Kamis, 10 Juli 2014

FF Sekuel Memories Lies : All for you Chapter 3. Game





.

.

.

.

.

Title    :

Sekuel Memories Lies : All for you

Disclaimer      : Naruto isn’t mine. The original chara is own by Masashi Kishimoto but this story is purely mine.

Genre             : Terserah lah.

Rate                : T-M

Warning         : Broken pair, Frontal, cheating and hatred. OOC .

 Don’t like don’t read

.

.

.

.

.

Cast

Uchiha Sasuke (39 thn)

Sabaku (Uzumaki) Naruto (38 thn)

Uchiha (Hyuuga) Hinata (38 thn)

Sabaku Gaara (39 thn)

Sabaku (Uchiha) Shunsuke (17 thn)

Sabaku Arashi (15 thn)

Uchiha (Hyuuga) Hanabi (17 tahun)

Uchiha Suki dan Uchiha Reita (twins, 17 tahun)

Cast lain menyesuaikan.

.

.

Oh yeah one more thing, This is not SasuNaru Lovey dovey fic (even thought I can guarantee they will be together again or not) so if you Don’t like it, just Get out and push the exit button. I think if you are smart you can read the chara name and not blame me about misunderstanding of yours

.

.

.

‘This is fun huh? Let’s play begin’

.

.

.


Chapter 3. Game

.

.

.
 



Di rumah keluarga Uchiha.

“Sasuke-kun, aku bawakan teh untukmu.” Kata wanita berambut coklat dan bermata lilac itu sambit meletakkan cangkir teh di meja dekat suaminya duduk. Pria berkacamata itu tengah sibuk dengan buku tebal ditangannya.

“Hn.” Pria itu, Uchiha Sasuke tanpa mengalihkan pandangannya dari buku yang sejak tadi sibuk dibacanya. Ia benar-benar tidak memperdulikan wanita cantik yang ada di sisinya.

Wanita itu menunduk kemudian berjalan pergi dari ruang kerja itu. Sasuke memandang punggung wanita yang selama 18 tahun ini menjadi istrinya dengan pandangan yang sulit diartikan.

Sasuke menghela nafas. Ia menyadarkan punggungnya ke kursi. Ia melepas kaca mata yang dipakainya dan meletakkannya di atas meja. Ia kemudian memijit-mijit pangkal hidungnya guna meredakan rasa pusing yang kini menghinggapinya. Ia memandang langit biru yang terlihat dari jendelanya. Langit biru yang mengingatkannya pada seseorang yang sangat dicintainya hingga saat ini.

“Seperti yang kau inginkan, aku menikahi Hinata dan menjadikannya wanitaku satu-satunya. Meski sekarang aku menyesal meninggalkan Naruto. Meninggalkan satu-satunya cinta dalam hidupku. Tapi janji adalah janji. Seorang Uchiha tidak akan pernah melanggar janji yang telah di ucapkannya.” Kata Sasuke dengan mata terpejam.

Bohong jika Sasuke mengatakan ia tidak menyesal. Jika saja ia tidak berjanji pada seseorang mungkin saat ini ia masih bersama Naruto dan anaknya. Ah! Anak laki-laki itu. masih terekam jelas saat ia bertemu dengan seorang anak laki-laki dengan wajah sepertinya. Anak yang dimilikinya dengan Naruto.

“Naruto.” Lirihnya.

Sasuke tidak menyadari keberadaan wanita bermata lavender itu di balik dinding. Ia membekap mulutnya. Berusaha meredam suara isak tangisnya. Hinata tau suaminya masih mencintai mantan kekasihnya. Hinata juga tau kalao suaminya menikahinya karena kasian. Egoiskah ia jika dia menginginkan Sasuke seutuhnya? Tanpa bayang-bayang wanita pirang itu?.

Hatinya sakit saat suaminya mengigaukan nama wanita lain. Sakit saat suaminya merindukan ibu dari satu-satunya anak kandung yang dimilikinya. Tapi dia bisa apa? Hinata menulikan pendengarannya saat Sasuke mengigaukan nama Naruto. Membutakan matanya saat Sasuke memandang langit biru seperti memandang Naruto. Hinata tau semua kemesraan dan kata cinta yang diucapkan Sasuke hanya di mulut saja. Wanita itu tau bahwa ia benar-benar tidak memiliki tempat dihati Sasuke karena hati lelaki itu sudah penuh dengan Naruto, Naruto dan Shusuke.

Lalu kenapa ia bertahan sampai sekarang?

.

.

.

Entahlah.

.

.

.

“Namaku . . . Shunsuke, Sabaku no Shunsuke.” Katanya sambil tersenyum. Ketiga Uchiha itu menatap wajah Shun tanpa berkedip. Membuat pemuda berambut raven itu tertawa dalam hati. “Ada sesuatu di wajahku?.” Tanyanya Innocent.

Ketiganya tersentak lalu mengalihkan pandangannya dengan kikuk. Mereka tampak malu.

“A-ah ya. Aku Uchiha, Uchiha Hanabi. Dan mereka berdua sepupuku. Uchiha Reita dan Suki.” Kata Hanabi yang terlihat malu-malu.

“Sabaku? Keluarga sabaku yang itu?.” Tanya Reita. Setahunya hanya ada satu keluarga Sabaku di kota itu. Tapi ia belum pernah mendengar keluarga itu memiliki anggota keluarga semuda ini. Bukankah kedua keturunan Sabaku belum menikah?.

“Um, ayahku bernama Sabaku Gaara, anak bungsu kakek dan selama ini keluargaku menetap di Prancis, jadi wajar kamu belum pernah melihatku.” Jelas Shun karena ia merasa Reita curiga padanya.

“Oh.” Reita kini ingat bahwa Sabaku memang memiliki 3 anak dan salah satu anaknya menetap di luar negeri.

“Senang sekali bisa mendapat teman di sini.” Ucap Shun. Ia melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. “Oh astaga. Sudah jam segini. Aku harus segera pergi.”

“Apakah kita bisa bertemu lagi?.”

Shun tersenyum.

‘Got cha.‘ Katanya dalam hati

Sebelum Shun pergi mereka sempat bertukar nomor handphone. Shunsuke berpamitan dengan teman-teman barunya. Pemuda berambut raven itu segera menjauh dari para Uchiha. Setelah berada di tempat yang sepi dan tak terlihat oleh Uchiha brother. Sebuah mobil sedan hitam menghampiri Shun yang sedang berjalan di trotoar. Tanpa bicara pemuda itu masuk kedalam mobil.

“Sepertinya semua berjalan lancar.” Kata pria berambut perak itu tanpa mengalihkan pandangannya dari kemudi.

“Hn.”

Mobil mewah itupun melaju pergi.

.

.

.

-Paris, Prancis.

Wanita berambut pirang itu tengah memasukkan barang-barang ke dalam sebuah koper besar berwarna coklat. Sesekali ia bersenandung senang. Ia memasukkan rapi satu persatu baju yang sudah dilipatnya agar nanti tidak kusut.

Brakkk!!

Wanita itu tersentak kaget saat mendengar pintu kamar itu di banting. Iapun menoleh ke arah pintu kamar. Disana berdiri seorang pemuda berambut merah. Ia tampak terengah-engah dan berkeringat.

“Arghhhhh!.” Teriaknya frustasi. Pemuda itu berjalan cepat menuju tempat wanita itu berdiri.” Mom, aku bisa melakukannya sendiri.”

“Tidak, tidak, biar Mommy yang melakukannya untukmu.” Katanya sambil mengacak-acak rambut anaknya.”Arashi laparkan? Mommy sudah membuatkan makanan kesukaanmu.”

“No! Mom please. Don’t treat me like a kid.” Kata Arashi kesal sekaligus frustasi karena selalu diperlakukan seperti anak kecil oleh orang-orang di sekitarnya.

“But you . . .”

“I’m 15 years already mom. Please . . .”

Naruto menghela nafas. “Ok make it quick. Mommy akan menunggumu di ruang makan. Mengerti?.”
Naruto mencium pipi Arashi sebelum wanita cantik itu keluar dari kamar anak bungsunya.

“MOM!.” Teriaknya tidak terima di perlakukan seperti anak kecil. Sayang ibunya sudah melenggang keluar kamar itu.

Arashi mengacak-acak rambutnya dengan frustasi.

‘Argh! Kenapa semua orang memperlakukanku seperti anak kecil sih. Aku sudah 15 tahun. 15 TAHUN!. Aku sudah jadi orang dewasa.’ Teriaknya dalam hati.

Well sekalipun kau sudah dewasa, bagi ayah, ibu dan kakakmu kau masihlah anak kecil Rubah merah. Terimalah nasib sebagai anak bungsu dan jadilah anak baik.

.

.

.

-Sabaku Mansion-

Shunsuke dan Temari sedang minum teh bersama di taman belakang mansion itu. Menghabiskan waktu berdua sebagai bibi dan keponakan. Seperti yang diketahui, kesibukan Temari dalam memimpin sebuah rumah sakit besar di Konoha sangat menyita waktu. Jadi ia harus memanfaatkan sebaik mungkin waktu luangnya untuk beristirahat dan bersantai seperti ini.

“Kudengar dari Kakashi-san kau berteman dengan anak-anak keluarga Uchiha. Benarkah itu?.” Tanya Temari.

“Berteman? Tidak. Kalau saling menyapa iya.” Jawab Shunsuke dengan tegas. Wajahnya tampak mengeras. “Aku tidak pernah merasa dan mau berteman dengan mereka. Setelah apa yang mereka lakukan pada ibu? Aku tidak segila itu bibi.”

“Lalu bagaimana dengan gadis yang bernama Hanabi? Kau sudah bertemu dengannya bukan?.”

“Ya. Dia benar-benar keturunan Hyuga.” Kata Shun saat mengingat ciri-ciri gadis yang ditanyakan bibinya. Mata ungu pucat adalah mata yang hanya dimiliki keturunan keluarga Hyuga.

“Apa yang akan kau lakukan padanya Shun? Apa kau akan memanfaatkannya untuk balas dendam?.” Curiga Temari. Meskipun ia sudah lama tidak bertemu sang ponakan tapi bukan berarti dia tak mengenal sifat anak itu. Shunsuke dibesarkan oleh Gaara, adik yang dibesarkannya sedari kecil semenjak ibunya meninggal, tentu ia sangat hafal tabiat bungsu Sabaku itu dan ia yakin sifat Shun tidak akan jauh berbeda dari ayahnya. “Lebih baik jangan Shun. Gadis itu tidak bersalah. Kau tidak boleh melibatkan orang yang tidak bersalah. Naruto tidak akan suka itu.” Nasihat Temari. Sebenci apapun ia pada seseorang, ia tidak akan pernah melukai orang yang tidak bersalah.

Shunsuke hanya tersenyum misterius.

.

.

.

The answer would be . . .

.

.

.

“Shun-kun, ada telpon dari Naru.” Kata Iruka yang berjalan mendekati kursi taman yang kini tengah ditempati Shun  dan Temari.

“Mom? Dari Paris?.” Tanya Shunsuke terkejut. Iruka mengangguk sambil mengulurkan telpon itu ke Shun. Shun mengambilnya dengan senang.

“Mom?”

“Shun? Oh my god honey. Mom miss you so much.” Suara dari seberang sana

“Me too mom.”

( Author note: Don’t ask me why they speak english while they are in France, the answer because I can’t speak in France, Gomen ne DDD”X ).

“Bagaimana kabarmu sayang? Apa kau baik-baik saja? Tidak telat makan kan? Maghmu tidak kambuh kan?.”

“Iya mom. Shun baik di sini. Sekarang aku sedang bersama bibi.”

“Temari-nee?.”

“Iya.”

“Berikan telpon itu. Aku ingin bicara dengan Naru-chan.” Kata Temari antusias. Sulung Sabaku itu memang sangat menyayangi Naruto bahkan sebelum gadis itu menjadi adik iparnya.

“Mom, bibi ingin bicara.” Kata Shun sambil menyerahkan telpon itu ke Temari.

“Naru-koi. Bagaimana kabarmu di sana? Baik?.”

“Aku baik Nee-san. Kankurou-nii dan Tou-san bagaimana?.”

“Mereka baik.”

“Yokatta.”

“Bukankah kamu akan kembali kesini? Kapan? Nee-san sudah tidak sabar bertemu denganmu.”

“Um, lusa mungkin akan sampai di Jepang.”

“Baguslah.”

“Ba-san, aku juga ingin bicara dengan ibu.”

“Aish anak ini.” Ia menyerahkan telpon itu kepada Shunsuke. Shun menerima telpon itu dengan antusias.

“Mom. I love you mom.”

“Love you too honey. 2 hari lagi mom dan Arashi akan ke Jepang.”

.

.

.

Suki bergulung-gulung diatas futon-nya. Ia tampak senang. Di sampingnya ada Hanabi yang sedang merapikan tempat tidurnya. Hanabi memandang tingkah kekanakan sepupunya. Ia hanya tersenyum sambil sesekali tertawa kecil.

“Suki-chan. Hentikan, kau membuat futon-nya jadi kusut.” Tegur Hanabi. Suki tengkurap di atas futon miliknya.

“Ne ne ne Hanabi-chan. Bagaimana menurutmu Shun-kun?.” Tanyanya pada Hanabi. Wajah Hanabi langsung memerah mengingat wajah tampan pemuda yang baru dikenalnya tadi siang. Jantungnya berdebar kencang ketika mengingat wajah pemuda itu.

“Ke-kenapa kau bertanya tentang dia?.”

“Hmm, dia tampan ne.” Goda Suki saat melihat wajah Hanabi memerah. “Hatsukoi ka? Ne?.” (“cinta pertama? Ne?.”)

Hanabi hanya diam. Wajahnya kian merah karena malu.

“Tapi . . .” Suki menyangga kepalanya dengan kedua tangannya. “Wajahnya mirip dengan paman Sasuke ya?.” Ucap gadis berambut hitam itu tiba-tiba. Hanabi hanya diam. Dia juga menyadari kemiripan pemuda itu dengan ayah angkatnya.

Mirip.

Sangat mirip.

.

.

.

“Mungkin hanya kebetulan, iya hanya kebetulan.” Kata Hanabi.

.

.

.

Pasangan suami itu sedang saling memeluk setelah kegiatan mereka beberapa waktu lalu. Wanita berambut pirang itu memeluk erat tubuh kekar suaminya. Mereka adalah pasangan sulung keluarga Uchiha. Walau anak-anak mereka sudah dewasa tapi pasangan itu tidak pernah kehilangan moment kebersamaan mereka. ( Hell, gimana bisa aku masangin Ino dengan Itachi? =_= Why? Why? Why? )

“Tachi-kun.”

“Hn.”

“Aku mendapat kabar dari Naru-chan.” Ucapnya.

“Hn, lalu?.”

“Ia akan kembali ke sini.” Ino mengeratkan pelukannya. “Aku takut, aku takut jika Sasuke menyakiti Naru-chan lagi.”

Itachi mengeratkan pelukannya pada sang istri. “Jangan khawatir, Sasuke tidak akan bisa menyakiti Naruto lagi. Ingat, sekarang ia adalah anggota keluarga Sabaku. Keluarga itu tidak akan tinggal diam jika anggota keluarganya di usik. Sekarang tidurlah, aku yakin kau lelah hari ini.”

Ino mengangguk dan memejamkan matanya

‘Justru aku takut jika Naruto menuntut balas Ino. Tapi aku tidak bisa melakukan apapun untuk itu. Naruto berhak menuntut balas. Aku tau itu. Kuharap ini tidak akan seburuk yang kuperkirakan.’ Katanya dalam hati.

Itachi kemudian memejamkan matanya dan menyusul sang istri kealam mimpi.

.

.

.

“Shun-kun. Aku sudah mendapatkannya.” Ucap Kakashi sambil menyeringai dari balik maskernya. Ia menyerahkan sebuah map biru pada Shunsuke yang sedang duduk di beranda kamarnya.

Shunsuke tersenyum sadis. “Arigatou Jii-san. Seperti biasa Jii-san memang bisa diandalkan.” Ia menerima map itu dengan senang. “Oh ya lalu dengan tugas lain yang kuberikan?.”

“Anak buahku sedang menyelidikinya. Tapi aku tidak bisa menjamin akan selesai dalam waktu dekat karena kejadian itu sudah sangat lama.”

“Ya. Aku mengerti.” Shunsuke membuka map itu. Di dalam map itu terdapat beberapa lembar kertas putih bertuliskan “Uchiha Otomotif Corporation”.

Salah satu cabang perusahaan Uchiha yang di pegang oleh Uchiha Sasuke.

.

.

.

Seorang wanita berjalan keluar dari pintu kedatangan pesawat itu. Semua orang berbalik menatapnya dengan pandangan terpesona. Bagaimana tidak? Lihatlah penampilan wanita itu. Rambut pirangnya tergerai indah, tubuh molek nan semampai itu terbalut dress hitam rancangan perancang terkenal. Di usianya yang sudah hampir berkepala 4 dan memiliki 2 anak tubuhnya masih terlihat ramping seperti saat ia masih berusia 20 tahuna. Naruto  memang tampak awet muda dan cantik. Kaca mata hitam bermerk Gucci yang dengan setia bertenger di wajahnya tidak serta merta menutupi kecantikannya. Kakinya memakai stilleto berwarna hitam sederhana yang tentunya bukan barang murah. Oh come on, Sabaku Gaara tidak akan membiarkan istri tercintanya memakai barang murahan. Bukan berarti Gaara  memandang rendah terhadap barang murah tapi ia ingin agar istrinya tidak lagi di hina dan di rendahkan oleh orang lain. Dan jika dengan menggunakan kekuasaan dan uang ia dapat melindungi Naruto maka Sabaku Gaara akan melakukannya. Dulu saat pertama menjadi istri Gaara, pria itu bahkan menyewa seorang guru tata krama untuk mengajari Naruto table manner juga seorang stylist pribadi yang menjadikan Naruto menjadi wanita sempurna seperti sekarang. Seorang wanita yang anggun dan elegan.
Disclaimer: This picture is not mine

Naruto sadar, kini ia bukan lagi Uzumaki Naruto si gadis miskin dan lugu tapi dia adalah Sabaku Naruto, istri dari pengusaha kaya raya Sabaku Gaara.

“Mom.” Panggil seorang pemuda berambut merah dibelakangnya.

“Hm?.”

“Is it the real Japan? Real one?.”

Naruto tersenyum. “Ya baby, kau sudah pulang.”

“Can’t wait for everything.” Ucap cucu bungsu Sabaku itu. Bibirnya menyeringai.

.

.

.

“Can’t wait for playing.”

.

.

.

_TBC_

.

.

.

Disclaimer: This pic is not mine


.

.

.




4 komentar: