Jumat, 07 Maret 2014

FF. Here We End Chapter 5. Insane




.

.

.

Disclaimer      : Naruto is not mine. I just borrow the name.

Rate                : M

Genre             : Hurt, family,Mpreg, etc.

Warning         : Ending tergantung mood. EYD yang nggak jelas, OOC, BoysxBoys, banyak typonya. Mpreg

Mpreg on real life basically impossible at this time but possible on fanfic. So don’t be too rush ‘bout biology, OK? It only my imagination.

Don’t like don’t read.

Purely made by : Gothiclolita89.

.

.

Chara

Uzumaki Naruto (Namikaze Haruki (28 tahun)

Uchiha Sasuke (28 tahun)

Namikaze Menma (7 tahun)

Sabaku no Gaara (26 tahun)

Yamanaka Ino (28 tahun)

Sabaku no Kankurou

Nara Shikamaru

Konan Edogawa :3 #plakkk dijitak reader. Oh salah Konan doank dink.

Zabusa (Uzumaki) Karin.

Zabusa Suigetsu.

Juugo

@_@ wah banyak cast baru nih

.

.

.

.

.

.

Kebahagiaan

Apakah kebahagiaan itu ada? Apakah aku boleh berharap untuk kebahagiaanku? Apakah aku dapat egois memperjuangkan kebahagianku? Apakah aku . . .

.

.

.

Chapter 5. Insane

.

.

.

Prang!!!!

Brakk!!!!

Wanita itu membanting semua benda yang ada didekatnya. Melampiaskan segala kemarahannya pada vas-vas mahal yang tidak berdosa itu. Tidak sayang? Tentu saja tidak, berapapun vas mahal yang ia pecahkan, keluarga Yamanaka tentu bisa membeli vas baru lagi. Para pelayan tidak ada yang berani mendekatinya apalagi melarang majikannya itu. Mereka tentu tidak mau menggantikan vas-vas itu.

“Tidak! Tidak! Tidak! Sasuke adalah milikku. Tidak ada yang boleh memilikinya selain aku!.”

Wanita pirang selalu tampak cantik dan anggun itu kini tampak sangat kacau. Airmata kini menghiasi wajah cantik yang terlihat pucat itu. rambut pirang kebanggaannya yang selalu tergerai rapi dan halus kini tampak berantakan. Dia, putri tunggal Yamanaka Inoichi terlihat benar-benar mengerikan. Obsesinya pada sang Uchiha bungsu membuatnya tampak begitu menyedihkan.

Sejak bercerai dari Sasuke, Ino memang sering mengamuk tanpa sebab. Bahkan ayahnya sempat menghubungi psikiater saat dia di luar negeri dulu. Tapi sepertinya itu sama sekali tidak membantu justru membuat obsesi Ino makin besar pada manta suaminya.

“Sasuke hanya boleh bahagia denganku, dengan Yamanaka Ino, tidak tidak. . . Uchiha Ino . . . nama itu lebih cocok untukku hahahaha. Uchiha Ino.”

Wanita itu tertawa keras. Membuat seluruh penghuni mansion mewah Yamanaka ketakutan. Satu yang ada dipikiran para pelayan itu . . .

.

.

Bahwa wanita itu sudah gila.

.

.

.

Di sebuah ruangan gelap, seseorang sedang menatap intens layar monitor yang menyala itu.

“I-ini?.” Matanya tampak membulat. “Tidak salah lagi.”

.

.

.

Tut Tut Tut

“Moshi-moshi, Sasuke, ini Itachi. Kalo kau mendengar panggilanku segera hubungi aku. Ada masalah penting yang ingin kubicarakan denganmu. . . Tentang wanita gila itu.”

Tut Tut Tut

.

.

.

Haruki tidak bisa tidur malam ini. Matanya enggan menutup walau jam weker di meja sudah menunjukkan angka jam satu. Waktu dimana seharusnya seluruh manusia di dunia sudah terlelap dengan berselimut mimpi indah. Tapi tidak dengannya. Ia terlalu cemas dan gugup untuk bisa tertidur. Bagaimana ia bisa tidur jika hatinya tidak tenang? Bagaimana dia bisa tidur jika dia tahu ada bahaya yang sangat besar tengah mengancamnya dan Menma?.

Bahaya?

Ya, bahaya. Siapa lagi kalau bukan si Uchiha bungsu.

Dia merasa ketakutan kalau-kalau sang Uchiha tau siapa dirinya yang sebenarnya. Tidak, ia tidak peduli dengan nasibnya. Tapi bagaimana dengan Menma? Anak itu tidak bersalah tapi apa Sasuke akan peduli? Jawabannya tidak, pria raven itu tidak akan peduli selama itu berhubungan dengan orang yang dibencinya. Ia akan menghancurkannya sampai akar.

Haruki melirik anaknya yang tertidur pulas disampingnya. Ia tersenyum tenang saat melihat wajah damai Menma yang sedang tertidur lelap. Ia mengusap rambut hitam Menma kemudian mengecup dahinya dengan sayang.

“Jangan khawatir Menma, apapun yang terjadi papa akan selalu menjagamu.”

Haruki menyamankan dirinya dan memeluk Menma. Perlahan kelopak mata tan itu menutup. Ia membiarkan dirinya terhanyut dalam mimpi bersama sang putra.

.

.

.

Tes

.

.

Tes

Tes

.

.

Tes

Tes

Tes

.

.

Pemuda pirang itu berlarian kesana kemari dengan panik. Kemanapun ia melangkah, ia tidak melihat apapun. Hanya kegelapan. Secepat apapun kakinya berlari hanya kegelapan yang mengelilinginya. Ia merasa ketakutan. Kemana semua orang? Ini dimana? Apa yang terjadi?.
Ia meringkuk. Menenggelamkan kepalanya diantara kedua kakinya.

Putus asa.

Lelah

Frustasi

Itulah yang dirasakannya sekarang. Ia tidak suka ini. Ia tidak suka keheningan ini. Kesunyian ini terasa begitu menyakitkan, menyesakkan. Membuatnya tidak bisa bernafas.

‘What are ya doin’ here?’

Pemuda itu menoleh dengan cepat saat ia mendengar suara dari belakang punggungnya. Sejenak kemudian matanya birunya membulat. Seorang anak kecil dengan perawakan dan wajah mirip anaknya, Menma, berjalan mendekatinya. Bedanya jika Menma memiliki rambut hitam dengan mata biru maka anak itu memiliki rambut dan mata berwarna merah mencolok. Oh, jangan lupakan seringaian licik yang terukir indah di bibirnya.

‘Thought ya foget me. Don’t ya, Naruto?’

Pria pirang itu terdiam sebentar.

“Kyu-nii. . .” lirihnya.

Anak itu melebarkan senyumnya.

.

.

.

Seperti biasa, Sasuke terbangun sebelum sang surya menampakkan dirinya. Entahlah, selarut apapun ia tidur, ia selalu terbangun di waktu yang sama. Jika diingatnya lagi kebiasaan ini dimulai sejak ia kehilangan belahan jiwanya. Seseorang yang telah ia lukai terlampau dalam karena kebodohannya. Ia hanya berharap untuk bisa ia dipertemukan lagi dengan Naruto. Agar dia bisa menebus semua kesalahan bodohnya dimasa lalu.

Sasuke melangkahkan kaki ke dapur modern minimalis apartemen mewahnya. Ia berencana membuat sarapan sederhana untuk dirinya. Untunglah kemarin ia sempat meminta asistennya untuk belanja bahan makanan. Roti bakar, telur mata sapi serta sepoci kopi hitam, some like American style breakfast, is it?. Sasuke memasukan roti itu kedalam mulut dan menguyahnya pelan. Ia menyeruput kopi hitam kesukaannya itu.


Tiba-tiba ia teringat sesuatu.

“Hei, sudah kubilang jangan minum kopi itu banyak-banyak. Tidak baik buat perutmu.”

“Hn.” Sasuke seolah tidak peduli dan kembali menyeruput kopi hitamnya sambil membaca buku yang baru saja dibelinya dengan hikmat.

“Temeeee!!!.” Naruto berteriak kesal karena merasa diacuhkan. “Kau taukan kalo kau kebanyakan minum kopi, nanti kamu bisa berubah jadi bodoh trus nanti kau juga akan jadi botak dan keriput. Tidakkkkkkkk!!! Aku tidak mau punya pacar botak dan keriput.” Teriaknya lebay.

“Pfftt, hahahahaha.” Sasuke tertawa keras mendengar perkataan kekasihnya. “Dasar Dobe hahahaha. Darimana kau dengar hal bodoh seperti itu.”

Naruto merengut kesal mendengar hinaan kekasihnya. Sasuke tersenyum dan mengecup pipi tembem itu.

“Temeee!!!.”

Sasuke tersenyum saat mengingat kenangan indahnya bersama Naruto. Setelah selesai sarapan dan bersiap-siap, Sasuke menyambar kunci mobil dan menjalankannya dengan cepat ke suatu tempat.

Sementara itu di tempat lain.

“Papa ayo cepat. Menma sudah terlambat.”

“Aish iya-iya.” Haruki buru-buru mengenakan sepatunya sementara sang anak berkacak pinggang di depannya dengan wajah yang ditekuk, berusaha menunjukkan bahwa ia sedang kesal. Menma mengenakan seragam TK berwarna biru lengkap dengan topi dan tas ransel kecilnya, oh jangan lupakan botol minuman Batman kesayangan yang melintangi tubuh mungilnya.

‘Sial! Gara-gara bangun kesiangan nih.’

Tidak seperti biasanya, hari ini Haruki terlambat bangun akibatnya pasangan ayah anak itu terburu-buru pergi kesekolah dan tempat kerja. Haruki menuruni tangga lantai dua menuju lantai satu dan langsung menyambar sepedanya yang terparkir di area parkir apartemen sederhana itu. Sepeda itu jarang ia gunakan saat berangkat kerja karena Haruki dan Menma lebih sering memilih jalan kaki tapi hari ini adalah pengecualian.

“Pegang yang erat ya. Kita akan cepat ke sekolahmu.”

Ia mendudukkan Menma di jok belakang dan langsung memacu kencang sepedanya. Menma mengangguk dan mengeratkan pegangannya ke pinggang Haruki. Mereka berdua tidak menyadari bahwa ada sebuah mobil hitam yang sedari tadi mengikuti mereka. Mobil itu mengikuti sepeda Haruki diam-diam. Tidak ingin ketahuan oleh pria bermata tosca itu. Seulas senyum tampak terlihat di wajah sang pengemudi kala melihat keakraban pasangan ayah dan anak Namikaze.

.

.

.

-Sasuke POV-

Here I go again. Di sinilah aku sekarang membuntuti seorang pria beranak satu yang baru saja kukenal satu hari yang lalu. Seperti yang kukatakan sebelumnya, aku tidak mengerti kenapa aku mengikutinya. Aku tidak mengerti kenapa aku bisa merasa telah lama mengenalnya. Dan juga ada sesuatu lain yang kurasakan, seperti . . .

Ah sudahlah.

Itu sama sekali tidak penting.

Ah itu dia, dia keluar dari apartemen kecilnya dengan sepeda yang menurutku sudah jelek. Astaga! Bagaimana dia bisa mengendarai rongsokan itu dengan seorang bocah kecil yang sedang memeluk pinggangnya. Apa dia tidak tau kalau itu berbahaya? Bagaimana jika anaknya jatuh? Atau jika terseret mobil?. Dasar ceroboh.

Aku mulai menjalankan mobil mewahku dengan perlahan. Berusaha mengikuti agar tidak diketahui olehnya. Tunggu dulu! Apa yang sebenarnya ingin kulakukan? Dahiku mengerut. Bagaimana bisa aku mengikuti orang yang baru saja ku kenal? Aku bahkan belum mengenalnya.

Tanpa kusadari, sepeda yang dinaiki Haruki berhenti di sebuah TK. Ia menurunkan Menma dari sepedanya. Setelah  anak itu masuk sekolah, Haruki langsung menaiki sepedanya menuju ke arah kantor.

-End POV-

Sasuke berhenti di dekat Tk itu. setelah sepeda Haruki menjauh baru kemudian ia menyalakan mobilnya.

.

.

.

Tiga asisten Sasuke sudah siap di kantor Shukaku corp. Mulai hari ini mereka akan menempati kantor sementara mereka selama tiga bulan di perusahaan itu. Yah meski di bilang kantor sementara tapi yang sebenarnya adalah mereka berbagi dengan bagian IT sedang Sasuke akan berbagi ruangan dengan Kankurou untuk sementara. Mereka berangkat lebih awal guna menyiapkan keperluan selama mereka berada disini. Semua harus sempurna jika mereka masih ingin bekerja pada Uchiha bungsu. Sasuke mmemang selalu menekankan pada bawahannya bahwa dia tidak menerima kesalahan sekecil apapun. Keluarga Uchiha memang terkenal pekerja keras begitupun Sasuke. Pria yang hampir berusia 30 tahun itu seorang workholic dan selalu lupa waktu jika sudah bekerja. Menurut karyawan lain, Sasuke berubah seperti itu setelah perceraian dengan sang istri dan kehilangan calon anaknya di waktu yang hampir bersamaan. Membuat Uchiha bungsu lebih menyibukkan diri dalam pekerjaan untuk melupakan masalahnya, begitu menurut orang lain. Dan Sasuke selalu berganti asisten beberapa kali sebulan karena banyak yang tidak tahan dengan jam kerja dan tekanan yang dibebankan pada mereka.

Tapi benarkah?

“Ohayou~~~.”

“Ah ohayou Haru-chan.” Jawab Konan dan Haku serempak.

“Tumben kau telat.” Kata Haku.

“Etto, aku kesiangan bangun.” Jawabnya malu-malu. Mereka tertawa mendengar jawaban Haruki.

Karin memperhatikan kawanan tiga serangkai itu dari mejanya. Entahlah, ada sesuatu yang membuatnya ingin melihat kearah pemuda berambut hitam itu.

“Karin.” Panggil Suigetsu.

“Hum?.” Karin menolehkan kepalanya kearah suara yang memanggilnya.

“Kenapa? Dari tadi kau memperhatikan mereka terus?.” Tanya Suigetsu dengan nada sedikit tidak suka. Ia sadar pandangan mata istrinya tertuju pada pemuda yang baru saja datang. Haruki Namikaze, sejak pertama mereka datang ke perusahaan ini, ia sadar bahwa istrinya itu tertarik pada pria muda berkulit tan. Ia takut jika Karin berpindah ke pria itu. Berlebihan memang, tapi itu semata-mata karena dia terlalu mencintai istrinya.

Karin tersenyum menanggapi kecemburuan suaminya. “Tidak, hanya saja . . .” Karin mengalihkan pandangannya ke Haruki yang sudah duduk di mejanya dan mulai bekerja. Suigetsupun turut memandang Haruki yang kini tengah sibuk dengan komputernya. “Ettou, hanya saja namanya seperti pernah kudengar sebelumnya.”

“Nama?.”

“Tapi aku tidak bisa mengingatnya.” Kata Karin sembari mengerutkan dahinya. Entahlah, sekeras apapun dia berpikir, dia sama sekali tidak bisa mengingatnya. Padahal biasanya ingatan Karin sangat bagus. Wanita berambut merah menyala itu hampir tidak pernah melupakan sesuatu yang pernah di baca atau di dengarnya.

“Tumben sekali.” Timpal Juugo yang ada di samping pasutri aneh itu.

Namikaze

Karin yakin pernah mendengar nama itu sebelumnya, tapi dimana? Itulah yang tidak dia ingat. Ia mengangkat bahunya.

‘Ya sudahlah. Mungkin bukan sesuatu yang penting.’ Katanya dalam hati

Ck ck. Karin, Karin.

Padahal hal yang kau lupakan itu adalah hal penting loh.

Hari beranjak siang. Kini kedua jarum jam telah menunjuk angka 12. Saatnya para karyawan mendapat waktu istirahat dan makan siang. Konan dan Haku merapikan mejanya yang terlihat berantakan. Setelah selesai, mereka berdua menghampiri meja Haruki.

“Haru-chan, mau ke kantin sama-sama?.” Ajak Konan sembari menghampiri meja Haruki. Pemuda manis berambut hitam itupun menoleh.

“Ah iya, aku ingin beli roti.” Ucapnya sambil berdiri.

“Roti? Biasanya kau kan bawa bekal?.” Tanya Haku yang kini berdiri di samping gadis berambut biru itu. Sebelah alisnya teangkat, tanda bahwa ia sedang penasaran. Setahunya Haruki selalu membawa bento sendiri. Agar lebih hemat katanya, maklumlah ia punya tanggungan seorang anak jadi dia harus berhemat secermat mungkin demi masa denpan anaknya.

“Um, aku kesiangan.” Katanya sambil menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak terasa gatal. Ia tersenyum canggung.

“Oh.”


Jam makan siang sudah tiba, Kankurou merengganggakan tubuhnya yang kaku karena berkutat di depan komputernya sejak pagi. Ia menoleh sang Uchiha yang masih sibuk dengan laptopnya. Sejak hari ini, untuk sementara waktu selama 3 bulan ke depan, ia akan berbagi ruangan dengan Uchiha Sasuke. Iapun menghampiri meja Sasuke untuk mengajaknya makan siang.

“Uchiha-san.” Panggilnya. Sasuke mendogakkan wajahnya untuk menatap Kankurou yang kini berdiri di depan mejanya. “ Sudah jam makan siang. Bagaimana kalau kita makan siang dulu.?”

“Hn, terima kasih tapi nanti saja. Silahkan anda duluan saja, Sabaku-san.”

“Baiklah kalau gitu, kalau kau mau menyusul kantin ada di lantai satu.”

Kankurou segera meninggalkan ruang kerjanya untuk makan siang. Selepas kepergian  Kankurou, sasuke menyandarkan tubuhnya ke kursi tinggi miliknya. Ia memutar kursi itu dan melihat pemandangan kota Suna dari lantai 20 peruasahaan Shukaku corp. Masih teringat pembicaraannya dengan Itachi dari malam.

-Flashback-

Sasuke menuangkan cairan berwarna merah itu kegelas tinggi yang sudah ia siapkan di meja. Malam ini adalah malam pertamanya berada di Suna. Ia menyesap cairan merah pekat itu sambil menikmati pemandangan malam dari jendela apartemen mewahnya. Ia memijit-mijit kepalanya. Bagaimana tidak, sekali lagi anak buahnya melaporkan bahwa mereka belum menemukan Narutonya. 8 tahun, sudah 8 tahun dia mencari tetapi sampai sekarang ia sama sekali belum menemukan titik terang keberadaan sang pujaan hati.

Sasuke menghela napas.

Apa ia harus menyerah?

Apakah mereka memang tidak ditakdirkan bersama?

Ia meminum cairan merah itu dalam sekali teguk kemudian mengisi kembali gelasnya.

Tut Tut Tut

“Moshi-moshi, Sasuke, ini Itachi. Kalo kau mendengar panggilanku segera hubungi aku. Ada masalah penting yang ingin kubicarakan denganmu. . . Tentang wanita gila itu.”

Tut Tut Tut

Awalnya ia ingin mengabaikan telpon itu. Tapi saat mendengar nama perempuan itu di sebut, ia berubah pikiran. Ia terigat pada nona muda Yamanaka yang sempat menjadi istrinya itu. yang bertanggung jawab atas penyesalannya saat ini. Yang dengan tidak tau malunya masih mengejar-ngejarnya sampai saat ini.

“Moshi-moshi.”

“Sasuke?.”

“Hn, ada apa kau menghubungiki Tachi.”

Che, yang sopan sedikit dengan Aniki-mu ini. Panggil aku Nii-san.

“Hn.”

Ck.” Itachi mendengus kesal. “ Aku ingin memberi taumu bahwa mantan istrimu tadi datang kemari.

“Ino?.”

Siapa lagi?.”

“Mau apa dia?.”

Dia berusaha menghasut Kaa-san agar kau bisa kembali padanya.”

“Cih dasar tidak tau malu.”

Hati-hatilah Suke. Meski aku yakin baik Kaa-san atau Tou-san tidak akan menyetujui kau kembali padanya. Tapi kau tetap harus hati-hati. Dia itu wanita licik. Dia bisa melakukan apapun untuk mendapatkanmu.”

-Flashback End-

Sasuke memikirkan kata-kata kakaknya tadi malam. Jika benar yang dikatakan kakaknya tadi malam, berarti ia harus bersiap-siap menghadapi wanita licik itu.

Tok tok tok.

“Yo! Suke-chan.” Suigetsu langsung menerobos masuk. Karin dan Juugo berada di belakangnya sambil menggelengkan kepalanya  saat melihat kelakuan Suigetsu.

“Berani kau memanggilku seperti itu. akan kupastikan kau di depak dari Uchiha corp. juga jepang.” Katanya sambil mendeathglare Suigetsu.

“Hahahaha.” Sayangnya pria berambut putih itu sama sekali tidak gentar.

“Suke-kun, kami membawakan makan siang untukmu.” Kata Karin seraya meletakkan bungkusan berwarna coklat diatas meja kerja Sasuke.

“Hn.” Sasuke hanya menanggapinya datar.

“Makanlah, akan sangat merepotkan jika kau sakit di sini.” Kata Juugo. Pria berambut orange itu sudah mengaggap Sasuke sama seperti keluarganya. Juugo adalah seorang yatim piatu. Sejak kecil, ia tinggal di panti asuhan. Ia hanya lulusan SMA dengan nilai pas-pasan. Ia tidak berharap mendapat pekerjaan yang bagus dengan kemampuan akademiknya. Tapi takdir berkata lain  saat ia dipertemukan dengan Sasuke. Entah apa yang dilihat pemuda raven itu padanya hingga ia langsung diangkat sebagai salah satu asisten pribadi presdir muda itu.

“Kau . . . masih mencarinya ya?.” Tanya Karin.

Sasuke memandang Karin sejenak lalu mengalihkan pandangannya kea rah jendela. Ia tersenyum miris.

“Bagaimana aku tidak mencarinya jika dia adalah cintaku. Dia membawa hati dan jiwamu bersamanya. Ia menghilang. Itu semua karena kebodohanku.”

“Sasuke . . .” lirih Karin. Awalnya ia merasa marah saat tau apa yang pria raven itu lakukan pada sepupunya tapi saat melihat keadaan Sasuke. Dia justru merasa kasian.

“Tenanglah suatu saat kalian pasti akan bertemu lagi.”

.

.

.

Inoichi memasuki manshionnya. Ia disambut oleh beberapa pelayan.

“Bagaimana keadaan Ino?.”

“A-anu tuan. Nona Ino mengamuk dan kami tidak berani mendekati kamarnya.” Kata salah seorang pelayan.

“Apa?.”

Inoichi langsung melangkahkan kakinya ke lantai 2 menuju kamar putri kesayangannya, Ino. Ia membuka pintu berwarna putih yang dihiasi ornament emas. Inoichi sangat terkejut saat melihat keadaan kamar putrinya. Kamar itu benar-benar hancur. Apakah ini perbuatan Inonya yang manis dan penurut?.

“Ino sayang.”

“Pergi!! Pergi!!!.” Teriak Ino histeris. Wanita itu tampak mengerikan dengan rambut acak-acakan. Penampilannya sekarang benar-benar sedah seperti orang gila.

“Ino sayang. Ini ayah.”

“Ayah?. Ayah.”

“Ya ayah sayang.” Inoichi memeluk putrinya yang dalam keadaan mengerikan.

“Ayah. Sasuke meninggalkanku hiks. Aku mencintainya ayah . . . “

“Ya ayah tau.”

“Apa yang harus kulakukan ayah? Aku ingin Sasuke. Aku ingin Sasuke. Hiks hiks.” Ino mencengkram jas yang dikenakan ayahnya. “Bantu aku mendapatkan Sasukeku kembali. Aku tidak bisa hidup tanpanya.”

“Ino. . .”

“Aku akan mati tanpa Sasuke. Aku tidak mau hidup tanpa dia.”

Inoichi menatap miris kepada putrinya. Putrinya yang dulu manis kini berupah menyedihkan seperti ini. Apa yang harus dia lakukan untuk mengembalikan Ino seperti dulu?.

“Baiklah, ayah akan membantumu.”

.

.

.

 -TBC-

.

.

.

Hello meet me again. This Stupid-a-bit-Crazy-girl Gothiclotita89 ^_^

Gomenne masih adakah yang nungguin ff  gak mutu ini?

Well, thanks kalo masih ada  hehehe.

Gak nyangka kalo ada yang baca ni FF (Kirain Cuma Dee-chan aja yang baca).

Is it too short?. Jangan bilang pendeknya (TT_TT)

Ini aja ngetik sampe 20 halaman di ms word.

Last but not least.

Thanks buat yang RnR ff saya dan sekali lagi maaf kalo saya update lama. Sudah dari awal saya bilang kalo saya orang yang agak lemot ngetik n moodian jadi yang gini deh. Tapi saya akan tetep nulis ini sampe end ^_^

So don’t worry.

.

.

.


1 komentar:

  1. Mau tanya Fic here we end kok not found sih di fanfic. Bukannya blm lama ini thor update baru? Aku dpt notifnotifikasinya ko, cuma blm ssempet liat eh keburu not found duluan.. hem baisa post ulang gak, kalau gak post disini aja?
    Thanks

    BalasHapus