Selasa, 31 Desember 2013

FF Here We End Chapter 4. Who are you?




.

.

.

Disclaimer      : Naruto is not mine. I just borrow the name.

Rate                : M

Genre             : Hurt, family,Mpreg, etc.

Warning         : Ending tergantung mood. EYD yang nggak jelas, OOC, BoysxBoys, banyak typonya.

Don’t like don’t read.

Purely made by : Gothiclolita89

.

.

.

Chara

Uzumaki Naruto (Namikaze Haruki (28 tahun)

Uchiha Sasuke (28 tahun)

Namikaze Menma (7 tahun, maaf dichapter kemarin loli salah nulis umurmu 6 tahun)

Sabaku no Gaara (26 tahun)

Yamanaka Ino (28 tahun)

.

.

.

.

.

.

“Ada apa Kankurou-san?.” Tanya Shikamaru selaku ketua tim IT.

“Ah ya perkenalkan mereka ini dari Uchiha Corp. Sementara mereka akan berkantor di gedung ini selam 3 bulan kedepan. Kuharap kalian memberi hasil kerja terbaik. Iya kan Uchiha-san.”

“Kalau begitu mohon kerjasamanya.” Pria berambut raven itu mengeluarkan senyum penuh pesonanya. Ia mengedarkan pandangannya ke anggota IT hingga ia menangkap sosok yang dia kenali.

‘Ah dia kan. . .’

.

.

.

Chapter 4. Who are you?.

.

.

.

-Naruto POV-

Kenapa?

Kenapa dia muncul lagi saat aku sudah bahagia?

Kenapa takdir begitu senang mempermainkanku?.

Tidak tidak tidak. Kau harus tenang Naruto.

Dia tidak mungkin mengenalimu.

Dia tidak akan mengenali penyamaranmu yang sempurna.

-End Naruto POV-

.

.

-Sasuke POV-

“Kalau begitu mohon kerjasamanya.”

Ah, dia . . .

Aku melihat wajah itu. Wajah yang kulihat tadi malam.

Wajah yang anehnya membuatku tertarik.

Entahlah, aku seperti mengenalnya.

Tunggu dulu!

Kenapa ia tampak begitu pucat?

Apa dia sakit?

Er- atau takut padaku?

Tapi kenapa?

-End Sasuke POV-

.

.

“Karena itu mohon kerjasama kalian untuk 3 bulan kedepan. Aku sungguh berharap kalian bisa menunjukkan hasil kerja terbaik selama Uchiha-san ada di perusahaan kita.”

Naruto terus menundukkan kepalanya. Dia tidak berani melihat Uchiha itu karena takut rahasianya terbongkar. Naruto terlihat pucat dan nampaknya bukan hanya Sasuke yang menyadari hal itu.

“Haruki, kau tidak apa-apa?.”

“Apa kau sakit? Wajahmu pucat sekali.” Tanya Konan khawatir.

“Da-daijoubu desu.” Jawab Naruto. “Aku hanya sedikit lelah karena kemarin menemani anakku seharian.”
Jawabannya menenangkan semua orang. Kecuali satu orang tentunya. Shikamaru terus menerus memperhatikan gerak gerik Naruto. Ia sedikit curiga dengan reaksi Naruto saat melihat Uchiha Sasuke. Otak jeniusnya terus memikirkan kemungkinan yang ada.

‘Apa Haruki kenal dengan Uchiha Sasuke? Hmm sepertinya tidak mungkin. Tapi kenapa dia terlihat ketakutan?. Ini aneh, aku harus mencari tau.’

Naruto berusaha meredakan detak jantungnya yang cepat. Tidak! Ia tidak boleh dikenali saat ini. jangan sampai Sasuke mengenalinya. Benar, penyamarannya begitu sempurna. Tidak akan ada yang tau siapa dirinya. Pikir Naruto. Ia terus menyakinkan dirinya bahwa tidak akan ada yang mengenalinya saat ini.
Ia hanya perlu bersikap biasa.

Benar.

Hanya perlu bersikap biasa dan tidak akan ada hal buruk yang terjadi.

Hanya harus bersabar selama 3 bulan dan semua akan baik-baik saja.

.

.

.

Sebuah mobil benz berhenti di depan kediaman utama Keluarga Uchiha. Sang supir buru-buru membukakan pintu belakang mobil mewah itu. Seorang wanita berbaju biru muda turun dari mobil itu. Dia memandang rumah megah itu sembari tersenyum. Sopir itu mendekati sang nona dan menyerahkan sebuah bingkisan yang ada ditangannya.

Ino itu memasuki rumah bergaya jepang tradisonal itu dengan anggun. Ia sudah menyusun rencana yang rapi. Dia harus dapat membuat mantan mertuanya kembali bersimpati padanya.

‘Hanya aku yang pantas menjadi menantu keluarga ini, hanya aku. Bukan orang lain.’ Pikir Ino seraya melangkah dengan angkuh ke kediaman Uchiha itu.

.

.

.

-Flashback-

Pria itu menatap kosong jendela apartemennya. Mata biru indahnya terlihat redup seredup langit yang sejak pagi tertutup awan mendung. Entah apa yang ia rasakan sekarang ini. Setelah satu tahun, akhirnya dia kembali. Berharap dapat bahagia bersama kekasihnya. Tapi apa yang dia dapatkan.

Hanya sebuah kabar mengejutkan yang menghancurkan impiannya. Kekasih yang selama ini dirindukannya telah menikah dengan orang lain. Tidak hanya itu, kini ia bahkan sudah memiliki calon anak. Hatinya hancur lebur. Semua janji manis yang diucapkannya dulu hanyalah omong kosong belaka.

“Naruto kumohon maafkan aku. Ini tidak seperti yang kau pikirkan. Aku . . . aku hanya mencintaimu.”

“Pergilah.” Jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dari jendela. Seolah pemandangan diluar sana lebih menarik dari pria tampan yang sedang berlutut dihadapannya.

“Tidak, kumohon. Aku sangat mencintaimu. Aku . . .”

“Kubilang pergi! Apa kau tuli hah?.” Bentak pemuda pirang itu. kini dia memandang pria itu dengan penuh amarah. Tidak ada seorangpun yang tidak akan marah jika ia dikhianati bukan?. Begitupun Naruto, pria pirang itu.

Bukannya pergi, pria berambut raven itu malah berdiri dan memeluknya dengan erat. Sekalipun pemuda pirang itu terus meronta.

“Lepaskan aku brengsek, jangan menyentuhku!.”

Tidak peduli seberapa kuat pria pirang itu meronta, Sasuke tidak sedikitpun mengendurkan pelukannya. Ia tau, ialah yang bersalah disini. Seandainya saja dia bisa mengendalikan dirinya, semuanya tidak akan jadi begini.

“Wa-waktu itu aku mabuk dan . . . aku merasa melakukannya denganmu. A-aku tidak tau apa yang terjadi. Tapi pagi hari . . . dia sudah ada disamping tempat tidurku. Sungguh Naruto. Aku hanya mencintaimu. Aku akan menceraikannya setelah anak itu lahir. Aku berjanji dan  kita akan hidup bahagia selamanya.

“Bohong! Kau bohong. Hiks hiks. Kau brengsek!.” Ia histeris. Mata biru indah itu mulai mengeluarkan air mata.

“Aku mencintaimu, hanya mencintaimu. Percayalah padaku.” Ucap Sasuke. Betapa sakit hatinya saat melihat orang yang sangat dicintainya menangis histeris. “A-aku sudah menolaknya. Tapi dia hamil. Orang tuaku memaksaku menikahinya. Ma-maafkan aku Naruto.  Sungguh, aku tidak pernah menyentuhnya lagi setelah malam itu. sekalipun aku melakukannya, aku hanya melihatnya sebagai dirimu.”

Jujur, wanita itu, Yamanaka Ino, mengingatkannya pada Naruto. Mereka memiliki rambut pirang dan mata berwarna biru. Tapi tidak sedikitpun Sasuke tertarik pada gadis itu. yang ada dihati dan pikirannya hanyalah Naruto dan Naruto. Tidak ada yang lain dan tidak akan pernah ada yang lain. Naruto mulai telah setelah Sasuke meyakinkan betapa ia sangat mencintainya.

“Kalau begitu. . .” Naruto menghapus kasar airmatanya. Keputusannya sudah bulat. Dia tidak akan menyerahkan Sasuke pada siapapun termasuk pada wanita yang kini berstatus sebagai istri kekasihnya itu. ia meyakinkan dirinya bahwa Sasuke adalah haknya. Ia tidak mencuri apalagi merampasnya karena sejak awal Sasuke sudah menjadi miliknya. Jauh sebelum mereka menikah. Dan Sasuke sangat mencintainya, hanya mencintainya. Egoiskah?

“. . . Aku juga ingin menikah denganmu.”

Sasuke kaget dengan perkataan kekasihnya. Ia melepaskan pelukannya dan memandang wajah sang kekasih. Tidak ada keraguan dimata biru yang sangat disukainya itu.

“Tapi. . .”

“Kau mencintaiku bukan? Kalau begitu ayo kita menikah. Tapi kau harus tau, aku tidak mau menjadi istri keduamu. Aku mau menjadi yang pertama dan satu-satunya. Aku lebih berhak daripada wanita itu. kalau kau menikahinya karena anak, maka kau menikahiku karena cinta.”

Sasukepun akhirnya menikahi Naruto diam-diam. Sasuke membeli sebuah apartemen baru untuk mereka berdua. Mereka bahagia. Sasuke lebih sering menghabiskan waktunya diapartemen baru miliknya dan Naruto. Sasuke dan Naruto benar-benar merasakan yang namanya pengantin baru. Sesuatu yang tidak pernah Sasuke rasakan dengan Ino, istrinya. Mereka begitu terlena hingga tidak menyadari bahwa Ino, istri Sasuke yang lain, mulai mencurigai mereka. Wanita licik itu akhirnya tau hubungan suaminya dan pemuda pirang itu dari beberapa orang yang ia bayar untuk memata-matai suaminya. Tanpa sepengetahuan Sasuke, wanita itu merencanakan sesuatu yang bisa memisahkan mereka berdua. Hingga kesalah pahaman itu terjadi.

Plakkk!

“Aku sudah tidak tahan lagi!. Kau! . . . aku akan segera mengirimkan surat cerai untukmu!!!.”  Katanya dengan marah. Ia meninggalkan Naruto yang masih berdiri kaku dan memegang pipi kirinya yang terasa panas.

Tes.

Tes.

Tes.

Air matanya mengalir dengan deras.

Sebegitu cepatkah kebahagiannya harus berakhir?

Hanya 2 bulan saja?

Betapa kejamnya takdir mempermainkannya.

Dulu kedua orang tuanya yang meninggalkannya.

Sekarang orang yang dicintainya.

Bahkan lebih buruk dari itu.

Orang yang dicintainya kini mmembencinya.

Membencinya atas kesalahan yang bahkan tidak dilakukannya.

Kini tujuan hidupnya sudah tidak ada.

Kalau saja ia tidak mengingat kondisinya saat ini, mungkin ia akan bunuh diri.

Tapi tidak, ia tidak selemah itu.

Huft.

Baiklah, mari kita akhiri semuanya dan kita mulai dari awal lagi.

Sangat - sangat awal.

Naruto meletakkan sebuah map diatas meja. Map yang beberapa hari lalu diberikan oleh pengacara mantan suaminya. Ia tersenyum miris. Bahkan Sasuke tidak sudi melihatnya untuk yang terakhir kalinya.Ia sudah menandatanganinya bahkan ia sudah melegalisir perceraiannya sendiri. Tidak lupa ia meletakkan sebuah surat dengan kertas berwarna kuning diatas map itu.

Naruto mengusap perutnya dengan sayang.

“Maafkan aku yang tidak bisa mempertahankan ayahmu. Maafkan aku yang terpaksa memisahkan kalian. Tapi percayalah ini demi kebaikan kita. Aku yang akan jadi ayah untukmu. Kita akan hidup berdua, hanya berdua saja. Kita pasti bisa melalui ini semua.” Ia menghela nafas.

Naruto menarik tasnya dan melangkah pergi dari apartemen tempat ia menghabiskan waktu selama tiga bulan ini. Meninggalkan semua kenangan manis dan pahit bersama orang yang dicintainya untuk memulai hidup baru di tempat lain. Tempat yang sangat jauh. Tempat dimana tidak akan ada yang bisa mengenalinya.

-End Flashback-

.

.

.

“ . . . ruki . . . Haruki. . .”

Haruki tersadar dari lamunannya.

“Eh . . . em . . . ada apa?.”

Gadis itu, Konan, memiringkan kepalanya. “Kamu tidak apa-apa?.”

“Ya, aku hanya sedikit . . . .” Ia menjeda ucapannya. “ . . . lelah.”

Lelah dan shock.

Itulah yang dirasakan Haruki sekarang. Bagaimana tidak, setelah lama hidup tenang kini tiba-tiba saja masa lalu kembali menghampirinya. Pria manis itu terlarut dalam pikirannya sendiri hingga tidak menyadari gerak geriknya selalu diperhatikan oleh Shikamaru yang semakin curiga padanya. Ia memang tidak yakin kalau Haruki memiliki niat jahat tapi ia penasaran tentang latar belakangnya. Dia memiliki surat-surat sempurna dan resmi tapi anehnya saat dilakukan pengecekan di alamat yang tertera di suratnya, tidak ada satupun yang mengenal nama Namikaze Haruki. Benar-benar sangat aneh dan mencurigakan.

Satu kemungkinan yang ada dipikiran Shikamaru.

Haruki menghack data pemerintah dan mengubah identitasnya.

Tapi apa itu mungkin?.

Menghack data apalagi milik pemerintah bukan hal yang mudah semudah membalikkan kedua tangan.

Selain karena memiliki perlidungan berlapis, salah sedikit saja akan fatal akibatnya.

Hacker tersebut dapat dilacak dan menerima hukuman berat karena berani mengacak-acak rahasia negara.

Hacker profesionalpun akan kesulitan untuk melakukannya.

Shikamaru memikirkan kemungkinan lain lagi.

.

.

.

Sementara itu di TK, Menma sedang mengikuti pelajaran yang di berikan senseinya. Pertambahan dan pengurangan yang menurut Menma sangat membosankan. Tentu saja membosankan, karena dia sudah menguasai itu saat usianya masih 3.5 tahun. Salahkan otaknya yang terlalu cerdas hingga ia mampu berpikir diatas rata-rata.

Menma hanya memperhatikan teman-temannya yang sangat antusias dengan pelajaran yang diberikan gurunya. Guru-guru Menmapun sudah tau kemampuan Menma yang jauh melebihi usianya. Karena itu kadang mereka bingung bagaimana harus memperlakukan anak itu. mereka bahkan sudah memberi anjuran agar Menma dapat mengikuti kelas akselerasi setelah ia lulus dari TK.

Setelah jam matematika kini saatnya jam untuk melukis. Salah satu pelajaran favorit Menma. Bukan hanya karena ia menyukai menggambar tapi juga karena ia mengidolakan guru lukisnya. Iruka namanya, guru lukis di TK itu yang sangat disukai Menma. Menurutnya sifat Iruka mirip dengan sifat papanya karena itu ia merasa nyaman di dekat Iruka.

Iruka menyuruh murid-murid lucunya untuk menggambar bunga yang mereka sukai di halaman TK itu. anak-anak kecil itu tampak antusias dan mulai berpencar mencari bunga yang disukainya. Sejak dulu Iruka memang bercita-cita menjadi guru karena ia sangat menyukai anak-anak. Ia bahagia saat melihat senyum ceria murid-muridnya. Perhatianya teralih pada seorang anak kecil yang kini sedang duduk di bawah pohon sakura. Ia tampak serius. Berbeda dengan teman-temannya. Irukapun menghampirinya.

“Menma-kun.” Panggilnya.

Anak itu mendongak. “Ya, sensei?.”

“Menma tidak bergabung dengan teman-teman?.” Tanyanya.

Anak berambut raven itupun menggeleng. “Menma akan menggambar bunga itu.” Ditunjuknya sebatang bunga matahari yang tumbuh tidak jauh dari pohon tempatnya duduk.

“Bunga matahari? Menma ingin menggambar bunga matahari.”

Anak itu mengangguk. “Papa sangat suka bunga matahari.” Katanya senang. Rencananya ia akan menunjukkan gambarnya nanti pada sang ayah.

“Begitu, papa Menma suka dengan bunga matahari?.” Tanya Iruka. Dirinya memang sudah beberapa kali bertemu dengan Haruki, ayah Menma. Seorang pria yang tidak kehilangan senyumannya walau beban yang dipikulnya cukup berat. Ia tau membesarkan anak seorang diri tidaklah mudah apalagi diusia semuda Haruki. Tapi pria itu berhasil membesarkan anaknya dengan baik.

“Sebentar lagi Menma akan lulus TK bukan?. Nanti Menma akan melanjutkan kemana?.” Tanyanya.

“Umm, belum tau. Tapi Menma ingin melanjutkan di sekolah yang gratis.” Jawabnya dengan polos. “Dengan begitu papa tidak perlu lembur lagi dan bisa menemani Menma bermain.”

Iruka tersenyum mendengar jawaban Menma. Sejenius apapun, anak itu hanyalah seorang anak kecil yang masih berumur 7 tahun. Sejak masuk sekolah, Menma memang sudah mendapat banyak tawaran beasiswa karena IQnya yang sangat tinggi. Seharusnya sekarangpun Menma sudah bisa masuk kelas 6 SD tapi ditolak oleh Haruki selaku orangtua Menma dengan alasan anaknya masih terlalu kecil untuk berinteraksi dengan anak-anak yang jauh lebih tua darinya. Ia tidak ingin anaknya kehilangan masa kanak-kanaknya lantasan harus serius belajar. Haruki akan memasukkan Menma ke kelas khusus setelah ia lulus dari TK nanti.

.

.

.

@Uchiha Mansion

“Kaa-san, apa Kaa-san tidak bisa membujuk Sasuke. Tolonglah Kaa-san, aku masih mencintai Sasuke. Aku sangat mencintainya.” Pintanya pada Mikoto, sang mantan mertua. Mata birunya berkaca-kaca. Ia harus bisa membuat Mikoto berpihak padanya.

Mikoto menghela nafas. Ia sebenarnya tidak tega tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa.

“Kau tau sendiri sifat Fugaku dan Sasuke. Tidak mudah untuk membujuk mereka. Lagipula . . .” Mikoto melihat iba pada Ino.

‘Fugaku sangat menginginkan cucu yang tidak mungkin bisa didapat darimu, seandainya saja kecelakaan itu tidak terjadi. Mungkin aku masih bisa membantumu.’ Lanjut Mikoto dalam hati.

“Tapi Sasuke sangat menyayangimu Kaa-san, aku yakin dia akan mendengarmu.”

“Sudahlah Ino, lepaskan Sasuke. Dia tidak mencintaimu.” Mikoto menggenggam tangan Ino. Sebagai seorang wanita dan seorang istri ia mengerti apa yang dirasakan oleh Ino. “Lupakanlah Sasuke, mulailah hidup yang baru. Aku yakin kelak akan ada yang menerimamu apa adanya. Percayalah padaku.” Bujuk Mikoto.

“Tidak Kaa-san, aku sangat mencintainya. Aku tidak bisa hidup tanpanya.” Kata Ino mulai menitikkan airmatanya.

“Ino . . .” Mikoto kasian melihat mantan menantunya itu. Ino tidak pernah merasakan cinta suaminya. Ia kehilangan bayi yang dikandungnya dan ia tidak bisa memiliki anak setelahnya. Benar-benar gadis malang. Ia bahkan tidak bisa membedakan cinta dan obsesi untuk putranya.

.

.

.

Jam dinding sudah menunjukkan angka 5. Haruki merapikan meja kerjanya dan bersiap pulang. Ia harus segera menjemput Menma. Ia segera berlari ke lift. Tidak disangka disana ia bertemu oorang yang sangat ingin ia hindari. Siapa lagi kalau bukan Uchiha bungsu.

Kesunyian memenuhi ruang lift yang sempit itu. Haruki berusaha menghindari kontak dengan Sasuke. Meski ia sangat yakin penyamarannya sempurna tapi ia tidak mau ambil resiko.

“Siapa namamu?.” Tanya Sasuke mencoba memulai obrolan.

Haruki terdiam sebentar sebelum akhirnya menjawab. “Namikaze Haruki.”

“Oh.”

Keheningan kembali diantara mereka.

“Oh ya, siapa nama anakmu?.”

Pertanyan itu membuat Haruki terkejut. Pasalnya ia belum pernah mengatakan pada Uchiha bungsu itu bahwa ia sudah memiliki anak. Jangankan memberitahukannya, ini bahkan kali pertamanya mereka bicara setelah Uchiha memasuki Shukaku Corp. Atau jangan-jangan . . .

“Ah maaf. Aku pernah melihatmu menggendong anak kecil berambut hitam. Jadi kukira . . .”

Haruki menghela nafas. Rupanya dia pernah melihatnya dijalan bersama anaknya. Ia bisa tenang sekarang.

“Menma, namanya Namikaze Menma.” Haruki memotong ucapan Sasuke.

Deg!.

‘Kelak jika aku memiliki anak akan kuberi nama Menma. Uzumaki Menma.’

‘Dasar Dobe, kau tidak kasian pada anak itu? Kenapa kau memberi nama yang aneh pada anak-anak?.’

‘Temeeee! Menma itu tidak aneh.’

‘Ya tidak aneh.’ Kata Sasuke. ‘Untuk maniak ramen sepertimu.’

‘Temeeeee!!!’

‘Hahahahaha’

Sasuke teringat pada kenangannya dulu. Kenangan bersama dengan orang yang kini menghilang dari hidupnya.

Tring!

Pintu lift itu terbuka, Haruki langsung melesat meninggalkan Sasuke yang masih tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Grep!

Tangannya dicekal. Iapun menoleh. Dibelakangnya pria itu berdiri dengan gagahnya.

“Kuantar.”

Sasuke tidak mengerti. Tubuhnya bergerak sendiri menahan pria bermata hijau kebiruan yang ada di depannya. Baru kali ini ia tertarik pada orang selain dobenya.

“Eh? Ti-tidak usah Uchiha-san.” Tolaknya dengan halus. Ia merasa tidak tenang berlama-lama dengan Sasuke.

Sasuke menarik tubuh Haruki tanpa mengindahkan kata protes dari pria itu. Ia membawa Haruki ke mobil mewahnya di tempat parkir gedung itu. ia segera melajukan mobilnya keluar dari area parkir. Sasuke bertanya dimana sekolah anknya berada. Mau tidak mau Haruki memberitahukannya pada Sasuke. Di perjalanan ke TK yang hanya berjarak 20 menit itu mereka hanya diam tanpa saling bicara.

“Papa!!!.”

Seorang anak kecil langsung berlari menghampiri Haruki ketika ia turun dari mobil mewah Sasuke. Haruki langsung memeluk anaknya dengan sayang.

“Maafkan papa terlambat.”

“Tidak apa-apa kok. Papa kan sibuk kerja buat cari uang.” Kata Menma. Haruki tersenyum mendengar perkataan Menma.

Sasuke, entah kenapa berdiri mematung melihat pemandangan ayah dan anak itu. ia tidak mengerti tapi hatinya menghangat saat melihat keduanya. Perasaan yang sudah lama tidak pernah ia rasakan. Senyumpun tersungging di wajahnya. Setelah mengucapkan terimakasih pada Iruka sensei yang telah menemani Menma, pasangan ayah dan anak itu bergegas untuk pulang. Kali ini Sasuke tidak mengantar mereka karena jarak rumah dan TK Menma hanya berjarak 10 menit berjalan kaki.

“Anakmu tampan.” Komentar Sasuke sambil tersenyum. Haruki hanya membalas dengan tersenyum kaku kemudian mengucapkan terimakasih pada Sasuke. Haruki menggendong Menma dan membawanya pulang.

.

.

.

‘Andai kau tau kalo Menma anakmu, apa yang akan kau lakukan?.’

.

.

.

-TBC-

.

.

.

Kamis, 26 Desember 2013

Makanan dari bunga


Nah lo, pernah makan makanan yang terbuat dari bunga nggak?.
Kalo saya pernah makan pecel dari bunga turi.

Bunga Turi putih

Nah kalo ini lebih aneh lagi.
Makanan dibawah ini berbahan bunga.

  • Jam (selai)
Suka makan roti selai? Udah bosan dengan rasa selai yang itu- itu aja?. Nah selai dibawah ini bisa jadi altenartif rasa. Biasanya dicampur dengan buah-buahan atau bahan lain.
Lavender Jam
Lavender and rose Jam

  • Jelly
Pernah kepikiran bikin jelly rasa bunga?. Mungkin ini bisa jadi inspirasi buat nyoba resep baru,
Lavender Jelly
  • Cookies
Takut gemuk gara-gara Chocochip? Gimana kalo diganti dengan lavender?
Lavender cookies

Cantiknya Lavender Macaron

  • Cupcakes

Lavender tea cakes
Icing Lavender cake

  • Lemonade

  •  Pies

Lavender Woopie pie
  • Ice cream

Tulip vanila Ice cream
Looks so yummy right? It's just a small amount that i got. Why don't you try them at home? Next time i'll give you the receipe that i got. I'll translate them for you.

FF Memories Chapter 2. The Past




Disclaimer      : Naruto isn’t mine.

Genre             : Terserahlah.

Rate                : T-M

Warning         : Broken pair, Frontal, cheating and hatred. OOC (ok, saya menyerahkan sepenuhnya pada reader, saya tidak mematok bagaimana sifat charanya).

Don’t like don’t read

Di chapter 2 ada beberapa tambahan chara kejutan xixixixi.

Pair                 : Sasufemnaru, xxxfemnaru slight Shikafemnaru (ditulis biar kaga ada yang komplen :P).

.

.

.

.

.

Cast

Uchiha Sasuke

Uzumaki Naruto

Nara Shikamaru.

Uzumaki Karin.

Nara Shikaku.

Mr. X

Cast lain menyesuaikan.

.

.

.

Summary: Saat masa lalu datang kembali membawa sejuta kenangan indah dan juga kenangan buruk. Apakah kamu akan berbalik ataukah lari?

.

.

.

Chapter 2.

.

.

.

“Naru, bisakah kau mendengar permintaan Kaa-san?.” Kata wanita berambut merah itu sambil menunduk. “Tolong . . . tolong berikan Sasuke pada kakakmu Karin.”

Deg!

“Ap-apa yang Kaa-san katakan?.”

“Kaa-san mohon Naruto. Demi kakakmu. Demi Karin.” Katanya memelas.

“Kenapa? Kenapa harus selalu dia?.”

“Karin sangat mencintai Sasuke. Kaa-san mohon lepaskan Sasuke untuk kakakmu. Kaa-san mohon.”

Naruto menatap ibunya dengan pandangan tidak percaya. Bagaimana dia bisa melakuka ini padanya?.

“Aku juga sangat mencintainya!. Seminggu lagi kami akan menikah!” Teriaknya. “Apa masih kurang aku mengalah selama ini?. Saat ada acara orang tua di sekolahku, aku rela Kaa-san dan Tousan tidak datang karena menemani Karin. Aku selalu mengalah padanya sejak kecil. Apa itu masih kurang?. Aku bahkan selalu merasa tidak memiliki orang tua. Dan sekarang aku harus menyerahkan calon suamiku hanya karena dia menginginkannya?.” Teriaknya histeris.

“Karin sangat mencintai Sasuke, Naruto. Kaa-san . . .”

“Kenapa? Kenapa kalian begitu jahat padaku? Apa aku bukan anak kandung kalian hah? Apa aku hanya anak pungut? Kenapa kalian tidak pernah adil padaku?. Selalu saja Karin, Karin dan Karin. Kenapa aku harus memiliki kakak jalang seperti dia?!.” Teriaknya sambil menangis.

“Naruto!!.” Kushina menampar pipi Naruto dengan keras. “Dia kakakmu!.”

“Benar dia kakakku. Kakak yang dengan tidak tau malu menginginkan calon suami adiknya. Bukankah ia pantas disebut jalang?!.” Naruto tertawa sinis. Cukup sudah ia mengalah. Kali ia tidak mungkin melepaskan Sasuke. Ia tidak bisa melepaskan Sasuke. Ia berlari meninggalkan ibunya yang masih shock.

.

.

.

Pria itu keluar dari pesawatnya. Ia menyeret travel bagnya keluar dari pintu kedatangan. Beberapa orang menoleh kearahnya. Tentu saja, wajahnya yang tampan juga rambutnya yang sedikit aneh namun menambah pesona pria muda itu.

Brugg.

Tanpa sengaja dia menabrak seorang pria yang berjalan berlawanan arah dengannya.

“Ah Gomenasai. Maaf aku tidak sengaja.”

“Aku juga salah.” Dia menatap lelaki yang baru saja menabraknya. Pria itu cukup tampan dan sepertinya berusia lebih muda darinya.

Eh? Tunggu dulu!. Sepertinya ia pernah melihat pria ini. Rambut dan mata berwarna gelap. Kulit putih sempurna. Dan rambut yang ditata dengan model yang sangat menggelikan itu . . .

Tidak salah lagi!.

“Maaf aku terburu-buru.” Pria itu membungkuk sekilas lalu beranjak pergi sebelum ia sempat mengatakan sesuatu.

Ia menghela nafas. Tidak lama kemudian seorang pria paruh baya menghampirinya sambil membungkuk.

“Selamat datang tuan muda. Saya sudah menyiapkan jemputan untuk anda.”

Pria muda itu menyerahkan travel bag yang dibawanya kepada pria itu. merekapu berjalan menuju mobil yang sudah disiapkan.

“Apakah semuanya sudah siap.”

“Ya tuan muda. Saya sudah menyiapkan segalanya. Kita bisa memulainya sesegera mungkin.”

“Bagus.”

Merekapun masuk kedalam mobil tersebut dan meninggalkan area bandara international Konoha.

.

.

.


Naruto sudah merekrut beberapa orang untuk bekerja. 3 orang wanita untuk jadi waitress dan 2 orang untuk bagian dapur. Seorang gadis pirang bernama Yamanaka Ino, seorang gadis yang memiliki warna rambut yang mencolok bernama Haruno Sakura, gadis keturunan cina Tenten, juga seorang pemuda berwajah cantik, Haku -yang entah berapa kali Naruto bertanya tentang nama marganya tapi pemuda itu selalu mengelak- dan pacarnya (?) yang bernama Zabusha Momochi –yang meski kelihatan agak menyeramkan seperti yankee tapi entah kenapa makanan dan kue buatannya itu sangat enak dan teruji kelezatannya-. Yah Naruto tau “kelainan” kedua pemuda itu. tapi itu tidak terlalu dipikirkannya. Kenapa? Karena bagi Naruto yang penting mereka bisa bekerja dengan sungguh-sungguh tidak perduli dengan hal lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan mereka bukan.

Rencananya ia akan membuka sebuah coffe shop dan hari ini ia menyuruh karyawannya untuk mendekor café itu. Café bergaya minimalis namun masih menonjolkan nuansa nyaman dan tenang.

“Kaa-chaannnnnnn!.” Jerit anak kecil itu. Tampaknya ia bosan juga karena hanya duduk di pojok café itu sementara kakak-kakak itu bekerja membersihkan dan mempercantik café ibunya.

Setelah pulang dari TK tadi, Naruto langsung membawa Shikaku ke café yang masih dalam tahap pembersihan itu. Untunglah bangunan itu masih baru dan memang di peruntukan untuk café sehingga Naruto hanya perlu menambah sedikit pernak pernik tanpa harus merenovasi ulang semuanya.

“Ada apa Shika-chan.”

“Chika bocannn.” Rajuknya. “Boleh Chika bantu paman itu?.” tanyanya sembari menunjuk Haku yang sedang menyapu.

“Hah, apa-apaan kau bocah hah?! Haku itu milikku. Jangan mendekatinya.” Kata Zabusa posesif.

Mata biru besar Shikaku mulai berkaca-kaca karena bentakan dari sang yankee. Melihat anak bosnya yang hampir menangis, Haku langsung menginjak kaki Zabusa dengan keras.

“Ittaiiiii!!!!.” Pekiknya kesakitan.

“Siapa bilang aku milikmu hah?.” Ini adalah pekerjaan yang sangat sulit didapatnya jadi dia tidak akan melepaskannya begitu saja terlebih karena kebodohan Zabusa. Selama ini Haku sangat kesulitan mencari pekerjaan yang layak dikarenakan orientasinya yang menyimpang(?) dan baru kali ini ada yang menerimanya tanpa memandang kekurangannya tersebut.

“De-demo. . .” Rajuk Zabusa.

“Pokoknya tidak ada jatah untukmu selama seminggu.” Kata Haku sambil menghentakkan kakinya. Ia melangkah meninggalkan Zabusa yang memucat karena mendengar tidak ada jatah untuknya.

Pria itupun segera mengejar Haku untuk membujuknya. Bagaimanapun ia tidak ingin jatahnya hilang begitu sajakan?. Sementara itu Naruto dan yang lain menertawakan sikap Zabusa yang bertampang preman itu bersikap seperti suami yang takut istri. Sementara Shikaku memiringkan kepalanya, tidak mengerti apa yang dilakukan orang-orang dewasa di sekitarnya.

(xixixi kapan lagi bikin Zabusa stress kaya gini kalo gak disini.)

.

.

.

Pria itu sampai dirumah mewahnya pada saat matahari telah terbenam. Beberapa orang pelayan menyambut kedatangannya. Ia melangkah memasuki mansion itu.

“Hishasiburi, Nii-san.” Sapa seorang pemuda berambut merah yang berdiri ditangga yang berhadapan tepat di depan pintu masuk.

“Ck, kenapa aku harus melihat tampangmu disini.” Katanya kesal. Ia melangkah menjauhi pemuda yang masih berumur 20 tahun itu. ia berjalan menuju kamarnya.

“Ara ara kenapa bicara begitu? Bagaimanapun aku ini adikmu satu-satunya loh.” Katanya sambil mengikuti sang kakak. Tak peduli aura membunuh sang kakak. “By the way, kenapa pulang ke Jepang? Bukannya kau sudah betah disana? . . . atau mungkin karena wanita itu?.”

Deg!

Pria itu berhenti berjalan. Tangannya mengepal dengan kuat.

“Am I right, Nii-sama?.” Tanyanya sambil tersenyum mengejek.

“None of your business.” Ia melanjutkan jalannya hingga mereka sampai di depan pintu kamar miliknya.

“Yeah you’re right. But . ..” Ia memasukan kedua tangannya ke dalam kantong celana miliknya. “. . . It’s been so long time ago, you know? Didn’t you just forget it?.” Katanya sambil melangkah pergi.

Pria itu terdiam. Ia mencengkram dada kirinya. Alisnya bertaut seolah merasakan kesakitan yang amat sangat.

‘Bagaimana aku bisa melupakannya jika akulah yang membuat wanita itu kehilangan segalanya? Bahkan dengan nyawakupun aku tidak bisa membayar penderitaan yang dirasakannya.’

.

.

.

Pria berambut raven itu menatap bosan pemandangan jalan Konoha. Entah kenapa sejak datang ke kota ini kemarin ia selalu teringat akan sosok wanita itu. Wanita yang beberapa tahun lalu menghilang entah kemana.
Ia menghela nafas.

“Sasuke-sama. Tidak baik menghela nafas seperti itu. Kata orang jika anda menghela nafas maka kebahagiaan akan menghilang.” Kata asisten pribadinya yang duduk di sebelahnya.

“Hn.” Jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dari jendela mobil.

Ia melamun sampai mata onixnya menangkap bayangan seseorang. Seseorang yang sangat dirindukannya. Matanya membulat sempurna.

“Berhenti!.”

.

.

.

Naruto berjalan menuju cafenya setelah sebelumnya mengantar Shikaku ke Playgroup. Wanita cantik itu tersenyum senang. Bagaimana tidak, hari ini adalah grand opening coffe shop miliknya. Ia berharap coffe shop miliknya bisa sukses seperi beberapa restoran miliknya di USA.

Ia bahkan sudah membayangkan betapa sibuknya dia nanti saat melayani pelanggannya. Yah, Naruto memang tipe bos yang suka turun langsung ke lapangan.

“Naruto!.”

Tiba-tiba tangannya dicekal dan tubuhnya dipeluk paksa oleh seorang pria. Naruto tampak terkejut ketika menyadari siapa pria yang tengah memeluknya.

.

.

.

“Nah, anak-anak. Coba sekarang kalian gambar ayah dan ibu kalian ya.” Kata bu guru itu.

Anak-anak itu sangat antusias menggoreskan pensil warnanya ke buku gambar. Guru itu berjalan untuk melihat hasil karya anak didiknya. Sampai dia sampai di meja bocah berambut hitam dengan mata biru yang cantik itu.

“Loh? Kok Shika-kun tidak menggambar?. Ada apa?.”

“Bu guru Cion, Chika tidak ingat wajah Daddy Chika. Coalnya Chika belum pernah beltemu Daddy.” Katanya dengan mata berkaca-kaca.

“kenapa hmm. Memangnya Daddy Shika kemana?.”

“Kaa-chan bilang Daddy cedang bekelja di Curga. Daddy Chika itu doktel hebat. Cuka menolong olang cakit. Makanya tidak bica pulang ke lumah.”

Sion memandang sedih anak didiknya. Anak itu masih terlalu kecil untuk mengerti arti kata-kata ibunya.

“Kalau begitu bagaimana kalau Shika-kun menggambar Kaa-san saja?.”

“Boleh?.”

Sion tersenyum sambil mengangguk.

“Iya, gambar yang bagus ya.”

“Um.” Shikaku mengangguk dengan antusias. Wajah chubbynya tampak kembali ceria.

.

.

.

Seperti harapan, coffe shop Naruto cukup ramai di acara openingnya. Namun sepertinya suasana ramai itu berbanding terbalik dengan suasana tegang dan sunyi di ruang milik Naruto. Pria raven itu menatap intens wajah Naruto sedang Naruto sama sekali tidak memandang pria yang kini ada di depannya.

“Naruto.”pria raven itu mencoba membuka suaranya. Tapi wanita pirang itu tidak menghiraukannya. Ia tetap sibuk dengan kertas-kertas di tangannya. Tapi Sasuke tetap tidak menyerah.

“Naruto, kau kemana saja selama ini?. Semua orang mencemaskanmu. Aku mencarimu kemana-mana. Bibi Kushina dan paman Minato sangat mencemaskanmu.”

Naruto memandang Sasuke dengan senyum sinis terlukis indah dibibirnya. “Untuk apa kau mencariku? Bukankah kau sudah bahagia dengan Karin?.”

“Naruto, aku . . .”

“Dan aku tidak peduli tentang mereka, yang kutahu mereka tidak pernah mencemaskanku. Bukankah mereka hanya punya satu putri bernama Karin?. Kenapa juga mereka harus cemas denganku yang bukan siapa-siapa mereka?.”

“Naruto kau salah paham.”

Naruto tertawa kecil.

“Salah paham? Salah paham saat aku melihatmu berciuman dengan Karin? Salah paham saat melihatmu berjalan di altar dengan Karin?!. Lalu aku salah paham apa lagi, hah?!.”

“Tidak, bukan seperti itu ceritanya. aku . . .”

“Keluar!.”

“Naruto. . .”

“Aku bilang keluar! Apa kau tuli?!.”

“Tidak Naruto. Kumohon maafkan aku.”

“Cukup Uchiha-san. Pergi dari sini dan jangan pernah menggangguku lagi.” Naruto mendorong Sasuke keluar dari ruangannya. Naruto langsung membanting pintu itu didepan muka Sasuke.

Dengan terpaksa Sasuke menuruti keinginan  Naruto. Ia memutuskan untuk pergi dari tempat itu. ia mengampil handphonenya lalu menekan beberapa nomor.

“Halo, Kushina Baa-san. Aku sudah menemukannya. Aku sudah menemukan Naruto.”

Sasuke mendongakkan kepalanya. Ia memandang warna biru yang mengingatkannya pada Naruto. Warna yang selama 5 tahun ini mengobati kerinduannya pada wanita pirang itu.

Menyesal?.

Yah itulah yang dirasakannya sekarang.

Jika saja waktu bisa diputar kembali.

Apapun yang terjadi.

Dia tidak akan pernah meninggalkan Naruto.

Seandainya dulu ia tidak memenuhi permintaan ibu Naruto itu.

Sekarang ia pasti sudah bahagia bersama Naruto.

.

.

.

dan Anaknya

.

.

.

-TBC-

.

.

.

Khekhekhe.

Hayo yang nebak. Yang nebak, apa kalian udah menyadarinya?

Kira-kira siapa yang dikasih jantung Shikamaru kekekeke.

Judulnya aja Memories jadi harus ada sangkut pautnya dengan masa lalu donk.

.

.

.