Sabtu, 05 Juli 2014

Memories Chapter 5




.

.

.

.

.

Title:

Memories

Disclaimer      : Naruto isn’t mine. The original chara is own by Masashi Kishimoto but this story is purely mine.

Genre             : Terserahlah.

Rate                : T

Warning         : Don’t like don’t read

Pair                 : Sasufemnaru, slight Shikafemnaru (ditulis biar kaga ada yang komplen :P).

.

.

.

By : Gothiclolita89

.

.

.

Tidak menerima flame, sumbangan dalam bentuk apapun.

Boleh komplen tentang EYD.

.

.

.

Cast

Uchiha Sasuke

Uzumaki Naruto (fem)

Nara Shikamaru.

Uzumaki Karin.

Nara Shikaku.

Cast lain menyesuaikan.

.

.

.

Summary: Saat masa lalu datang kembali membawa sejuta kenangan indah dan juga kenangan buruk. Apakah kamu akan berbalik ataukah lari?

.

.

.

Chapter 5. Decision

.

.

.

Oek oek oek

Wanita itu menimang bayinya yang baru berumur 8 bulan. Kecemasan tampak jelas di wajahnya. Shika kecil terus saja menangis. Badan balita itu sedikit hangat dibanding biasanya. Karena itulah balita itu rewel dan terus menangis.

“Cup cup cup. Mommy disini.” Naruto berjalan mondar mandir di dalam apartemennya untuk menenangkan anaknya yang sedang demam.

‘Ya Tuhan, semoga tidak terjadi apa-apa. Kumohon, jangan ambil Shika kecil seperti Kau mengambil Shikamaru dariku.”

Dalam hati Naruto terus berdoa agar doanya di dengar. Ia sudah kehilangan suaminya. Jika sampai terjadi sesuatu dengan anaknya, ia pasti tidak akan bisa hidup lagi.

.

.

.

“Jangan ambil anakku dari sisiku.”

.

.

.

“Maafkan Kaa-san. Maafkan Kaa-san.” Racaunya.

“Jika tak ada lagi yang di bicarakan, sebaiknya kalian pergi dari sini.” Usirnya. Ia membukakan pintu apartemennya. “Aku harus menemani anakku.”

.

.

.

“Karin meninggal.” Lirih Kushina meski ia tahu Naruto tidak akan mendengarnya. Wanita itu memandang sedih pintu apartemen Naruto yang sudah tertutup.

“Sudahlah, biarkan Naru tenang dulu. Kita akan menemuinya nanti.”

“Tapi . . .”

“Tidak ada gunanya memaksa.” Kata Minato menenangkan Kushina.

“Benar kata Tou-san. Semua akan baik-baik saja.”

.

.

.

Wanita itu mengelus lembut kepala anaknya yang kini tengah tertidur lelap. Ia masih bersandar di tempat tidurnya. Masih terjaga walau jam sudah menunjuk waktu tengah malam. Mata biru itu memandang kosong pemandangan malam yang terlihat dari jendela apartemennya. Kalau boleh jujur ia merasa sedikit tertekan. Semua datang dengan tiba-tiba.

Ia belum siap

Sama sekali belum siap.

.

.

.

Seperti biasa, setelah mengantar Shikaku ke TK, Naruto bergegas pergi ke kedainya. Jam makan siangpun tiba. Kedai kecil itu menjadi sangat ramai oleh pelanggan. Sangat ramai sampai-sampai Naruto harus turun tangan membantu pegawainya untuk melayani para pelanggan yang sebagian besar merupakan karyawan perusahaan disekitar area itu. Entah ini suatu keberuntungan atau kesialan, Naruto sampai melupakan masalah keluarganya.

Setelah jam makan siang usai, kedai itu mulai sepi. Para pelayan dengan cekatan membersihkan meja dan lantai. Sesekali mereka bercanda dengan rekan kerjanya.

“Hah, kenapa hari ini ramai sekali.” Keluh gadis bersurai pink itu.

“Ck berhenti mengeluh, dan cepat bersihkan tempat ini, jidat lebar.”

“Haku-chan, malam ini nonton yuk. Aku sudah beli dua tiket nih.” Zabusha terus saja menempeli Haku yang sedang sibuk menyapu lantai.

“Ck, kau mengganggu.” Katanya kesal.

Naruto hanya tertawa kecil saat melihat interaksi para karyawannya. Ia merasa . . .

Entahlah.

Ada perasaan bahwa mungkin ini terakhir kalinya ia melihat mereka.

Teman barunya di Konoha.

.

.

.

Naruto sedang berjalan kaki menuju ke apartemennya. Shikaku tampak tertidur tenang di gendongan ibunya. Agaknya anak itu kelelahan bermain dengan teman-teman barunya. Naruto menyenandungkan lullaby untuk anaknya.

Tiba-tiba langkahnya berhenti saat ia kembali melihat mereka.

Pasangan Uchiha, Sasuke, dan juga-

.

.

.

Orang tuanya.

.

.

.

Ah, maksudnya mantan orang tuanya.

.

.

.

Mata wanita itu berkaca-kaca saat melihat putri yang selama ini di carinya, putri yang selalu di sia-siakannya.

“Na-Naru.”

.

.

.

“Ibu, to-tolong sampaikan maafku pada Naruto. Ma-maaf telah merebut kekasihnya. Ma-maaf.” Kata wanita itu sambil terisak. Nafasnya tersengal.

“Kau harus mengatakannya sendiri Karin.”

Karin menggeleng. “Aku merasa ti-tidak akan semp-at.”

“Tidak! Jangan mengatakan itu. Ibu, ibu . . .” Kushina tidak bisa melanjutkan kata-katanya.

“A-aku ka-kakak jaha-t . . . a-ku jahat . . . aku bu-bukan ka-kak yang baik. To-tolong am-puni aku Naru-chan.ku. Ku-mo-hon maafkan. Ma-af a-aku ego-is.”

Tiiiiiiiiiiiit.

“Karin?. Tidak, Karin bangun sayang. Karin. Karin.” Teriak Kushina histeris. Para dokter dan suster segera memasuki ruangan itu.

.

.

.

“Maaf, nona Karin sudah pergi.” Ucap seorang dokter pada mereka.

“Tidak!!.” Kushina kembali menangis histeris dan kemudian pingsan. Untung saja Minato bisa menangkap tubuh lemah istrinya dengan sigap.

.

.

.

Namikaze Karin meninggal di usianya yang baru menginjak 25 tahun akibat penyakit yang telah lama di deritanya.

.

.

.

Tumor otak

.

.

.

Sementara itu di rumah Sabaku. Dua kakak beradik itu sedang duduk sambil menikmati secangkir kopi hangat bersama.

“Aku- sudah mengatakan semua padanya.”

Gaara mengalihkan pandangannya pada sang kakak. “Lalu?.”

“Dia menerimanya. Dia tidak marah padaku. Padahal aku- aku . . .”

“Itu hanya kecelakaan Nii-san. Kau tidak perlu menyalahkan dirimu.” Kata Gaara. Ia cukup tau seberapa besar rasa bersalah yang dimiliki sang kakak pada orang yang bernama Nara Shikamaru, orang yang diketahuinya sebagai dokter yang menangani penyakit Sasori dulu.

“Aku tau tapi tetap saja aku . . .” Sasori tidak bisa melanjutkan ucapannya. “ Yang bisa kulakukan adalah menjaga istri dan anaknya. Aku ingin menjaga mereka . . . aku sudah melamarnya.”
Penyataan Sasori itu sontak membuat Gaara membulatkan matanya.

-Flashback-

“Terimakasih kau mau jujur padaku.” Kata Naruto sembari meleppaskan pelukannya. Ia meletakkan tangannya di dada kiri Sasori. “Tolong kau jaga jantung milik Shikamaru dengan baik.”

“A-aku . . .”

“. . .”

“Aku akan kembali ke Amerika.” Ucap Sasori. “Mungkin ini terdengar mendadak. Tapi maukah kau ikut denganku?. Ma-maukah kau menikah denganku?. Atau paling tidak ikutlah denganku kembali ke Amerika agar aku bisa menjaga kalian.”

“A-apa?.”

“Tolong pikirkan baik-baik. Matteru kara . . .”

-End Flashback-

“Nii-san kau . . .”

“Aku menyukainya Gaara. Sangat menyukainya.” Ucap Sasori sambil memandang keluar jendela. “ . . . Lebih dari yang kau tahu.” Ia memegang dada kirinya yang berdetak kencang sedari tadi.

.

.

.

“ Naru.”

Naruto mengeratkan pelukannya pada tubuh Shikaku. Ia berniat tidak mengindahkan mereka tapi lengannya di cekal oleh Sasuke.

“We need to talk. All of us.”

“No need.”

“Naruto.”

Naruto menghempaskan tangan Sasuke dengan kasar.

“Just go away. My life was happy even without you.” Ia memandang Sasuke dengan pandangan yang sulit diartikan. Naruto meninggalkan mereka yang masih tercengang dengan sikapnya.

“A-apakah itu cucuku? Cucu kita Minato? Anakmu dengan Naruto Sasuke?.” Tanya Kushina meminta kejelasan pada pria berambut raven itu.

“Anak itu bernama Nara Shikaku, anak Naruto . . . dengan mendiang suaminya.” Ucap Sasuke.

“Apa?.”

Sasuke lalu menceritakan apa yang di ketahuinya. Jujur, dia juga baru mengetahuinya beberapa saat lalu. Setelah bertemu dengan Naruto, dia langsung meminta anak buahnya untuk mencari tahu tentang Naruto.

“Setelah aku bertemu dengan Naruto beberapa saat lalu. Aku meminta seseorang untuk menyelidiki tentang kehidupannya beberapa tahun ini.” Ucapnya menerangkan.

“Naruto . . . dia mengalami kecelakaan di hari dia menghilang.” Ke empat orang tua itu terkejut saat mendengar perkataan Sasuke. “ Dan . . . dan dia keguguran . . .”

“Apa? Tapi . . .”

“. . . Beberapa bulan kemudian ia menikah dengan seorang dokter bernama Nara Shikamaru yang juga menangani luka-luka pasca kecelakaan dan memiliki anak yang Kaa-san dan Tousan lihat. Dokter itu membawa Naruto untuk tinggal di New york. Tapi saat ulang tahun pernikahan mereka, saat anak itu masih 6 bulan, Dokter Nara meninggal karena kecelakaan.”

 Kushina tampak shock dengan penjelasan Sasuke. Tubuh wanita itu oleng. Untunglah sang suami dengan gesit menangkapnya. Naruto keguguran? Cucu pertamanya? Pantas saja Naruto membencinya. Kalau saja dia tidak memaksa Sasuke untuk memenuhi permintaan terakhir Karin pasti putri bungsunya itu tidak akan kecelakaan apalagi keguguran. Kalau saja dia tidak memaksa Sasuke menikahi Karin, pasti saat ini dia sudah menimang cucunya bersama Mikoto.

Penyesalan selalu datang terlambat.

Itulah yang dirasakan Kushina saat ini. Pikirannya kini dipenuhi dengan kata ‘Seandainya saja . . .’

“Naruto . . . Maafkan Kaa-san.” Kushina menangis pilu di pelukan suaminya. Menangis karena memikirkan bahwa Naruto tidak akan pernah memaafkannya. Membuat semua orang yang melihatnya merasa kasian.

.

.

.

Beberapa hari setelah kejadian itupun berlalu. Sasuke mencoba untuk menemui Naruto di cafe miliknya dan selalu ditanggapi dingin oleh wanita itu.

“ Naruto.”

“Apa yang kau inginkan Uchiha-san?.” Tanyanya dingin.

“Tidak bisakah kita mengulanginya dari awal?. Kushina Baa-san sangat sedih dengan sikapmu kemarin.”

“Lalu? Apa yang ingin kau ingin aku lakukan? Memeluknya? Menyayanginya? Setelah apa yang dia lakukan padaku?.” Tanyanya dengan suara sedikit bergetar. “Setelah pengkhianatan yang kalian lakukan padaku? Apa lagi yang kau inginkan dariku? Apa?.”

Sasuke sedikit menundukkan kepalanya. “Aku terpaksa Naruto. Karin sakit dan Kushina Baa-san . . .”
 
“Terpaksa huh? Terpaksa menciumnya? Terpaksa menikahinya? Apalagi alasan yang kau ingin katakan?.”

“Karin sekarat dan aku . . .” Sasuke terhenti. ”Aku di minta untuk memenuhi keinginan terakhirnya. Sungguh aku hanya mencintaimu. Sampai sekarang hanya kau yang kucintai.”

“Hahaha.” Naruto tertawa meremehkan. “ Cinta? Kau bilang mencintaiku tapi kau menikahi kakakku. Kau bilang mencintaiku tapi kau meninggalkanku, menyakitiku sampai aku tidak tau lagi bagaimana aku harus  percaya kata-kata cintamu itu. It’s all bull shit.”

“Aku tau aku salah. Tapi bisakah aku meminta kesempatan kedua untuk memperbaiki segalanya?.” Sasuke tidak peduli jika harus merendahkan harga dirinya asal dia bisa bersama dengan wanita yang dicintainya.

Naruto memandang Sasuke. Dia tahu Sasuke bersungguh-sungguh tapi dia tidak ingin terluka lagi. Ia meyakinkan dirinya bahwa ia sudah bahagia hanya hidup berdua dengan anaknya.

.

.

.



.

.

.

“Kita sudah selesai beberapa tahun lalu.”

.

.

.

Kini Kushina dan Minato beserta pasangan Uchiha sedang berada di depan TK Shikaku. Mereka memperhatikan bocah lucu yang mengenakan seragam TK itu dengan antusias. Bocah itu berdiri di dekat gerbang Tk menunggu jemputan sang ibu seperti biasa.

“Minato, itu cucu kita, cucu kita.” Kata Kushina terharu.

“Ya.” Mata kedua Namikaze itu terpikat dengan tingkah polah cucu mereka yang menggemaskan.

“Cucu kalian sangat tampan dan menggemaskan.” Tambah Mikoto yang juga terlihat terpesona dengan bocah itu.

“Benar, sikapnya sangat mirip dengan Naruto.” Ucap Fugaku.

“Bo-bolehkah kita mendekatinya Minato? Aku-aku ingin memeluknya.”

Minato mengangguk. Mereka sepakat mendekati Shikaku yang sedang berdiri di pintu gerbang TK-nya. Sepertinya dia sedang menunggu sang ibu untuk menjemputnya.

“Selamat siang Shika-kun.”

Shikaku mengerutkan dahinya. Ia melihat 2 orang pria dan 2 orang wanita paruh baya menghampirinya dan sekarang berdiri di depannya.

“Kau tidak mau menjawab salam nenek?.”

Shikaku makin mengerutkan dahinya.

“Nenek ciapa?. Kaa-chan bilang tidac boleh bicala cama olang acing.” Katanya dengan suara khas anak-anak.

“Anak pintar. Tapi nenek bukan orang asing loh. Nenek ini neneknya Shika.”

“Tapi Kaa-chan tidac bilang Chika punya nenec. Nenek pacti bohong. Chika kan cuma punya Kaa-can.” Jangan lupakan bahwa Shika menuruni kejeniusan ayahnya, Shikamaru yang di kenal sebagai dokter bedah jenius.

“Naruto pasti lupa bilang pada Shika. Soalnya kakek dan nenek tinggal di tempat yang jauh.” Kata Minato. “Coba liat, kakek sama ibumu mirip tidak?.”

Shika memperhatikan wajah Minato sejenak kemudian menggangguk. “Kakek milip Kaa-chan.” Bagaimanapun Shikaku adalah seorang anak kecil yang mudah di bujuk sejenius apapun anak itu
 
“Itu karena kakek adalah ayahnya ibu Shika. Jadi kakek adalah kakekmu. Mengerti?.”

Shika menggangguk. “Jadi Chika juga punya kakek dan nenek. Jadi Chika tinggal menunggu daddy pulang.”

Minato dan Kushina terkejut saat mendengar kata daddy dari cucu mereka. Bukankah ayah dari cucu mereka sudah meninggal?.

“Daddy?.”

“Um, kata Kaa-chan, daddy  cedang bekelja di culga cupaya tidac ada olang cakit di cana.”

Sepertinya anak itu belum mengerti maksud kata-kata ibunya.

“Shika!.” Panggilan itu mengalihkan perhatian mereka. Naruto sedang berlari menyongsong anaknya.

“Kaa-chan.” Shika berlari kearah ibunya.

Naruto memeluk tubuh Shikaku dengan erat apalagi setelah melihat keberadaan Kushina, Minato, Mikoto dan Fugaku.

.

.

.

Naruto lagi-lagi menemukan dirinya tidak bisa menutup mata. Ia mengelus surai hitam putranya. Beberapa kali ia menghela nafas. Kemudian ia teringat sesuatu. Ia lalu mengambil ponsel miliknya yang berada di atas meja nakas dan memencet beberapa nomor.

“Halo . . . bisakah kita bertemu?. . . Ya, di tempatku.”

.

.

.

Naruto tengah memandang secangkir kopi yang ada di depannya. Ia sedang menunggu seseorang.

“Maaf aku sedikit terlambat.”

Naruto mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Sasori kini berada di ambang pintu.

“Tidak apa, tolong tutup pintunya.” Sasori menutup pintu ruangan itu kemudian berjalan mendekati meja Naruto.

“Ada apa?.”

“Apa-apakah tawaranmu masih? Berlaku?.”

“Apa?.”

“Kembali ke New york dan menetap disana.”

“Kau ingin pergi?.” Tanya Sasori. Naruto mengangguk pelan. Sasori tersenyum kecil. “Baiklah, aku akan mengurus segalanya. Lusa kujamin kita bisa berangkat bersama.”

“Tapi aku . . .” Naruto terkecat.

Sasori mengerti. Ia menggenggam tangan Naruto. “Aku mengerti. Tapi kuharap kau bisa mencobanya pelan-pelan. Setelah pulang nanti kau bersiap-siaplah.”

Setelah pulang dari cafenya, Naruto mulai mengepak barang miliknya dan Shikaku. Ia memastikan tidak ada barang yang tertinggal.

Dua hari kemudian Naruto berpamitan kepada semua kenalannya di kota itu. Karyawan cafenya juga guru pengajar Shikaku. Jangan lupa tetangga dan beberapa penjual langganannya.

“Terima kasih atas kerja samanya selama ini.” Katanya sambil membungkuk hormat. Setahun ini adalah hal yang tidak akan kulupakan seumur hidupku.”

“Naruto-san. . .” Mereka tampak sedih setelah tau bahwa Naruto akan kembali ke New york.

“A-apa Naruto-san ha-harus kembali ke New york.”

Naruto tersenyum. Ia mengalihkan pandangannya ke samping.

“Naruto-san.”

“Ah, mulai sekarang aku ingin Haku-san yang memimpin cafe ini.” Katanya . “Karena aku yakin Haku-san adalah orang yang kompeten. Aku juga akan sesekali datang berkunjung.” Katanya sambil tersenyum.

.

.

.

Sasuke mengendarai mobilnya sampai di cafe milik Naruto. Hari ini ia akan kembali bicara dengan Naruto karena ia berpikir wanita itu sudah lebih tenang daripada kemarin. Ia tidak peduli jika harus mengemis apalagi memohon asal wanita itu kembali bersamanya. Ia juga berjanji akan menerima Shikaku jika kelak mereka bersama karena bagaimanapun Shikaku adalah darah danging wanita yang sangat di cintainya jadi dia juga harus mencintai anak itu seperti ia mencintai Naruto. Ia memasuki cafe yang masih terlihat sepi itu. Wajar saja karena ini masih jam kerja.

“Bisa aku bertemu dengan Naruto?.”

“Ah Sasuke-san.” Yah , pegawai cafe itu sudah mengetahui identitasnya karena ia sering mendatangi cafe itu.

“Apa Naruto-san tidak memberitahumu?.” Tanya wanita berambut pirang itu.

“Memberitahu apa?.” Tanya Sasuke penasaran. Ia merasakan firasat buruk.

“Hari ini Naruto-san akan kembali ke New york. Sejam yang lalu ia berpamitan pada kami.”

Sasuke membulatkan matanya. “Apa?. Kemana?!.”

.

.

.

“Kaa-chan apa kita akan pulang ke New yolk?.” Tanya Shikaku dengan imutnya.

“Hu’um. Shika senang? Shika bisa bersama teman-teman di sana lagi.”

“Umm.” Shikaku menganggukkan kepalanya. “ Tapi Chika juga cedih. Chika cudah punya teman di cini.”

“Kapan-kapan kita kunjungi mereka.” Naruto menghibur anaknya yang sedih. Anak itu mengangguk.

“Apa kalian sudah siap?.” Tanya Sasori menghampiri mereka. Naruto tersenyum menyambut kedatangan pria merah itu. Sasori mengambil alih koper milik Naruto dan Shikaku. Ketiga orang itu memasuki gerbang keberangkatan.

Nauto menoleh ke belakang. Sesaat sebelum wanita cantik itu memasuki pintu keberangkatan.

“Ada apa?.” Tanya Sasori penasaran.

Naruto menggeleng. “Tidak, tidak apa-apa.” Jawabnya. Ia kemudian melanjutkan langkahnya.

.

.

.

Good by my love

.

.

.

Sasuke mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh. Ia tidak peduli sekalipun harus menerobos lampu merah. Begitu sampai di bandara, ia langsung masuk sambil berlari seperti orang kesetanan. Di pikirannya saat ini hanya satu, Naruto. Ia tidak mau kehilangan Narutonya lagi. Tidak lagi.

“Pesawat menuju New york . . . Pesawat itu jam berapa?.”

“Ah pesawat itu akan lepas landas sebentar lagi.”

Sasuke membulatkan matanya. Ia segera berlari menuju pintu keberangkatan. Tubuhnya dihalangi petugas yang berjaga karena Sasuke tidak memiliki passport dan tike.

“Lepaskan aku pak. Wanita yang kucintai ada di sana. Aku harus kesana.” Katanya kesetanan.

“Maaf tuan. Pesawat akan lepas landas. Anda tidak boleh mendekat.”

“Tidak! Lepaskan aku.” Sasuke terus meronta. Ia di pegangi oleh beberapa petugas hingga pesawat itu terbang meninggalkan bandara. Sasuke jatuh terduduk.

.

.

.

“Narutooooo!!!!!!!!!!!!!,”

.

.

.



-And that THE END-

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

-Sorry, just joking-

.

.

.

Just one more chap and that’s The End.

.

.

.

.

.

3 komentar: