Kamis, 26 Desember 2013

FF Memories Chapter 1. My Life Now




Disclaimer      : Naruto isn’t mine.

Genre             : Terserahlah.

Rate                : T-M

Warning         : Broken pair, Frontal, cheating and hatred. OOC (ok, saya menyerahkan sepenuhnya pada reader, saya tidak mematok bagaiman sifat charanya).
Don’t like don’t read

Pair                 : Sasufemnaru slight Shikafemnaru (ditulis biar kaga ada yang komplen :P).

.

.

.

.

.

Cast

Uchiha Sasuke

Nara (Uzumaki) Naruto

Nara Shikamaru.

Uzumaki Karin.

Nara Shikaku.

Cast lain menyesuaikan.

.

.

.

Summary: Saat masa lalu datang kembali membawa sejuta kenangan indah dan juga kenangan buruk. Apakah kamu akan berbalik ataukah lari?

.

.

.

Chapter 1. My Life Now

.

.

.

Wanita itu menatap kearah langit malam yang begitu gelap dari balkon kamar tidurnya. Tidak ada bintang dan bulan yang biasanya bertengger disana. Langit itu tertutup mendung seperti yang sekarang dialami wanita ini. Tanpa terasa air matanya terjatuh. Sungguh kerinduan ini terasa begitu menyakitkan.

“Mom.”

Buru-buru Naruto menghapus air matanya. Ia tidak mau sang anak melihat ketidak berdayaannya.

“ Ada apa baby.” Naruto menghampiri putra semata wayangnya itu. Anak kecil yang baru berumur 4 tahun itu berdiri di dekat pintu balkonnya. “Tidak bisa tidur eh? Mau tidur dengan Mommy?.”

Bocah itu mengangguk. Naruto tersenyum. Ia lalu membawa bocah itu ke tempat tidurnya. Membaringkan tubuh mungil itu lalu memeluk erat putranya. Kebiasaan bocah saat tidak bisa tidur, dia harus memeluk orang tuanya.

“Chika lindu Dad. Chika mau meluk Dad.” Tanyanya dengan polos.

Deg!

Naruto merasa darahnya membeku. Dipandangnya sang anak dengan sedih.

“Mom juga rindu sama Dad. Sekarang Shika bobo dulu. Shika tidak maukan kalo hari pertama terlambat sekolah?.” Katanya mengalihkan perhatian sang buah hati.

“Eum.” Bocah itu mengangguk lucu.

Naruto memeluk erat putranya. Anak itu berbaring di ranjang queen size  lalu memasukkan tubuh kecilnya ke selimut ibunya. Ia memeluk pinggang Naruto dengan erat.

Naruto menangis dalam diamnya. Ia mencium puncak kepala putranya.

‘Shikamaru, andai kau masih ada disini. Apa yang harus kukatakan pada anak kita?.’

.

.

-Flashback-

Naruto tampak senang. Dengan cekatan ia menata masakannya di atas meja. Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahannya yang kedua. Ia sudah menyiapkan kejutan makan malam romantis untuk sang suami. Wajah Naruto memerah membayangkan reaksi suami tercintanya. Shikaku yang baru berusia 6 bulan sudah tertidur jadi tidak akan mengganggu rencananya karena anak itu terbiasa tidur sampai pagi.

Ting Tong.

Naru terbangun dari lamunannya. Senyumnya merekah. Mungkinkah Shika sudah pulang? Ia menghampiri pintu depan apartemennya dengan riang. Tapi senyumannya hilang saat pintu rumahnya terbuka.
Bukan Shikamaru.

Bukan suaminya yang ada disana.

Tapi 2 orang asing yang sama sekali tidak dikenalnya.

2 orang asing berseragam polisi.

Naruto sedikit takut.

Kenapa ada polisi datang kerumahnya?.

“Maaf apa ini rumah tuan Nara?. Bisa kami bicara dengan keluarganya?.” Tanya salah seorang polisi itu.

“Ya, saya istrinya. Ada apa dengan suami saya?.” Tanya Naruto. Hatinya kian resah terlebih saat melihat tatapan iba kedua polisi itu. Naruto mengerutkan alisnya. Entahlah, ada semacam firasat buruk yang menghampirinya.

“Suami anda terlibat dalam sebuah kecelakaan dan meninggal seketika di tempat kejadian.”

Naruto membulatkan matanya.

Malam itu menjadi mimpi buruk bagi Naruto. Sedikit kebahagiaannya kini menghilang seketika. Dan sekarang disinilah dia. Di pemakaman umum Konoha. Sesuai dengan keinginan suaminya yang ingin dimakamkan di tanah kelahirannya di samping makam kedua orang tuanya. Pemakaman itu hanya dihadiri Naruto dan beberapa petugas penjaga makam dan beberapa teman sejawat Shikamaru semasa jadi dokter disebuah rumah sakit terkenal di New York sebagai perwakilan bela sungkawa. Wajar saja, tidak mungkin mereka meninggalkan pasien mereka meski yang meninggal adalah rekan mereka sendiri. Selama hidupnya, Shikamaru dikenal sebagai dokter bedah yang jenius dan sangat berbakat. Banyak yang merasa kehilangan sosoknya.

Sejak jasad Shikamaru dimasukkan kedalam makamnya, Shikaku terus saja rewel dan menangis. Seolah balita itu tau bahwa kini ia tidak akan lagi bisa bertemu dengan sang ayah. Naruto menangis dalam diamnya. Mulai sekarang ia harus berjuang sendiri untuk membesarkan putra semata wayangnya. Ia harus menjadi ibu yang tangguh untuk Shikaku.

Rupanya Shikamaru selalu penuh dengan perhitungan. Tanpa sepengetahuan Naruto, ia telah mempersiapkan asuransi pendidikan dan kematian dengan jumlah yang tidak sedikit. Naruto dapat bernafas lega karena paling tidak ia dan putranya tidak akan mati kelaparan. Tapi ia tau, uang-uang itu tidak akan bertahan lama jika dia tidak pintar-pintar mengaturnya. Dengan uang itu, Naruto memutuskan untuk membangun sebuah restoran makanan jepang di dekat tempat tinggalnya.

Dalam beberapa tahun, usahanya berkembang dengan sangat baik hingga ia bisa memiliki beberapa cabang di New york, LA dan Beverly Hills. Ia dan Shikaku dapat hidup berkecupan dari hasil usahanya, lebih malah.

Sampai saat Shikaku menginjak usia 4 tahun. Naruto memutuskan untuk meninggalkan New York dan kembali ke tanah kelahiran suaminya, Konoha.

-Flashback Off-

.

.

“Shika, Ayo cepat. Nanti kau bisa terlambat baby.”

“Cebental mom, Chika belum memakai daci.” Anak berambut hitam itu terdopoh-gopoh menghampiri ibunya yang sejak tadi menunggu di pintu rumahnya.

“Aish baby. Kenapa dengan dasimu hmm?.” Tanyanya saat melihat dasi pita yang dipakai putranya terlihat berantakan. Ia lalu merapikannya dengan cepat. “Nah siap.” Ucap Naruto.

Ia pun segera menggendong Shikaku dengan sayang dan segera berangkat ke play group yang jaraknya hanya 5 menit berjalan kaki dari apartemennya. Naruto membawa Shikaku dengan berjalan kaki dari rumahnya. Ditengah perjalanan, iapun berbicara pada Shikaku.

“Nah Shika, mulai hari ini panggil mom dengan Kaa-san ne.” bujuknya pada sang putra.

“Kaa-chan?.”

“Ya, Kaa-san itu panggilan Mommy di sini. Mengerti?.”

Anak itu mengangguk dengan semangat. “Hai’ Kaa-chan.”

Naruto menurunkan Shikaku di depan pintu kelasnya. Dia mensejajarkan tingginya dengan sang anak.

“Anak Kaa-san jangan nakal ya, dengarkan apa kata ibu guru. Nanti sore jangan pulang sebelum Kaa-san jemput ne.”

“Ya. Kaa-chan. Chika janji jadi anak baik.”

“Ah, jangan lupa ne. Kaa-san sudah menyiapkan makan siang dan snack untuk Shika di tas. Nanti bagi kuenya ke teman-teman  Shika.”

“Um.” Anak itu mengangguk dengan semangat.

Naruto berdiri dari tempatnya.

“Bu guru, saya titip Shika. Tolong jaga dia ne.”

“Ya.” Jawab guru perempuan itu dengan ramah. Guru pirang itupun mengajak Shika untuk bergabung ke dalam kelas dengan teman-temannya. Naruto tersenyum.

“Bye bye Kaa-chan.” Anak itu melambaikan tangan kecilnya sebelum akhirnya masuk ke dalam kelasnya.
Naruto pun membalas lambaian itu. Setelah memastikan Shikaku baik-baik saja. Naruto segera beranjak dari playgroup itu. hari ini ia ada janji penting dengan salah satu agen property. Ia berniat membangun usaha disini. Bagaimanapun ia berencana tinggal lama di kota ini bukan?.

“Bagaimana nyonya?. Gedung ini masih baru dan letaknya sangat strategis. Cocok sekali jika anda membangun café disini. Tempat ini selalu ramai saat jam makan siang. Saya jamin anda tidak akan menyesal jika membeli yang satu ini.” Kata sales itu.

“Ah, tapi harganya sedikit lebih mahal. Aku tidak punya cukup uang untuk ini.”

“Oh, apa saya lupa mengatakannya?.” Tanya Sales itu. “Hari ini adalah hari ulang tahun perusahaan kami yang ke sepuluh tahun. Jadi kami memberi potongan harga sebesar 30% untuk pembelian property hari ini.”

“Benarkah?.” Tanyanya dengan muka berseri

“Ya. Nyonya. Tawaran ini hanya berlaku untuk hari ini saja. Anda juga akan mendapat potongan 15% lagi jika membayar lunas.”

Wajah Naruto berseri-seri. Awalnya dia akan menyerah mendapatkan gedung ini tapi ternyata nasib baik datang menghampirinya. Ia merasa mendapat durian runtuh hari ini. Hidupnya benar-benar berjalan dengan mudah. Naruto selalu berpikir mungkin Tuhan menyayangi anaknya hingga ia bisa mudah mendapatkan uang untuknya dan Shika.

“Baiklah, aku ambil yang ini.”

Tidak tahukah ia jika ada orang lain yang selalu membayanginya? Mengawasinya setiap saat?.

.

.

.

Di tempat lain, seorang pria dewasa sedang memandang pemandangan kota dimalam hari dari jendela kaca apartemen mewahnya. Tangan kanannya membawa sebuah gelas tinggi yang berisi cairan berwarna merah. Sesekali ia menyesap cairan itu untuk menghangatkan tubuhnya.

Pip pip pip

Telpon genggamnya bergetar di atas meja di dekat jendela itu. Pria itu meliriknya sebentar lalu berjalan mendekati meja. Ia meletakkan minumannya dan mengangkat panggilan itu.

“Ada apa?.”

“. . . “

“Baiklah, lakukan dengan rapi. Aku ingin kau mengikutinya.”

“ . . . “

“Lakukan apapun. Berapapun biayanya akan aku berikan.”

“ . . . “

Pria itu tersenyum.

“Aku ingin dia  mendapatkan apa yang dia inginkan. Kau harus membantunya diam-diam. Mengerti?.”

Ia kemudian menutup telponnya. Beberapa saat kemudian, ia menekan sebuah nomor.

“Pesankan aku tiket VIP ke Konoha. Secepatnya.”

Pria itu menutup kembali telpon genggamnya lalu meleparkannya ke sofa. Ia kembali ke tepi jendela untuk menikmati pemandangan malam yang indah.

Ia meremas dadanya. Jantungnya berdegup kencang malam ini.

“Apa kau juga mencemaskannya?.” Tanyanya entah pada siapa. “Jangan khawatir. Aku akan menjaganya untukmu.”

.

.

.

‘Arigatou Shikamaru-san’

.

.

.

-TBC-





Tidak ada komentar:

Posting Komentar