada apa kau kemari?.”

“Ah, aku ingin makan siang.” Ucap Sasori mencari alasan. Naruto kembali tersenyum.

“Baiklah, aku akan membuatkan sesuatu untukmu.”

Naruto berlari ke dapur restorannya. 15 menit kemudian ia datang membawa sepiring sandwich yang terlihat menggiurkan. Saat ia hendak meletakkan piring itu ke meja. Piring di tangan Naruto terjatuh ke lantai.

“Naruto . . .”

Mata wanita itu membulat. Sasori yang melihatnya pun mengalihkan pandangannya ke arah pandangan Naruto. Seorang pria berambut raven tengah berdiri dengan gagahnya di sana. Memandang Naruto dengan pandangan haru. Naruto sendiri terlihat shock.

.

.

.

 “Kau adalah . . .” Sasori tau siapa pria itu, Ia tau siapa dan apa hubungan pria itu dengan Naruto hanya saja ia ingin memastikannya sendiri. Memastikan sendiri kebenaran itu muncul dari mulut sang pria.

“Sasuke, Sasuke Uchiha.”

“Aku tau. Bukan itu yang kutanyakan.” Ucap Sasori.

“. . .”

Sasori menghela nafas. Ia menghampiri Sasuke yang menunduk. Ia menepuk bahu pria itu. “Aku tidak tau apa masalahmu dengan Naruto tapi aku mencoba bicara padanya.” Ucap Sasori.

“Kenapa?.”

“Eh?.”

“Kenapa kau mau membantuku?. Bukankah kau menyukai Naruto?. Kau mencintainya kan? Jadi kenapa?.”

Sasori tersenyum penuh arti. “Ya, aku menyukainya. Dia wanita baik dan kuat. Tapi kurasa rasa sukaku masih jauh dari kata cinta. Aku sudah berjanji pada mendiang Shikamaru untuk menjaga anak istrinya dan membuat mereka bahagia.”

“. . .”

“Dan jika memang Naruto memilihmu kuharap kau bisa membahagiakan mereka lebih dari yang bisa kulakukan.”

“Terima kasih.” Katanya tulus.

Sasori hanya tersenyum dan kembali menepuk bahu Sasuke. Ia lalu berjalan meninggalkan keturunan Uchiha itu untuk menemui Naruto.

‘Semoga ini keputusan yang benar.’

.

.

.

Sasori dan Naruto tengah duduk di ruang tamu apartemen milik Naruto. Suasana  sunyi diantara kedua orang itu. Keduanya sama-sama membisu. Tak ada yang mau membuka suara. Sasori menghela nafas.

“Laki-laki tadi mantan kekasihmu?.” Tanya Sasori membuka suara. Naruto hanya mengangguk pelan. Matanya masih memandang ke depan tanpa mau melirik Sasori.

“Katakanlah apa yang kau rasakan Naruto. Aku akan mendengarkanmu.”

“ . . . .”

“ Na . . .”

“Aku takut Sas, aku takut  dia berbohong dan melukai diriku lagi. Aku tidak bisa mempercayainya. Setiap aku melihatnya, amarahku naik. Aku- aku tidak tau apa yang harus kulakukan.” Katanya putus asa.

“Maafkanlah dia.”

Naruto kini menatap Sasori.

“Sebesar apapun kesalahannya, semua orang berhak mendapat kesempatan kedua.”

Sasori beranjak dari duduknya dan meninggalkan Naruto sendiri. Naruto kembali memikirkan kata-kata Sasori. Apakah ia harus memaafkan Sasuke? Apakah ia harus memberikan pria itu kesempatan kedua? Apakah . . .

Tidak.

Haruskah? Haruskah ia . . .

.

.

.

Ia tidak tahu

.

.

.

-Flashback End-

.

.

.

Sasori dan Naruto sampai di halaman belakang rumah sederhana itu. Disana sedang diadakan pesta barberque. Keluarga mereka berkumpul semua dan berangkat jauh-jauh dari Konoha menuju ke Los Angeles. Para orang tua sedang sibuk memanggang daging. Ada juga yang sedang ngobrol dan bercengkrama dengan kerabat. Anak-anak bermain dengan riangnya.

“Anata, kau terlambat.” Seorang wanita berambut biru cerah datang menghampiri Sasori dan Naruto yang baru tiba.

“Yuki, ayo turun sayang. Biarkan papa Sasori dan mama Konan bersama.”

“Hai’ Kaa-chan.” Gadis kecil berumur 3 tahun itupun turun dari gendongan Sasori dan berteriak menghampiri ayahnya. “Tou-chan!!!.”

Pria berambut raven itu tersentak kaget saat merasa ada yang menubruk kakinya.

“Tou-channnnn tou-chaaannn.”

“Ada apa princess? Hmm? Mana Kaa-chan?.”

“Itu.” Tunjuk gadis kecil itu pada Naruto yang tengah berjalan ke arahnya. Sasuke tersenyum bahagia. Perjuangannya selama setahun lebih akhirnya membuahkan hasil. Gadis yang di cintainya itu akhirnya kembali ke pelukannya.

Setelah mendapat informasi dari Gaara, Sasuke dengan dukungan ayahnya menyusul Naruto ke New york. Ia tidak mau kehilangan Naruto lagi. Tidak mudah memang, selama setahun ia terus berusaha mendekati Naruto hingga akhirnya wanita itu luluh juga dan menerima lamarannya. Menjalankan pernikahan mereka yang dulu tertunda.

Naruto, walau awalnya sedikit ragu tapi akhirnya ia menetapkan diri untuk memaafkan semua yang telah terjadi dan menerima lamaran Sasuke sekali lagi. Ia dapat melihat betapa seriusnya pria itu. Sebulan setelah menikah, Naruto dinyatakan hamil. Hubungannya dengan Minato dan Kushina pun makin membaik seiring dengan usia kandungan Naruto. Sembilan bulan kemudian lahirlah Uchiha Yuki. Seorang putri yang mewarisi kecantikan mata shapire ibunya serta kulit porselein sang ayah. Kelahiran Yuki juga mempertemukan Sasori dengan wanita yang di takdirkan untuknya. Konan, dokter wanita yang menangani kelahiran Yuki telah mencuri hati seorang Sabaku Sasori pada pandangan pertama. Begitu pula sebaliknya. Belum genap setahun mereka berkenalan, mereka mantap menuju jenjang pernikahan. Sasori menganggap Yuki sangat berjasa telah mempertemukannya dengan Konan karena itu ia memutuskan untuk jadi ayah angkat gadis kecil itu apalagi ia dan Konan belum di karuniai momongan. Pasangan suami istri Sabaku itu sudah menganggap Yuki sebagai putrinya sendiri.

“Nii-chan, makan apa? Kenapa Yuki tidak di kacih?.” Gadis kecil itu mengerucutkan bibirnya saat melihat dua tusukan barberque besar di kedua tangan kakaknya. Anak lelaki itu tampak  bersemangat memakan barberque yang menggiurkan itu.

“Yuki mau?.” Tanya Shika. Yuki mengangguk dengan antusias. “Ayo kita minta sama nenek.” Kata anak laki-laki berumur sekitar sebelas tahun itu menggandeng sang adik ke tempat neneknya yang terlihat sibuk menata makanan di meja. Sejak kecil Yuki memang selalu manja pada kakaknya. Gadis kecil itu selalu mengekori sang kakak kemanapun ia pergi. Sasuke hanya tersenyum saat melihat betapa harmonisnya keluarga mereka saat ini.

Uchiha Shikaku.

Adalah nama anak pertama Sasuke dan Naruto. Sasuke memenuhi janjinya untuk menganggap Shikaku sebagai anaknya dan tidak membedakan anak itu dengan anak kandungnya bersama Naruto. Sasuke memberikan nama keluarganya pada Shika kecil tapi ia akan membebaskan anak itu jika ia ingin menggunakan marga ayah kandungnya jika sudah dewasa nanti. Setiap tahun, Sasuke selalu mengajak keluarga kecilnya mengunjungi makam Shikamaru. Ia ingin agar Shikaku tetap mengenal ayah kandungnya walau kini ialah ayah dari bocah sebelas tahun itu.

Sasuke menggiring istrinya untuk duduk di salah satu kursi taman. Ia tidak ingin istri cantiknya itu kelelahan apalagi dia tengah membawa calon anak ketiganya yang di perkirakan berjenis kelamin laki-laki. Sasuke duduk di sebelah istrinya. Naruto menyandarkan bahu kepalanya ke bahu kokoh sang suami. Mereka tersenyum melihat keluarga lengkap hari ini.

.

.

.

“Berjanjilah padaku kau akan hidup bahagia apapun yang terjadi Naruto.”

.

.

.

“Terima kasih telah memberiku kesempatan ke dua Naruto.”

.

.

.

-The End-

.

.

.

.

.

.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar